Menemukan satu hal penting dalam hidup bukan berarti harus melepaskan semua hal penting lainnya. Cinta memang berada di atas segalanya, namun bukan berarti tidak ada kesalahan di sana. Mungkin hanya terjadi sesekali.
.
.
.
Pemandangan sosok rupawan yang termenung pada sebuah gazebo ditemani seorang wanita cantik terbingkai jelas di matanya sejak lima belas menit lalu, mengabaikan tumpukan kertas bertinta hitam yang menunggu untuk dicumbu serta keheningan yang menemani.
Clek
Desahan napas itu mengalun untuk mendapati sosok yang membuka pintu, tidak terlihat minat dalam dirinya begitu Joonsik yang akan disambut. Mendekati sofa untuk memenuhi maksud sang pria.
Tangannya tergerak untuk menghubungi pelayan dan memberikan mereka kopi sebagai jamuan. Kebisuan tidak dapat dicegah, dimana salah satu diantanya memang cukup enggan untuk berkomunikasi satu sama lain.
"Yunho-ah,"
"Jika memang kedatangan anda memiliki maksud lain, maka katakan sekarang sebelum aku pergi." Memperhatikan jam yang melingkari pergelangannya, Yunho tidak berniat beralasan untuk menghindar dan nyatanya akan ada pertemuan yang harus dihadiri.
Kedatangan pelayan dengan hidangan yang cukup banyak menghentikan sejenak ketegangan mereka, pun hanya berlangsung selama sepuluh menit sebelum meninggalkan ruang megah dengan temperatur yang cukup rendah.
Yunho menunggu, meski hal itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dilakukan. Namun raut lain yang diperlihatkan Joonsik menggelitiknya. Tidak ada lagi kesan licik yang selama ini dihadapi, Joonsik yang terlihat seperti seorang pria baya biasa tanpa keangkuhan serta keserakahan membuatnya bertanya-tanya.
"Aku ingin menunjukan ini kepadamu," ujar Joonsik pada akhirnya dengan sebuah map coklat yang diarahkan pada Yunho. Kedua tangannya tertaut, seolah terjadi perang batin dalam dirinya, apakah keputusannya memang tepat?
Tanpa ragu Yunho meraih map itu untuk mengeluarkan berbagai kertas dari dalam, dahinya mengercit dengan berbagai spekulasi yang menyerang. Tanpa sadar tangannya bergetar ketika menaruh kembali map di atas meja.
Joonsik memperhatikan respon yang Yunho berikan "Cho Hyerin memanglah ibu kandungmu dan Yunhee, keterkejutanmu mengingatkanku ketika pertama kali mengetahui hal ini. Bukankah Hyerin adalah wanita yang sangat licik? Dia sanggup menyembunyikan kenyataan ini selama puluhan tahun pada dikertahui olehku, suaminya sendiri..." kalimat itu seperti pengakuan atas kebodohannya selama ini.
Memang benar mereka menikah tanpa cinta, meski begitu Joonsik sangat menghargai Hyerin dan sebaliknya. Pernikahan mereka bertahan sangat lama meski tidak memiliki keturunan, dimana hal yang pernah membuat Hyerin depresi pada tahun kesepuluh pernikahan mereka.
Yunho tentu saja terkejut, namun entah kenapa dirinya seperti telah menduga hal ini sebelumnya. Ingatan masa kecilnya lebih membekas ketika bersama Hyerin dibanding Yoojin, seolah keduanya memang telah memiliki ikatan batin tandap disadari. Bahkan Yunhee selalu menghardiknya sebagai anak Hyerin ketika mereka bertengkar dulu.
Biar bagaimanapun hubungan buruk antara Yoojin dan Hyerin telah dirasakan oleh putra-putri Jung, sudah tentu kebencian Yoojin begitu saja mereka tiru.
"Mengejutkan," guman Yunho yang tidak lagi tahu harus berkata apa, rasanya seperti didorong ke jurang oleh orang yang paling dipercayai. Hal yang tidak akan sanggup Yunho bayangkan.
Joonsik hanya mengangguk kecil, membiarkan Yunho menyimpulkan sendiri apa yang tengah dicaritahukannya. Disini Joonsik menempatkan diri sebagai seseorang yang akan membenarkan Yunho begitu persepsi pemuda itu keliru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated
FanfictionDirinya terbangun tanpa mengetahui apapun. Semua terasa buram dan kelam. Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Dan sosok menawan itu mulai memenuhi pikirannya. Siapakah pemilik wajah rupawan itu? Ketika semua hal terasa semakin sulit dimengerti, sebua...