6. 𝓚𝓮𝓹𝓮𝓻𝓰𝓲𝓪𝓷 𝓽𝓪𝓴 𝓽𝓮𝓻𝓭𝓾𝓰𝓪

342 65 1
                                    

"LU dimana?", ujar seorang diujung telfon saat aku saja belum sempat mengatakan Halo.

"Ngapa kangen lo? Ini gue masi nunggu Fita didepan gramedia, kita udah janjian tapi,"sepertinya Aron punya Hobby baru buat memotong pembicaraan orang.

"Udah mending lo kerumah fita sekarang?", kok ngga jelas gini sih. Dasar Aron tukang perintah.

"Kenapa sih? Ngga bisa ini gue diantar kakak gue," tolak ku dengan suara kesal karna aron terkadang suka nyuruh-nyuruh ngga jelas.

"Oke gue jemput sekarang, tunggu disana", serah deh mending ikutin aja mau orang satu ini, daripada entar ribut.

Gini nih kalo paket internet mati, pasti apa-apa digrup jadi ngga tau. Sebenernya secara pribadi aku ngga mau terhubung dulu ama internet, lagi males, aslinya aku termasuk tipe orang yang malas untuk bersosial, apalagi berhubungan maya yang ngga nampak nyata kek begini, tapi karena bapak ketua lagi kangen lebih baik terhubung lagi aja.

Berhubung Aron belum datang aku pun mencari ATM yang kebetulan ada disamping Gramedia, aku bergegas mengisi paket internet juga pulsa regular mana tau butuh. Sekalian saja mengambil beberapa lembar uang karena kebetulan aku ingin membeli sesuatu sepulang dari sini.

Sewaktu keluar dari ATM Aron sudah siap sedia dengan motornya. Wajahnya terlihat berbeda dari biasanya, ada apa yah? Melihat dia yang seperti ini aku jadi punya perasaan tidak enak. Langkahku mendekat dengan perlahan seolah Aron adalah makhluk buas yang tidak boleh didekati dengan gerakan tiba-tiba.

"Kamu udah tau beritanya?" Tuh kan aneh banget emang ini makhluk, agak aneh denger dia pakai aku kamu gini. Lagian dia yang minta ketemu tiba-tiba malah dia yang nanya.

"Berita apaan? Aku ngga bisa akses WA karna paket aku abis." tanyaku. Lah kok juga ikutan aku kamu, sih aku ini.

"Yaudah naik aja, ini pakai helmnya.", perintah Aron dan langsung kulakukan. Selama diperjalanan pun tidak ada yang bersuara, tapi firasat ku mengatakan ada suatu hal besar yang buruk sudah terjadi, tapi apa?

Perasaan tak enak semakin menyelimuti karena kini kami benar-benar memasuki gang rumah Fita. Tidak seperti biasanya, gang ini sudah ramai dengan motor hingga kami harus parkir agak jauh dan berjalan untuk sampai tepat didepan rumahnya. Kini rumah itu dipenuhi dengan banyak orang berpakaian hitam dan putih, dan yang makin membuatku terkejut adalah sebuah Bendera kuning sudah berkibar dipagar rumahnya.

Aku merosot duduk berjongkok, astaga siapa yang meninggal. Karena terlalu Shock aku sampai tak mampu untuk menggerakkan kakiku melangkah kerumah Fita. Bahkan Aron harus menuntunku masuk kedalam.

Kulihat Fita disana sudah berpelukkan erat dengan adiknya. Disampingnya Luna, Wina dan Siva sudah ikut mendampinginya. Aku pun menghambur memeluknya. Aku sangat merasa bersalah kini. Pilihanku untuk menarik diri dari mereka ternyata berujung buruk. Fita teman terdekat ku di grub ini malah tak mendapatkan perhatian ku disaat-saat paling terburuknya.

"Fit, maaf aku baru dapat kabar. Aku turut berduka yah." Pelukku mengerat pada tubuh nya yang masih bergetar karena tangisan. Aku sangat-sangat menyesal bahkan tak mampu mengungkapkan hal lainnya selain Maaf.

Fita yang kini hanya bisa mengangguk lemah hanya bisa pasrah, ayahandanya telah berpulang ke yang maha esa. Kini yang lain sudah keluar untuk bergantian dengan pelayat lainnya. Mereka pun duduk didepan didepan rumah fita kini lengkap dengan seluruh anggota termasuk Vanya hanya minus Anan, karena ia sudah pergi duluan ke lokasi KKN yang akan kami datangi Lusa.

"Jadi gimana?",tanya iskandar mengangakhiri keheningan kami yang sebelumnya sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ada baiknya kita ketemu dulu dengan dosen pembimbing KKN," ujar Vanya yang baru kulihat hari ini karena sepengetahuan ku dia sedang sibuk dengan persiapan untuk program exchange-nya.

"Setelahnya baru kita putuskan gimana.",lanjutnya lagi namun tak ada yang menanggapi karena semua masih sibuk berfikir.

"Gue telfon Pak Majid dulu."ujar Aron membuat kami seketika melihat ke arahnya yang tepat berada disamping ku. Pasalnya sejak kapan dia memiliki kontak orang paling berpengaruh di LP2M itu?

Dia pun beranjak ingin menjauh, namun tangannya sudah ku tahan.
"Paling ga minta dispensasi sampai 7 harian," dan permintaanku itu pun ia tanggapi dengan anggukan. "Aku usahakan."

Fita keluar dari rumahnya sambil menghampiri kami, kebetulan ayahnya saat ini sedang dimandikan sebelum dibawa untuk disolatkan dan setelahnya dikebumikan. Kami semua berusaha memberikan semangat agar setidaknya fita bisa bangkit setelah hari ini dan kembali menjadi fita yang ku kenal ceria dan suka bercanda.

"Oh ya na,"ujar Fita membuatku dan Luna melihatnya.

"Rona," tegasnya.

"Aku udah packing beberapa barang, ntar titip ke kamu ngapapa yah, biar koper aku sampai duluan sebelum orangnya,", ucapnya berusaha berbicara senormal mungkin namun aku tau pasti sangat sulit baginya. Dia bahkan masih memikirkan tentang kami disaat-saat seperti ini.

"Iya Fit." Ujar Ku singkat.

"Pak ini Fitanya",ujar sebuah suara dari belakang ku yang kukenal adalah suara Aron.

"Bapak turut berduka atas kepergian Ayah kamu yah nak."ujar Pak Majid menyalami fita sambil mendekat. Kondisi teras yang agak sempit dan Pak Majid yang membawa 2 anggota LP2M serta kedatangan beberapa anggota dari kelompok 49 dan 50 membuat kami undur diri dari sana agar bergantian dengan kumpulan Meyra serta Hawa yang baru saja tiba.

Pak Majid pun memberikan dispensasi duka dan memperbolehkan Fita ke lokasi setelah 2 minggu dari kami berangkat.

Sehari setelah kejadian itu kami mulai menenangkan diri dan memantapkan persiapan untuk pergi ke lokasi, bahkan Tara dan Luna sudah mendrop barang mereka dirumah ku agar nantinya kami bisa satu mobil langsung kesana.

Sebuah panggilan masuk ke ponselku.
Fita48

"Halo Fit?"

"Halo Rona, ini gue didepan."

"Oke bentar yah."

Setelah panggilan itu tertutup aku pun bergegas membuka pintu dan mendapati Fita sudah didepan pagar dengan adiknya.

"Ayo masuk-masuk, sini ryan naikin aja motornya." Ujar Ku pada adik fita yang masih setia diluar pagar.

"Ngga apa Na, ini nganter koper aja kok.", tolak Fita sambil membawa kopernya naik ke teras ku.

"Loh satu doang?",tanyaku sambil mencari siapa tu ada titipan lainnya karen barang  perempuan biasanya lumayan banyak.

"Ngapapa sisanya ntar aku bawa sendiri dari sini.",katanya lalu berbalik.
Sebelum dia pergi aku pun menarik tubuhnya untuk memeluk gadis ini erat. Sungguh walaupun aku belum pernah merasakan kehilangan yang dialaminya namun aku bisa memastikan bahwa dia cukup kuat untuk menjalani hal ini. Aku pun menyudahi pelukanku setelah kulihat adik Fita mengalihkan pandangannya dari kami.

"Aku tunggu disana yah." Ujar Ku dan ia hanya mengangguk beberapa kali lalu undur diri sambil  melambaikan tangannya untuk berdadah kemudian pamit dan pergi.

Oke besok semuanya akan dimulai,  ga ada Rona yang manja. Ga ada Rona yang ribet. Rona musti bisa kendalikan emosi, semangat. Begitulah isi catatan ku dikertas yang kini ku jadikan wallpaper di handphoneku.

"Dih apaan tuh?", ujar Roni sambil menatap layar ponselku yang ku letakkan di bawah TV untuk di charge sedangkan aku tengah sibuk dengan setrikaan.

"Apaan sih bang? Periksa-periksa aja lu" omel ku tidak jauh darinya yang kini mengambil alih charger yang sebelumnya kupakai.

"Alay lu, kek mau kemana aja"ujarnya singkat lalu berbalik ke dapur. Jahat banget sih padahal kan adeknya mau pergi jauh. Baik-baikin kek gitu, ini malah diolok mulu. Padahal Roni udah biasa ngenindes cuman kali ini rasanya kek ampe ke ulu hati banget sakitnya.
Pokoknya ngga usah abut Roni, biar aja dia.

PINDAH TIDUR| Lokal WENYEOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang