٩21(End)٩

1.1K 76 2
                                    

Tujuh bulan sebelum menginjak satu tahun pernikahanku dengan Dokter Dustin benar-benar hari dan bulan yang sangat membahagiakan,penuh dengan cinta dan kasih.Aku benar-benar sangat bersyukur pada tuhan,karena telah mempertemukan aku dengan Dokter Dustin bahkan menjodohkan kami.

Pagi ini kepalaku terasa pusing,perutpun rasanya sakit dan sedikit begah.Mungkin maag ku kambuh.Aku mencoba bangun dari ranjang,namun tidak bisa,hingga tiba-tiba suara pintu terbuka mendominasi membuatku menoleh pada sumber suara.

"Ayy,kamu kenapa?,muka kamu kok pucat?." Tanya Dokter Dustin ketika sudah berada di hadapanku, dengan perlahan dia membantuku duduk.

Punggung tangannya dia sentuhkan pada dahiku,dia menggeleng pelan,entah maksudnya apa.

"Badan kamu gak panas.Ehm,apa keluhannya Ayy?." Dia bertanya layaknya aku ini pasiennya,entah kenapa aku sangat menyukainya bersikap seperti itu.

"Kepala aku pusing,terus perutku rada sakit dan begah A." Ucapku memberitahu.

Dokter Dustin bangkit,mendekati meja nakas di sebelahku dan membuka laci yang isinya alat-alat dokternya,ada stetoskop di sana dia membawanya dan duduk di dekatku.

"Sini saya periksa kamu." Dan mulailah dia memeriksaku.

"Ayy,kamu terakhir kali datang bulan kapan?." Tiba-tiba dia bertanya pertanyaan aneh itu,loh kok datang bulan?.

"Udah dua minggu malahan hampir tiga minggu aku engga datang bulan A." Ucapku,mendengarku berucap seperti itu dia tersenyum sedikit lebar.Dia kenapa?.

Dia kembali menghampiri nakas,mengambil sesuatu di dalam laci dan menyerahkannya padaku.
"Ini dicoba sayang."Ucapnya.Apa!,tecspek?.

" Ma..maksud Aa?."Gugup tiba-tiba melandaku,dadaku berdebar penuh harap.

"Coba alatnya sayang,biar akurat." Dia berkata,setelahnya aku pergi ke dalam kamar mandi dan menggunakan alat itu.

Rasanya seperti terbang,terhempas-hempas ke hamparan awan di tengah birunnya langit ketika aku melihat dua garis tertera di alat itu,benar-benar bahagia aku di buatnya.

"A."Panggilku ketika sudah keluar dari kamar mandi,dan duduk di sebelahnya.

" Gimana sayang hasilnya,akuratkan sama pemeriksaan Aa?."Tanyanya.

Aku belum menjawab,yang kulakukan sekarang adalah menelusuk dalam pelukan hangatnya.
"Aa mau jadi calon Daddy." Ucapku.

Dapat kurasakan pelukan kami bertambah erat,dalam pelukannya kurasakan dia menggeleng pelan.
"Ralat sayang,calon Abi bukan Daddy,oke?."Telunjuknya itu menoel hidungku dengan jahil membuatku tersipu.

"Iya Abi,Umi setuju kok saran Abi." Ucapku.

"Terimakasi atas segala kebahagiaan yang kamu bawa untuk saya Ayy,bahkan kamu mau mengandung anak saya di umur kamu yang baru menginjak 20 tahun." Ya tepat dua minggu yang lalu umurku menginjak angka 20.Dapat kurasaka kecupan-kecupan terarah pada permukaan wajahku,membuat aku tidak henti-hentinya tersenyum.

"Sama-sama Abi,itu memang sudah menjadi kewajiban Umi!." Kembali dia memelukku lagi dengan erat,hangat dan penuh kasih.

Sembilan bulan benar-benar tidak terasa,hingga sekarang benar-benar tepat menginjak bulan ke sembilan kandunganku.Selama itu Dokter Dustin sangat posesiv padaku,tidak boleh itulah,inilah,jangan makan itulah,jangan makan inilah,benar-benar siksaan manis yang terbungkus kasih.

Baru saja Dokter Dustin akan beranjak keluar untuk bekerja tiba-tiba perutku terasa mulas bukan main,dengan keringat dingin yang mulai bercucuran.

"A..Aa.Ayi sakit perut." Panggilku padanya setengah menahan tangis karna betapa sakitnya mulas yang kurasakan.

Dengan cepat badan tegap itu berbalik ke arahku,matanya terbelalak tatkala melihatku yang sudah terduduk di lantai dengan air ketuban yang berceceran di sepanjang kakiku.

"Ayy,sayang.Adek mau melihat dunia sayang!." Ujarnya,dan segera menggendongku ke dalam mobilnya.

"Iya..A." Aku berkata lirih di tengah sakitku.

Sekarang momen yang paling kudambakan,momen yang paling mendebarkan,dan mengharukan antara hidup dan matiku.Aku yakin aku bisa,apalagi di sebelahku Dokter Dustin menemaniku bersalin.

"Ayo sayang,aku yakin kamu bisa sayang,demi anak kita!." Dia menyemangatiku di sela ejananku.Betapa bahagia dan berdebarnya aku mendengar kata aku yang keluar dari mulutnya.

Dan akhirnya seorang bayi keluar dari dalam rahimku,aku bisa!,ya aku bisa melewati masa itu hingga putraku bisa melihat dunia dengan selamat tanpa cacat.Ya bayiku laki-laki.

"Terimakasi nak telah memberikan kami cucu,gagah dan tampan seperti Abi nya." Ucap Mimih ketika aku selsai lahiran,dia berada di ruanganku untuk menjengukku dan juga cucu keduanya setelah Abu.

"Bayinya lucu seperti kamu,tapi wajahnya hampir di dominasi sama si Ujang Dokter tuh,haha.." Mamah terkekeh ketika mengucapkannya.Sedangkan Bapa,Pipih,Bang Omar bahkan juga Abu mereka bergiliran memberikan ucapan selamat masing-masing.

Momen paling mengharukan dalam persalinanku adalah,momen pada saat Dokter Dustin mengadzani putranya,sampai-sampai tidak kuat aku menahan tangis haruku.

"Ini kayanya dia butuh ASI Umi nya." Dan diapun memberikannya padaku,segera saja kurengkuh bayiku dan memberikannya ASI.

"Namanya,Obaida Al-Iman." Ucapnya.Aku tersenyum gembira ke arah orang yang paling kucintai di dunia ini,dialah suamiku.

"Namanya bagus,Ayy suka." Timpalku.
"Asalammualaikum, Oba!."Salamku pada putra tersayangku.

"Nama panggilannya Oba,sayang?."Dia bertanya,dan langsung kuangguki.
" Bagus."Lanjutnya.

Dokter Dustin berpindah tempat duduk mejadi di sisiku yang tengah memberi ASI pada Oba,lengan kekarnya merengkuku dalam dekapan hangatnya.

Tuhan terimakasi telah memberiku takdir indah seperti ini,meskipun sakit di awal namun tidak dapat kupungkiri bahwa inilah takdir terindah.Dan seorang Dokter Dustin Al-Iman lah kalam cinta terindah yang engkau kirimkan padaku.

"Terimakasi telah sudi mengabdikan diri pada pria sepertiku,pada pria berumur 32 tahun ini." Ucapnya.

"Abi jangan bilang begitu,ini sudah takdir, dan takdir Umi adalah Abi." Dia kembali merengkuhku dalam pelukan,dengan Oba ditengah-tengah pelukan kami,dengan Oba yang menjadi jawaban dan pengabulan doa kami dari Allah,bahwa kami memang layak mempunyai keluarga yang utuh.

Aku sangat mensyukuri takdir tuhanku,aku bahgia memiliki Dokter Dustin dalam hidupku dan aku bahagia memiliki Oba putraku dalam hidupku.

Hingga inilah akhir senandung hatiku,senandung hati Ayyina,yang mengakhiri coretan catatanku tentang hidupku.

Terimakasi ya Allah.

END.

Walaupun yang baca,vote dan comen masih sedikit tapi tetap Author ucapkan terimakasih,apalagi pada orang-orang yang selalu mendukung cerita ini,utamanya My Ica(sahabat Author yang setia selalu vote setiap partnya,love to Ica).Kak Gietta juga makasih banget udah mendukung,memvote dan comen suskes selalu untuk kak Gietta;).

Terimakasi Author ucapkan pada kaliannn semua:*.

Love you All.

Asalammualaikum!.

Love Author!.

Senandung Hati Ayyina(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang