11

212 28 6
                                    

Sudah satu bulan sejak insiden hari itu. Jimin sudah sadar dari masa kritisnya dan sudah di bolehkan pulang ke rumah sejak tiga minggu yang lalu. Saat ini Jimin sedang berada di kamarnya yang sangat gelap karena semua jendela dan tirainya yang masih tertutup rapat, padahal ini sudah pagi.

Jimin terus menangis dan menyesali dirinya yang tak bisa menjaga Yena. Kekasihnya yang hilang entah kemana dan tak tau bagaimana keadaannya.

Akhir-akhir ini Jimin mengalami insomnia dan tak nafsu makan. Area sekitar matanya nampak menghitam dengan kantung mata yang menjadi pelengkapnya. Badannya terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Pipinya pun nampak tirus. Jimin mencengkram rambutnya frustasi.

Tok Tok

Jimin mengangkat kepalanya dan melihat seseorang yang memasuki kamarnya. Jimin tak dapat melihat wajah itu dengan jelas karena kamarnya yang gelap.

"Yena-ya?" gumamnya.

Seseorang itu berjalan melewatinya dan membuka semua tirai serta jendela kamarnya, lalu wanita itu pun berbalik, menatap Jimin sendu.

"Eomma." rengek Jimin.

Seseorang yang dipanggil Eomma itu pun mendekati Jimin dan memeluknya. "Omo, Jimin-ah."

Betapa sakitnya hati Eomma Jimin saat mendengar tangis pilu anak semata wayangnya itu. Eomma Jimin pun sama sedihnya karena Yena yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri hilang entah kemana.

"Tenanglah, nak. Eomma dan Appa mu akan terus berusaha untuk menemukan Yena sesegera mungkin. Sekarang mandilah dan datanglah ke dapur. Kita sarapan, ya?"

Jimin hanya mengangguk lemah mengiyakan.

Jarang sekali mereka berada di rumah. Orangtuanya itu sangat suka bekerja dan Jimin juga sudah terbiasa sendiri.

"Semangatlah. Yena akan kecewa jika ia melihat pipi mochi mu itu menghilang." Ibunya pun berdiri lalu mencium pucuk kepalanya dan berjalan keluar kamarnya.

Jimin mengela napasnya. Ia pun berdiri dan melepaskan pakaiannya lalu berjalan menuju kamar mandi. Jimin menyalakan shower dengan suhu hangat.

Ia memejamkan matanya dan membiarkan air itu membasahi kepala serta badannya.

Pikirannya kembali melayang pada kejadian saat itu. Dimana ia dan Yena mengalami hal yang sangat menyenangkan dalam hidupnya sekaligus sangat menyakitkan. Jimin merasakan sakit di dadanya dan air matanya pun kembali mengalir.

Kriiet

Jimin menoleh ke arah sumber suara. Pintu kamar mandinya terbuka dan memperlihatkan seorang lelaki yang menatapnya mesum. Jimin pun lekas menutupi bagian utamanya dengan tangan.

"Ya! Kim Taehyung sialan! Kau mau mati, ya? Cepat tutup pintunya, bodoh!"

Taehyung tersenyum lebar. "Ehehe. Mianhae."

Pintu pun tertutup.

"Aish! Sialan!"

Ia pun menghela napasnya pelan. Jimin tau jika beberapa hari belakangan ini Taehyung dan Jungkook selalu mampir kerumahnya sepagi ini hanya untuk memastikan keadaannya sebelum pergi ke sekolah.

Jimin pun segera menyelesaikan kegiatannya. Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat Jungkook yang merebahkan diri di ranjangnya dan Taehyung yang memasukkan buku-buku miliknya ke dalam tas.

"Hari ini kau sekolah, ya? Tidak baik berlama-lama menyendiri seperti ini, Jimin-ah." Taehyung pun menatapnya. "Oke?"

Jimin kembali menghela napas.

Something In The Past  •Choi Yena• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang