14. Aron itu . . .

149 21 12
                                    

"Semua orang dasarnya baik. Tergantung lu sama dia itu pas lagi apes apa untung."

☀️☀️☀️

Aku menggulirkan kursor laptop untuk kembali menggerjakan pamflet acara 17 agustus yang akan dicetak di kota dan akan dikirim nanti malam. Kenapa malam? Tentu saja karena jaringan siang hari tidak memungkinkan bagi kami menggunakan internet.

"Na? Mandi yuk!" Sebuah suara mengalihkan ku dari layar laptop. Di sana ada Siva dengan alat mandinya.

"Ntar yah tinggal dikonvert ini. Nanti gue nyusul." Ujar ku pada yang sudah berganti dengan sarung mandi itu. 

Setelah pekerjaan dengan segala edit mengedit itu aku pun berganti baju dengan sarung mandi, mengambil handuk juga keranjang berisi perlengkapan mandi pribadiku kemudian menyusul Siva ke sumur. 

Saat sampai hanya ada aku berdua dengannya. Sudah dua hari ini kami selalu mandi sebelum waktu ashar tiba, karena setelah itu sumur ini akan dipenuhi oleh pekerja kapal yang bersandar di dermaga yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumah dan sumur.

"Luluran, yuk!" Siva mengeluarkan setoples lulur yang entah dari mana ia dapatkan.

"Dapat dari mana ini?"

"Shuut! Jangan bilang-bilang ke yang lain ya? Ini aku bawa dari kemarin sebenernya cuman ga aku keluarin aja." Ungkapnya sambil membuka toples yang masih bersegel itu.

Tangannya membuka segel di tutup dan aroma melati juga lavender kini memenuhi penciuman ku. Segar sekali, aku jadi tidak sabar mencobanya. 

"Kita pakai di tangan sama kaki dulu, ya. Setelah itu punggung ntar gantian." Komandonya dan aku pun mengangguk mengiyakan. 

Krim dengan tekstur berpasir oleh scrup itu kini menutupi lengan atas, bawah dan punggung kedua tangan kami. Siva sudah menutupi kakinya dengan lulur sedangkan aku masih menggunakannya di daerah bawah leher. 

"Lu dulu sini gue pakein di punggung!" Perintahku dan ia pun menurut kemudian saat giliran ku yang akan di pakaikan di punggung. 

"RONA!" Panggilan itu menghentikan tangan Siva yang akan mengoleskan lulur pada punggungku. Walaupun tidak terlihat karena tertutup rerumputan aku tau itu panggilan dari suara Iskandar.

"APA?" 

"Dipanggil bang Aron, lu!" Mendengar penuturannya aku hanya bisa menghembuskan nafas kesal dan menggosok tanganku sendiri untuk membersihkan lulur yang mulai mengering.

"Ntar! Gue baru mulai mandi ini!"

"Buruan!" 

"Iya! Sabar!"

"Ada tamu, noh! Naik buruan!"

"Ya Allah, kagak bisa yang lain apa?"

"Kagak! Katanya musti elu yang naik!"

"Sabar!!!" Akhirnya aku harus mengalah dan mandi dengan terburu-buru dengan bantuan Siva yang ikut membersihkan tubuhku. 

Biasanya aku akan berganti pakaian sekalian di sumur tapi karena kepepet seperti tadi aku pun terpaksa naik dengan sarung basah dan handuk yang menutupi kepala hingga dada. 

Di sana ada Aron, Lulu dan seorang ibu-ibu yang menggunakan baju olahraga.

"Lamanya, Bunda kita ini. Ditungguin itu sama tamu kita." Ujar Aron dengan logat khas daerah sini. 

Apa katanya tadi? Bunda? 

Tanpa menanggapi panggilannya tadi aku pun berjalan melewatinya. 

"Bu, maaf ya tadi saya lagi mandi." Ujarku menyalami Ibu-ibu yang ternyata adalah kepala karang taruna di desa ini. 

PINDAH TIDUR| Lokal WENYEOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang