Jam sudah menunjukan pukul 10 malam,mataku sudah terasa berat,apalagi ditambah seharian aku menangis,apa aku harus menyusulnya ke dalam kamar?.Memang benarkan setelah menjadi suami istri,kita akan satu kamar,begitupun dengan pasangan lain pada umumnya.
Dengan sedikit keberanian,aku melangkah menaiki anak tangga satu persatu,hingga tepat pada kamar berdaun pintu dua,kukira itu kamarnya,terdapat gantungan name dari kayu jati yang di ukir indah.
Muhammad Dustin Al-Iman
Love
Meriam Anisyah Mellema
Begitu cantiknya tulisan itu terpahat,aku terdiam,denyutan sakit itu datang lagi.Jangan begitu itu Tetemu sendiri walaupun sudah tiada,tapi dia tetap tetehmu!.Batinku berkata.
Kudekati pintu,dengan perlahan kucoba menyentuh knop pintu,kugerakkan namun terkunci.Kuberanikan diri memanggil.
"Mas,saya tidur di mana?."Tanyaku takut-takut,pasalnya aku memanggilnya Mas,mau bagimana lagi itukan harus,masa mau tetap memanggilnya Dok.Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar,hingga menimbulkan suara gema.Aku terperanjat kaget,nafasku terengah saking kagetnya.
"ANDA TIDUR DI SOFA,DI RUANG TENGAH BAWAH!!,DAN INGATKAN INI,SAYA TIDAK SUDI ANDA CINTAI,SAYA HANYA INGIN ISTRI SAYA SIALAN!!."Setelah mengatakan itu dia masuk,dan kembali membanting pintu.Tubuhku menegang,aku diam di tempat bagaikan patung.Hatiku sakit ya tuhan,sakit!.Tangisku tak bisa kubendung,hingga aku terisak sejadinya,dan segera turun ke bawah,kududukan diri di sofa,tangisku kembali pecah,bahkan sampai meraung-raung.
Apa aku tidak pantas mencintainya?,apa aku tidak berhak mendapatkan pangeran berjas putih bernama Dustin itu,apa aku begitu buruk dan hina.Dadaku sesak,kuringkukan dengan hati-hati tubuhku di sofa,tangan kananku benar-benar tidak bisa kugerakkan,luka di tangan kirikupun sama sekali belum tersentuh.
Pagi sekali aku bangun,kuregangkan ototku,hati-hati aku melakukannya.Bayangan dan suara itu menghantuiku kembali,suara penolakan itu,aku kembali menangis,terisak-isak,bukan mauku seperti ini,aku hanya menuruti permintaan mendiang istrinya saja,tetehku.
" Ayi!."Panggilan lembut ala seorang ibu itu membuatku menoleh ke arah dapur,Mimih Ayu disana nampak tengah berkutat dengan masakannya.
"Mimih."Cicitku pelan,aku masih belum terbiasa.
" Ah ya seperti itu sayang,panggil Mimih begitu."Ujarnya,setelahnya tangannya melambai menyuruhku untuk menghampirinya.Untungnya dia tidak menyadari bahwa aku menangis,karna tadi dengan segera kuusap air mataku.
"Kenapa kamu tidur di sofa?,apalagi di ruang tengah di sinikan dingin."Ucapnya terdengar panik.
Aku mencoba memikirkan alasan,perlahan kulontarkan senyum padanya.
" Semalam Ayi kegerahan,jadi Ayi tidur di sini Mih."Akhirnya dia mengangguk saja mempercayai.ketika aku tepat berada di hadapanya matanya membulat entah kenapa.
"Astagfirallah Ayi,sayang,kamu kenapa Nak?." Tanyanya panik.Dengan cepat dia mematikan kompor dan menghampiriku,tangannya meraba luka memar mengangaku,aku meringis di buatnya,sungguh sakit bahkan aku tidak bisa menggerakannya saking besar memar yang kudapat,hampir dari pergelangan menuju siku.
"Ayi kemarin jatuh Ma,sewaktu ingin ke rumah sakit menemui mendiang Teteh,Ayi kecelakaan di jalan."Tuturku,oh Astaga lihat,bajuku penuh dengan kotor,kemarin benar-benar tidak ada yang menyadari karna kondisi memang sedang kalut,bahkan akupun tidak sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Hati Ayyina(END)
Fiksi Remaja"Mencintaimu adalah luka,namun mencintaimu juga adalah cinta yang indah".-Ayyina. *** "Saya sadar bahwa saya mencintai kamu,sewaktu kamu tidak ada saya kehilangan kamu,saya kehilangan separuh bagian diri saya,terasa hampa.Maaf telat menyadarinya hin...