Dokter Joe menatap Dino serta Eza. Dino menatap balik seakan ingin meyakinkan dokter Joe, sementara Eza hanya membuang pandangannya.
"Baiklah aku mengerti, maaf aku lupa kalau profesi kalian itu seorang penipu sudah pasti kalian ingin menghindari polisi." Ucap dokter Joe yang membuat Dino dan Eza terkejut hingga membuka lebar kedua matanya.
"Ba-bagaimana dokter bisa tau?" Tanya gugup Dino.
"Saga yang memberitaukannya padaku, tenang saja aku tidak akan melaporkannya ke polisi karena kalian sudah merawat Saka hingga saat ini.
Nah Saka sudah di pindahkan ke kamar, kalian bisa kesana untuk melihat kondisinya. Jika dia sudah terbangun segera panggil aku, mengerti?"
"Iya saya mengerti."
Beberapa jam kemudian Saka terbangun, Eza segera memanggil dokter Joe untuk di periksa kembali.
Usai memeriksa keadaan Saka, dokter Joe bertanya kepadanya. "Ini jelas percobaan pembunuhan, bagaimana jika kita laporkan pada polisi?"
Saka terdiam sejenak sebelum menjawabnya, "Tidak usah dokter Joe, biar aku sendiri yang mencari bukti dan pelakunya. Kalau sudah ku dapatkan baru aku melaporkannya pada polisi."
"Apa kau dapat menduga siapa pelakunya? Atau mungkin ada seseorang yang membencimu? Itu bisa memperkecil pencarianmu."
"Aku tidak memiliki teman atau pun musuh, jadi ku rasa...."
Saka menghentikan perkataannya, karena terlintas dalam benaknya yang mungkin saja ingin membunuhnya."Ada apa? Apa ada seseorang yang kau curigai?" Tanya Dino.
"Ah tidak, bukan apa apa." Ucap Saka yang tidak ingin memberitaukan kepada orang orang tentang siapa yang terlintas di benaknya.
Keesokan harinya, Saka merasa bosan hanya tidur di kamarnya. Akhirnya ia memutuskan untuk berjalan jalan di sekitar rumah sakit.
Dokter Joe membawanya pergi dengan menggunakan kursi roda, saat berada di tengah jalan dokter Joe di panggil oleh suster karena ada pasien yang harus di periksa.
Saka tidak masalah ditinggalkan sendiri, ia pun berusaha berjalan dengan menggerakkan roda.
Belum jauh Saka menjalankannya, kursi roda tersebut terhenti karena ada seseorang yang berdiri tepat di hadapannya.
"Ben..." Seru Saka.
"Apa yang terjadi denganmu Saka?" Tanya Ben yang nampak cemas.
"Bukan urusanmu, minggirlah dari hadapanku." Ketus Saka.
"Saka, aku tidak mau kita terus seperti ini. Ayo kita bicara."
Dengan terpaksa Saka menerima tawarannya, Ben membawanya ke halaman belakang rumah sakit dan mereka memulai percakapan disana.
"Sebelumnya aku ingin meminta maaf atas apa yang ku lakukan padamu dulu. Waktu itu aku juga masih anak anak, dan kau tau kan kalau aku tidak memiliki ayah sejak aku lahir.
Aku sangat menginginkan perhatian dan kasih sayang dari seorang ayah, begitu ibuku menikah dengan ayahmu, aku merasa sangat senang sekali.
Pada akhirnya apa yang ku inginkan sejak kecil dapat terwujud juga. Aku menjadi egois dan menginginkan lebih dari itu semua, sehingga aku harus menyingkirkanmu karena aku tidak mau perhatian ayah terbagi denganmu yang merupakan anak kandungnya.
Saat itu aku berharap kalau aku ingin menjadi satu satunya anak ayah, dan aku bisa memiliki semua yang ku inginkan.
Meski begitu aku tulus menyayangi ayahmu layaknya ayah kandungku.Sekarang karena aku sudah dewasa, aku mengerti dengan keegoisanku dan aku sangat menyesalinya.
Jadi Saka, maukah kau memaafkanku? Aku tau ini semua sudah terlambat tapi aku sungguh menyesalinya, maaf Saka." Tutur Ben menjelaskan.
"Slalu itu yang kau katakan, aku benar benar bosan mendengarnya. Semua sudah berlalu lama, tidak ada gunanya kau meminta maaf karena waktu tidak dapat kembali atau pun keadaan yang berubah." Ucap Saka.
"Aku tau itu, tapi aku sungguh menyesal dan ingin meminta maaf padamu. Setiap harinya aku slalu tersiksa dengan dosa ini."
"Oh, kalau begitu hiduplah selamanya dengan penyesalan dan teruslah tersiksa." Seru Saka dengan senyumannya yang jahat membuat Ben mematung dan berwajah sedih.
"Haah... Aku hanya bercanda. Lupakan saja itu sudah berlalu lama." Sambung Saka yang tidak tega melihat wajah sedih Ben.
"Kau mau memaafkanku?"
"Iya ku rasa..."
"Kalau begitu aku akan bicara pada ayah agar kau bisa kembali tinggal di rumah."
"Tidak perlu, aku sudah terbiasa hidup sendiri dan merasa senang dengan kehidupanku saat ini.
Jika aku kembali ke rumah, aku tidak tau hal apa yang akan ibumu lakukan padaku lagi."
"Soal itu... Saka, apa sebelum ini kau berada di wilayah K?"
"Darimana kau tau? Dan juga soal kecelakaan ku waktu itu, bagaimana kau bisa tau?"
"Ternyata benar...."
"Apanya? Katakan padaku?" Tanya Saka penasaran.
"Sepertinya pelaku yang berusaha untuk membunuhmu itu adalah ibuku. Dua kali aku tidak sengaja mendengar panggilannya dengan orang lain di ponsel.
Ibu mengatakan tentang pembunuhan, dan bertanya lokasi orang tersebut. Tapi aku tidak tau siapa yang ingin di bunuhnya.
Sekarang aku jadi tau kalau rupanya kau yang di incar oleh ibuku, maaf atas nama ibu ku Saka. Aku akan menghentikan tindakannya."
"Aku sempat menduganya jika ibumu pelaku di balik ini, karena aku pernah mendengar pembicaraan ibumu dengan pengacara ayah.
Ibu mu menanyakan soal surat wasiat yang baru saja dibuat oleh ayah, dan semua warisan itu jatuh padaku.
Mungkin karena tidak ada sedikitpun harta ayah yang jatuh padamu, ibu mu berpikir untuk membuatku mati.
Dengan begitu, kau lah satu satunya yang tersisa untuk memiliki warisan ayah. Jadi bagaimana Ben? Apa kau akan tetap menghentikan ibumu, atau bersengkokol dengannya untuk membunuhku?
Ingatlah, tidak ada 1% harta ayah yang akan kau dapatkan jika aku masih tetap hidup."
Ben tersenyum pada Saka dan berkata, "Aku tidak perduli soal harta, aku tidak serakah seperti itu.
Lagi pula semua harta itu milik ayahmu, sudah pasti kau yang merupakan anak kandungnya untuk mewarisinya.
Sementara aku hanya orang luar, aku sudah cukup mendapatkan kasih sayang dari ayahmu dan segala materi serta pendidikan.
Meski pun aku tidak memiliki sedikit pun harta dari ayah, aku masih bisa berdiri dan bertahan hidup dari pengalaman yang ayah berikan padaku.
Jadi aku akan menghentikan ibu ku dan melindungi mu. Aku janji padamu Saka."
"Benarkah? Apa ini cuma akting yang kau lakukan agar aku percaya padamu? Dan diam diam di belakangku kalian bekerja sama dengan ibu mu."
"Kau bisa percaya padaku, sejujurnya aku juga tidak suka dengan perbuatan ibuku ini. Jika kau ragu denganku, aku tidak masalah.
Sudah sewajarnya kau meragukan ku, aku tidak masalah jika kau tidak dapat mempercayaiku sepenuhnya.
Tapi aku tetap dengan pendirianku, aku akan berusaha menghentikan ibuku serta akan melindungimu, aku janji."
"Ben, boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
"Tentu saja, apa yang ingin kau tanyakan?"
"Bagaimana kabar ayah? Selama ini dia tidak pernah sakit kan? Dia selalu sehatkan."
"Iya, ayah selalu sehat. Ayah menjaga pola makannya dan rutin berolahraga agar tidak mudah sakit.
Cobalah sesekali kau temui ayah, aku yakin ayah akan senang melihatmu. Karena ayah merindukan mu."
"Baguslah kalau dia selalu sehat. Akan sangat buruk jika sampai sakit dan menderita karena telah mengusirku dulu."
'Apanya yang senang melihatku? Kemarin saat kita bertemu saja, dia nampak biasa saja. Sepertinya orang tua itu tidak pernah merindukan ku.' Ucap Saka dalam hatinya. Ia mengeluh akan sikap ayahnya karena terlihat biasa saja saat mereka bertemu untuk pertama kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (Ended) [Revisi]
General FictionAkan di revisi! Cerita ini terinspirasi dari drakor yang berjudul "The Legend of The Blue Sea.". Saat usia ku 11 tahun ibu ku pergi meninggalkan ku karena ayah menikah lagi dengan seorang wanita yang merupakan teman ibuku. Aku bertahan di rumah dari...