Menemukan satu hal penting dalam hidup bukan berarti harus melepaskan semua hal penting lainnya. Cinta memang berada di atas segalanya, namun bukan berarti tidak ada kesalahan di sana. Mungkin hanya terjadi sesekali.
.
.
.
"Itu adalah pesawat terakhir, bukan?"
"Benar, tuan Jung."
Dengan sebuah teropong yang masih membantu pandangannya untuk menatap burung terbang terakhir yang mendarat pada landasan aktif, tentu dengan kecepatan yang telah dikurangi hingga menyentuh 120-200 knot sebelum menyapa lapisan aspal.
"Pukul 08.00 KST landasan aktif bagian selatan ICN resmi ditutup," sahut Yunho tegas yang dipatuhi setiap petugas.
Sebagai pimpinan ICN tentu dirinya berhak untuk melakukan hal tersebut, dengan kepala ATC yang mendampinginya, Yunho memantau penuh proyek sejak awal dilaksanakan. Dimana proyek ini bisa saja menjadi poyek pertama dan terakhirnya di ICN, biar bagaimanapun kedatangan Yoojin ke Korea Selatan tidak mungkin hanya sebagai kunjungan biasa, wanita itu akan selalu mengikatnya tanpa bisa Yunho cegah.
"Alihkan seluruh penerbangan menuju landasan utara," titah sang kepala ICN dengan kepala yang terfokus pada layar dan beberapa kali menempatkan pesawat sesuai apron (tempat parkir pesawat) yang telah dipilih.
"Tuan Jung,"
"Ada apa?"
"Seseorang hendak menemui anda di ruangan anda,"
Yunho menoleh tanya pun tidak menolak, kakinya menjauh usai memastikan tidak satupun petugas ATC yang terganggu akan kedatangannya sejak dua jam lalu, meski mengetahui hal itu pasti mengejutkan mereka semua. Pun Yunho tidak ingin bertaruh dengan biaya ratusan juta dolar yang harus ditanggungnya oleh proyek besar itu.
"Siapkan teh chamomile untuk tamuku ini," pinta Yunho seraya memasuki lift bersama Matt.
"Baik, tuan Jung."
.
"Kau sungguh ingin mengundurkan diri?"
Pertanyaan yang sama untuk ketiga kalinya dilayangkan kepadanya, "Dan jawabanku tidak akan berubah, Yoochun-ah."
Yoochun mendengus keras, tentu dirinya merasa sedih karena Jaejoong akan meninggalkannya di ICN seorang diri. Ayolah, mereka telah bekerja hampir 10 tahun, mungkin banyak rekan kerja yang menyenangkan namun dirinya tidak pernah merasa senyaman bersama Jaejoong.
"Dan meninggalkan aku seorang diri?"
Balasan menyedihkan Yoochun tentu membuat Jaejoong tidak sampai hati, meski pemuda perlente itu selalu membuat keduanya saling beradu argumen tidak penting namun Yoochun sudah Jaejoong anggap sebagai adik "Jangan berlebihan. Lagipula kita masih berada di alam yang sama!"
"Kau pikir kau akan mati?!" Yoochun tidak mengerti mengapa Jaejoong selalu saja berkata pedas bahkan ketika momen sedih berlangsung, "Tidak seharusnya aku memberikanmu hati. Pergilah, Kim! Aku tidak membutuhkanmu lagi."
Jaejoong tertawa "Ayo kita minum sepulang kerja, kali ini aku berbaik hati untuk mentraktirmu~"
"Cih, memangnya siapa yang biasanya membayar minuman kita?"
"Aku?"
"Tentu saja! Jadi tidak perlu berkata seperti itu! Berniat sekali menyindirku."
Dengan tangan yang terus merapikan barang-barang miliknya, Jaejoong terkekeh senang "Setidaknya aku tidak meminta balasan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FanfictionDirinya terbangun tanpa mengetahui apapun. Semua terasa buram dan kelam. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Dan sosok menawan itu mulai memenuhi pikirannya. Siapakah pemilik wajah rupawan itu? Ketika semua hal terasa semakin sulit dimengerti, sebua...