Chap 01

1.1K 50 13
                                    

Cerita ini terinspirasi dari drakor yang berjudul "The Legend of The Blue Sea".


Dulu, keluarga ku sangat harmonis. Hubungan kedua orang tua ku sangat rukun, mereka sangat mencintai aku yang merupakan anak satu satunya.

Rumah kecil ini terasa sangatlah hangat, aku sangat mencintai keluarga ku.

Ibu merupakan seorang ibu rumah tangga, dan ayah seorang pembisnis. Ayahku memiliki perusahaannya sendiri, beliau memulai usahanya dari 0.

Ayah bekerja sangat keras demi membangun perusahannya tersebut hingga berkembang besar.

Dan di saat usiaku sepuluh tahun, perusahaan ayah sudah berkembang. Ayah menjadi seorang CEO dan kami memiliki rumah yang sangat besar.

Pada awalnya hubungan keluarga ku ini masih sangat harmonis dan hangat, hingga datang seorang wanita yang merupakan teman sekolah ibu datang ke rumah kami.

Wanita itu mengeluh akan susahnya dia selama ini berjuang hidup membesarkan anaknya seorang diri karena suaminya tlah meninggal.

Lalu ibu memintanya untuk datang ke kantor ayah dan meminta bantuan padanya.

Setahun berlalu sejak kejadian itu, aku yang baru berusia sebelas tahun masih tidak dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi, dan apa itu perceraian.

Wanita teman ibu yang bernama Hana membawa anak laki lakinya yang bernama Ben masuk ke dalam rumah kami.

Dan ibu yang mencoba untuk tegar pergi meninggalkan rumah, dan meninggalkan ku disini.

Saat itu aku menangis begitu kerasnya dan berteriak teriak memanggil ibu agar tidak pergi meninggalkan ku.

Waktu pun berlalu, kini aku sudah sekolah di menengah pertama. Ibu tiriku sangat bersikap baik di depan ayah, namun di belakang itu, aku slalu di siksa olehnya. Hingga tubuhku penuh dengan luka luka.

Dan saat malam tiba, di dalam kamarku, aku memeluk foto ibu dan menangis tersedu sedu.

"Ibu... Ibu... Aku merindukan mu bu..." Ucapku sedih.

Ben memasuki kamarku dan merebut foto ibu dari pelukanku.

"Masih saja kau lihat foto wanita ini? Kau itu sudah di buang oleh ibumu, buktinya dia pergi begitu saja tanpa membawamu.

Saat ini kau sudah memiliki ibu baru, yaitu ibu ku. Jadi berhentilah menangis seperti ini, kau mengganggu ku di setiap malamnya." Seru Ben dengan membanting foto ibu hingga bingkai fotonya hancur.

"Kau bajingan, beraninya kau merusak foto ibuku." Geramku dan aku mencoba untuk memukulnya.

"Buaaak..." Aku pun berhasil memberikan pukulan pada pipinya itu. Lalu ayah datang di saat bersamaan.

"Saka, apa yang kau lakukan? Berani sekali kau memukul kakak mu!" Ucap ayah kepadaku, dan ayah melihat pipi Ben yang tadi ku pukul.

"Apa ini sakit?" Tanya ayah pada Ben.

"Tidak kok yah." Jawab Ben.

"Sebenarnya ada apa malam begini kalian ribut sekali?" Tanya ayah dengan melihatku dan tangannya yang merangkul pada Ben.

Aku sudah membuka mulut untuk mengatakan kepada ayah, tapi Ben lebih dulu bicara.

"Aku tidak sengaja menjatuhkan foto miliknya yah, aku sudah meminta maaf tapi Saka memarahiku dan memukulku." Ujar Ben dengan wajahnya yang sedih.

"Saka! Siapa yang mengajarimu seperti itu hah?! Ben sudah minta maaf seharusnya kau memaafkannya bukan memukulnya, terlebih lagi hanya tidak sengaja.

Selain itu ayah juga sudah menyuruhmu bukan untuk membuang foto itu? Kenapa kau masih menyimpannya?!" Seru ayah dengan nada tingginya.

"Itu foto ibuku yah, mana mungkin aku membuangnya." Ucapku.

"Ini terakhir kalinya ayah memperingatimu untuk membuang foto itu. Ayo Ben kita keluar." Ujar ayah.

Ketika ayah baru melangkahkan kakinya, Ben melihat ku dengan tersenyum sangat picik hingga membuatku naik darah.

Segera aku raih dirinya dan memukul kembali wajahnya, Ben menjatuhkan dirinya tepat pada pecahan kaca bingkai foto itu dengan menarikku.

"Saka!" Bentak ayah yang melihatku memukul Ben.

Tangan Ben tertancap beling kaca itu, dan ayah membantu Ben untuk berdiri.

"Ya ampun lihat tanganmu ini, ayo kita pergi ke rumah sakit untuk mengobatinya." Ucap ayah dengan merangkul Ben keluar kamar.

Sementara itu tanganku pun mengeluarkan darah tiada henti, darah yang lebih banyak dari pada Ben. Karena tanganku juga tertancap beling kaca lebih banyak dari Ben.

Aku hanya menangis tanpa bersuara menerima perlakuan ayah yang tidak lagi menyayangiku seperti dulu.

Lalu kepala pembantu rumah tangga datang ke kamarku dengan membawa peralatan p3k.

"Ya ampun tuan muda, sini tuan duduk biar bibi obati lukamu." Seru bibi Kanae.

Aku masih terdiam dan mengikuti perkataan bini Kanae untuk duduk, dan bibi mengobati luka ku.

Bibi mengeluarkan pecahan kaca yang menancap di tangan hingga tiada tersisa lagi, lalu membersihkan luka ku serta membalutnya dengan perban.

"Tuan muda mau makan? Biar bibi siapkan makanannya?" Tanya bibi Kanae yang usai mengobati luka ku.

"Aku tidak lapar bi, aku merindukan ibu. Aku ingin tinggal bersama ibu, bi." Seru ku dengan air mata yang terus mengalir.

"Sabar tuan muda, tuan pasti dapat bertemu dengan nyonya. Bukan kah tuan sedang menabung untuk menyewa detektif agar menemukan nyonya?"

"Iya bi, aku masih mengumpulkan uang."

"Kalau begitu, tuan muda harus sabar sedikit lagi. Bibi yakin setelah itu tuan muda akan segera bertemu dengan nyonya."

Dan selama ini aku terus sabar menerima perlakuan buruk ibu tiriku. Orang itu slalu mencari cari kesalahan ku agar dia bisa memberiku hukuman atau memukuliku.

Di saat ibu tiri ku hendak memukuliku, orang itu slalu menyuruhku melepaskan baju agar baju yang ku kenakan tidak rusak akibat kekerasan yang dia lakukan padaku.

Dia melukai tubuhku di bagian yang tak terlihat, sehingga ayah tidak pernah tau kalau ibu tiriku slalu menyiksaku.

Tidak ada seorang pun yang berani menceritakan kebenarannya pada ayah karena mereka semua di ancam oleh ibu tiriku.

Malam ini akan ada pesta ulang tahun kantor ayah, mereka semua sibuk mengurus dirinya masing masing agar terlihat sangat sempurna.

Sementara aku hanya berbaring di kasur karena aku sedang demam.

"Dimana Saka?" Tanya ayah pada ibu tiriku dimana mereka sudah siap dan berada di ruang tamu.

"Saka tidur, ku rasa dia kelelahan karena belajar. Kan saat ini Saka sedang ujian." Jawab ibu tiriku.

"Begitu ya... Ya sudah ayo kita pergi sekarang agar tidak terlambat." Ujar ayah dan mereka semua pergi meninggalkan ku di rumah yang sedang sakit.

Aku yang berbaring di kamar menangis dan berseru memanggil ayah, "Ayaah... Jangan pergi, Saka lagi sakit yah.. Hiks... Hiks... Ayah...."

Bibi Kanae menemui ku di kamar dengan membawa kompresan untukku.

"Sabar ya Saka, jangan menangis lagi. Ada bibi disini yang akan merawat Saka. Bibi juga sudah memanggil dokter keluarga untuk memeriksa mu." Ucap bibi Kanae.

Tak lama kemudian dokter Joe datang dan bibi mengantar dokter Joe menuju kamarku.

Saat tubuhku di periksa oleh dokter Joe, sekilas ia melihat ada memar di dekat kerah piyamaku. Dan dokter Joe terlihat sangat ingin tau ada apa dengan memar itu.

Broken Home (Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang