Pagi tiba dengan cuaca yang cerah. Matahari perlahan naik menghilangkan kabut pagi diikuti dengan suara burung dan kokokan ayam meramaikan suasana.
Tok tok tok!
"Xian'er! Xian'er! Bangunlah!"
Setelah menunggu beberapa saat, Zhen Chen masuk ke kamar Zhen Xian. Membuka jendela kamar dan menarik selimut.
"Bangunlah! Kita harus mengantar bunga ke toko."
Melihat tidak ada reaksi, Zhen Chen hanya bisa menarik paksa Zhen Xian untuk bangun dengan Zhen Xian yang enggan dan terus memaksa tubuhnya untuk kembali berbaring hingga Zhen Chen kehilangan keseimbangan dan terjatuh tepat di atas Zhen Xian.
"Auuhhhh!" teriak Zhen Xian memegang dahinya.
"Apa harus menggunakan cara kasar agar kau bangun?"
"Cepat bangun dan bersiap!" teriak Zhen Chen keluar kamar sambil memegang dahinya.
Zhen Xian keluar rumah dan bergabung ke lahan bunga dengan lainnya. Membantu memetik bunga yang akan siap untuk di jual. Sedangkan Que Mo sibuk membawa pupuk buatan kepada pekerja lain dan sesekali Zhen Xian akan menjelaskan mengenai cara merawat dan memetik bunga.
"Apa kau menyukai chahua?" tanya Que Mo melihat tusuk konde yang terpasang di rambut Zhen Xian.
"Hmm... selain cantik, bunga ini memiliki arti yang indah meskipun mudah layu. Bunga yang melambangkan penyatuan sepasang kekasih atau cinta abadi,"
"Tidakkah hidup akan sangat indah jika bisa bersama dengan orang terkasih yang tak terpisahkan kecuali kematian? Hal ini yang kuharapkan akan terjadi dalam hidupku," ujar Zhen Xian tersenyum.
"Xian'er waktunya kita pergi!" panggil Zhen Chen.
Kedua saudara Zhen lalu pergi dengan membawa dua keranjang bunga pada diri mereka masing-masing. Berjalan sambil bermain dan tertawa bersama dengan Que Mo yang terus memperhatikan hingga keduanya tiba di kota yang ramai dan menyapa orang-orang yang mereka kenal dengan ramah dan segera ke toko bunga.
Setelah selesai mengantar bunga ke toko, mereka mampir ke kedai pangsit biasa mereka kunjungi. Memesan dua mangkok pangsit serta bakpau dan menikmatinya bersama.
"Kau masih saja belum berubah," sambil mengelap mulut Zhen Xian.
"Ge tidak perlu repot mengurusku. Ini makanlah, aaahhh!" Zhen Xian mengambil pangsit sambil meminta Zhen Chen membuka mulut.
"Jika begini orang-orang akan menganggap kalian benar-benar pasangan." Ujar bibi penjual pangsit.
"Aku tidak peduli dengan hal itu." Jawab Zhen Xian cepat.
"Kau gadis muda dan sudah waktunya menikah. Tentu harus menjaga diri agar tidak disalahpahami orang lain." Kata bibi menasehati.
"Bibi, jika mereka tidak menginginkanku maka aku akan hidup selamanya dengan Chen ge. Bagiku itu jauh lebih baik," jawab Zhen Xian menatap Zhen Chen.
"Zhen Chen, sebagai kakak kau harus menasehati adikmu. Kalian sekarang sudah tumbuh bukan anak-anak lagi seperti dulu."
"Baiklah!" jawab Zhen Chen singkat.
Zhen Chen mengeluarkan uang dari sakunya. Memberikan pada bibi penjual pangsit lalu pergi bergandeng tangan dengan Zhen Xian. Melihat-lihat sekitar atau membeli jajanan tanpa melepaskan pegangan tangan mereka.
"Apa yang terjadi? Kenapa begitu ramai di sana?" tanya Zhen Xian penasaran.
Tak jauh dari posisi mereka, terlihat orang-orang berkumpul di depan dinding pengumuman yang membuat penasaran Zhen Xian kemudian menarik Zhen Chen untuk mendekat.
"Pengumuman dari kerajaan... kompetisi... kerajaan mengadakan kompetisi mendekorasi ulang tahun taizi," gumam Zhen Xian yang membaca.
(Taizi itu berarti putra mahkota)
"Ge! Bagaimana? Apa kau tertarik ikut?" tanya Zhen Xian.
"Entahlah... menurutmu?"
"Tentu saja ikut. Mungkin saja setelah itu nama Zhen Chen akan dikenal di seluruh penjuru kota," jawab Zhen Xian dengan penuh senyum sambil merentang lebar kedua tangannya.
Saat itu, sebuah tandu dengan kuda yang menarik berjalan perlahan. Terdapat beberapa pengawal juga pelayan yang menemani.
Seluruh orang yang berada di lokasi bersujud menundukkan kepala, menghadapkan wajah ke tanah tak terkecuali Zhen Chen dan Zhen Xian yang berdiri di sana hingga tandu lewat dan kondisi kembali seperti semula.
"Ayo kita kembali," kata Zhen Chen mengulurkan tangan.
"Bukankah tadi taizifei ? Aku penasaran secantik apa dirinya," kata Zhen Xian sambil bangun menerima uluran tangan Zhen Chen.
(Taizifei berarti putri mahkota)
"Yang pasti jauh darimu." Canda Zhen Chen.
Mendengar candaan Zhen Chen tidak membuat Zhen Xian marah tapi hanya mendesah kecil.
"Jadi apa kau akan ikut?" tanya Zhen Xian yang menunjuk pengumuman.
"Akan kucoba," jawab Zhen Chen.
Seketika Zhen Xian teriak kegirangan yang membuat semua orang melihat ke arahnya. Tapi dia tidak peduli dan terus saja melakukannya hingga Zhen Chen menarik pergi dirinya.
"Ge, aku akan menemanimu daftar besok."
"Sekalipun aku melarang kau tidak akan mendengar." Jawab Zhen Chen.
Mereka kemudian kembali pulang, menceritakan semua kepada kedua orang tua mereka saat makan bersama. Menyiapkan pakaian yang akan digunakan besok hingga malam semakin larut.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Zhen Chen.
"Hanya tidak bisa tidur dan menghirup udara segar."
Zhen Xian menyenderkan kepalanya ke bahu Zhen Chen dan merangkul tangannya pada lengan Zhen Chen.
"Besok kita harus berangkat pagi jadi tidurlah lebih awal." Kata Zhen Chen.
"Tubuhmu sangat hangat dan terasa nyaman," kata Zhen Xian memejamkan matanya.
Zhen Chen kemudian menyenderkan kepalanya pada kepala Zhen Xian dan memejamkan matanya juga. Terlihat keduanya sangat nyaman dan tidak ingin terpisah dalam waktu dekat meskipun semilir angin malam berusaha mengganggu mereka.
Saat itu, tanaman chahua yang tertanam dekat rumah tiba-tiba mengeluarkan putik bunga layaknya sihir. Sementara mereka hanya tersenyum dalam posisi yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Spring (End)
Historical FictionAmazing Cover by @hayylaaa (Sebagian besar chapter telah dihapus) Mo Bian seorang dewa musim yang menjalani ujian percobaan dunia manusia. Dilahirkan dalam keluarga jenderal yang dituduh berkhianat oleh raja bernama Wei Lang, mengharuskan seluruh Kl...