7. 𝓜𝓮𝓵𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷

352 61 5
                                    

Ternyata Aron juga bisa mellow.

TIDAK seperti biasanya, hari ini aku memulai hariku lebih awal. Sebelum matahari muncul aku sudah mengitari blok dengan sepatu olahraga juga earphone. Workout sedikit sebelum benar-benar menghadapi takdir yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya kan dimulai sore nanti.

Aku berusaha lebih produktif. Selesai workout dan mandi, aku sudah menyiapkan sarapan sederhana. Bahkan mama yang baru pulang dari pasar kaget karena ada nasi goreng kampung kesukaan papa. Sedangkan papa begitu pulang dari Masjid sudah senyum sumringah karena liat udah ada kopi jahe kesukaannyajuga didepan TV.

"Tumben lu rajin kesambet apaan?", ujar Roni namun tetap tak ku taggapi.

"Mah sini Nana bantuin masukkan ke kolkas."

"Makasih sayang, duh anak gadis mamah emang beda,"puji mama dengan wjah sumringah berbanding terbalik dengan kondisi wajah Roni yang sepertinya kini mulai sadar jika aku mengabaiknnya. Rasakan! Biar saja kau situ.

Papa pun sudah menyelesaikan makannya lalu duduk santai di sofa depan Tv bersama mama. Aku pun ingin ikut bergabung. Saat pantat ku sudah mendekati sofa single itu Roni mendorong pantat ku menjauh karena kini ia yang mengambil alih tempat duduk itu.

Mau marah sih tapi bukannya aku udah bilang mau ngabaikan doi? Aku pun memilih duduk di bantalan sofa deket kaki mamah, seneng banget deh hari minggu gini ngabisin waktu kualitas sama orang-orang kesayangan, tidak termasuk Roni loh yah.

"Dek kamu kok hari ini nyebelin banget sih?", tanya Roni saat aku mencuci piring didapur dan dia mendatangi ku dengan gelas kopi Papa.

"Aku?", dia pun mengangguk sambil ikut mencuci tangan kirinya.

"Jadi duta shampo lain?" Seketika saat klimat itu keluar dari bibir tangan kanannya yang kering mencubit besar pipi  kananku dari belakang.

"Ahhhh Mah mama. Abang siksa adek ini!"teriakku membuat ia menghentikan kelauan childishnya.

"Ey apa itu? Roni jangan ganggu adek!", perintah mama dari luar karena sedang sibuk merawat tanaman Cabainya yang tidak jauh dari jendela dapur.
Bener-bener deh ini punya saudara laki emang bikin mumet.

"Makannya jan cuekin abangnya dong!"

"Halah kalo Romi pulang juga abang bakal cuekin Rona kan," ujar ku membilas piring terakhir.

"Yah itu kan beda, ntar kalo kamu KKN terus Romi juga masih di pondok, siapa dong temen ngobrol abang,"kini ia mulai membantuku memasuk-masukan piring kedlam lemari bawah meja.

"Makannya jangan jomblo!", perkataanku tepat sasaran membuat wajahnya berubah, jadi makin nyebeli.

"Kamu yah, abangnya ngomong serius kok ini!", kini ia mulai menaikkan oktaf suaranya.

"Iya-iya makannya bekal aku dibanyakin kek, masa gaji PNS tapi adeknya ngga sejahtera."

"Emang yah kamu, pandai bener ambil kesempatan,"ujarnya kini sambil mengambil Ponselnya.
Aku pun mulai senyum-senyum sok imut setelah memasukkan gelas terakhir lalu memeluk dia dari belakang ambil melihat aplikasi favoritku di ponselnya. Internet bangking.

"Segini cukup yah?" Tanyanya sambil menunjukkan sejumlah nominal di kolom transfer.

"Tambahin dong, buat biaya tak terduga.", ujarku masih cengengesan dan masih meletakkan daguku di bahunya.

"Hilih lu kek proposal RT aja ada biaya ngga keduga. Nih cocok.", ujarnya setelah menambahkan beberapa angka lagi, membuatku tersenyum hingga mataku hilang lalu mengangguk kesenangan. Ia pun beralih karena mau memasukkan rangkaian pin. Kembali ia menampilkan layar ponselnya setelah transksi itu berhasil.

PINDAH TIDUR| Lokal WENYEOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang