~ Saat tulang rusuk menjadi tulang punggung°°°°
Serasa ada yang potek di dalam sana saat wanita itu memperkenalkan siapa dirinya.
Benar kata Mas Arman. Aku jangan terlalu berharap kejauhan. Tidak mungkin juga si Tuan Mas Langganan akan menyukaiku. Siapalah aku ini.
Jika dipikir kembali, perlakuan dan perkataan lelaki itu memang masih sewajarnya sih. Akunya aja yang ternyata hanya kegeeran.
Aku menghela napas berat. Mungkin sudah saatnya aku harus mundur alon-alon. Aku cukup tau diri dengan keadaanku. Tentang siapa aku. Dibanding wanita dihadapanku, jauh sekali.
Bagai bumi dan langit.
"Tapi maaf, Nona. Saya tetap tidak bisa menyuruh Anda masuk. Menunggu di kursi teras saja ya."
"Kamu berani sama saya? Awas kamu ya! Kalau saya sudah menikah dengan Aska, kamu langsung saya pecat!"
"Tak masalah jika Nona mau memecat saya nanti. Yang penting sekarang keamanan rumah ini menjadi tanggung jawab saya."
"K-kau!"
Aku segera menutup pintu, tak ingin memperpanjang. Lagipula si tuan tak memberi perintah apapun sebelum tadi berangkat. Zaman sekarang kan banyak modus yang mengerikan.
Baru saja aku hendak beranjak, terdengar suara pintu diketuk kembali.
"Ni orang ngeyel banget sih!" Aku pun membuka pintu dengan perasaan kesal. Apalagi pekerjaanku jadi tertunda gegara tamu nggak penting ini.
"Mau apalagi ... eh, Tuan!" Si tuan mas sudah berdiri depan pintu. Di belakangnya si wanita memasang tampang garang. Aku hanya bisa meringis. Bisa-bisa aku dipecat nih.
"Kamu punya pembantu nyebelin banget sih, Bang! Masa aku nggak boleh masuk. Malah nyuruh aku di luar. Emangnya tampang mukaku gini ada tampang maling. Kamu harus pecat dia!" Tudingnya berapi.
Lelaki itu hanya menatapku. Netra kami sempat beradu sebelum kemudian aku menunduk. Aku sudah pasrah apa yang akan menimpaku.
Kalau pun dipecat aku tinggal jualan perabot lagi. Gampang. Toh, dipecat dari sini bukan kiamat. Aku menghibur diri sendiri.
"Dia sudah menjalankan tugasnya dengan baik. Lagi pula benar kok apa katanya. Kalian kan belum pernah bertemu. Jadi wajar saja kalau si Mbak Nesa mencurigai kamu. Udah ayo masuk. Nggak usah banyak drama. Lagipula di sini aku yang salah. Lupa nggak nitip pesan kalau kamu mau datang."
Aku menyingkir saat lelaki itu akan memasuki rumah. Dari nada suaranya si tuan sepertinya tidak marah. Apakah itu berarti aku tidak dipecat ya? Duh, aku jadi pusing.
"Nyingkir kamu! Malah depan pintu. Ngalangin orang jalan aja. Kali ini kamu masih selamat. Awas lain kali!" Bahuku ditabrak olehnya. Membuatku yang tidak siap menjadi sedikit terhuyung.
Nasib jadi pembantu ya gini. Harus siap mental untuk dihina dan diremehkan. Cuma dadaku agak sesak dikit. Dan air mata yang berkhianat.
Elah, masih aja cengeng si aku nih.
Aku segera mengusap air mata yang sempat mengalir. Lalu berjalan ke belakang dengan masih menunduk. Malu takut terlihat kerapuhanku yang sebenarnya.
Aku segera mengerjakan pekerjaan yang sempat tertunda. Menyelesaikannya dalam diam.
Kadang ada kalanya aku merasa ingin menyerah dalam hidup. Entah apa yang aku cari dan pertahankan.
Rasanya lelah jiwa raga.
"Maafkan Reyna, ya. Dia sebenarnya baik. Cuma kalau lagi kesel ya gitu."
"Eh ... Tu-tuan ... sejak kapan di situ." Aku segera mengusap air bening yang ternyata sedari tadi tak berhenti mengalir. Berkhianat sekali mereka. Malu-maluin aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Majikan Hot(Buku Stok Ready)
RomansaNesa tak menyangka menerima pekerjaan sebagai kuli cuci malah membuatnya bertemu dengan seorang majikan yang baik hati sekaligus seksi dan hot di matanya. Senyuman manis dan aroma maskulinnya selalu mampu membuatnya terhipnotis. Akankah Nesa mampu m...