Sesampainya di rumah, Saka langsung menuju kamarnya dan mengunci diri di dalam. Dino serta Eza hanya memandanginya saja dari ruang santai.
"Ada apa dengan anak itu?" Tanya Dino yang memandang Eza, dan Eza menjawab "Entahlah..."
"Kak Dino, kak Eza, Rio pulang." Sapa Rio.
"Selamat datang Rio, oh ya... Semua barang barangmu sudah kak Dino masukkan ke dalam kamarmu.
Dan milik ibu juga sudah saya taruh di kamar ibu, untuknya saja tiap tiap kardus di tuliskan nama pemiliknya, jadi mempermudah kami berdua untuk membantu." Seru Dino.
"Terima kasih nak Dino dan nak Eza." Ucap Chita.
"Terima kasih banyak kak Dino, kak Eza... Besok Rio mau merapikannya, sekarang Rio mau tidur sudah ngantuk.
Tadi Rio makan enak sebelum pulang ke rumah, dan kita bertemu ayah. Tapi kakak lagi bertengkar dengan ayah, terus kakak pergi deh ke mobil.
Padahal Rio pengen banget kita semua kumpul dan makan bersama. Selamat tidur kak Dino dan kak Eza." Ucap Rio dengan lugunya dan berlari menuju kamarnya.
"Jangan lari nak." Ucap Chita memperingati Rio.
"Setelah kenal dengan Rio, sifat mereka berdua benar benar berbeda. Rio masih sangat lugu dan polos, beda sekali dengan Saka.
Saat dia datang ke tempatmu, anak itu sudah benar benar keras kepala dan tidak sopan. Bahkan tidak ada polosnya sama sekali." Keluh Eza.
"Kau benar, aku tarik kembali ucapanku tempo hari yang mengatakan sifat mereka sama." Lanjut Dino.
"Ibu mewakili Saka meminta maaf kepada kalian." Ucap Chita yang masih berdiri disana.
Dino dan Eza asal bicara mengeluh akan sifat Saka, tanpa mereka sadari kalau Chita ibunya masih berdiri di dekatnya.
"Ibu tidak perlu meminta maaf, kami tidak benar benar mengatakan demikian. Maafkan kami bu." Ujar Dino yang berusaha meluruskan perkataanya serta Eza, takut jika ucapannya menyinggung hati Chita.
"Tidak apa, ibu permisi ke kamar dulu ya."
Chita pun berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai bawah, sementara Rio menempati kamar yang berada di lantai dua tepat di samping kamar Saka.
Sedangkan Dino dan Eza, mereka menempati kamar sendiri sendiri di lantai dua yang berada di sebrang kamar Saka dan Rio.
Yaa rumahnya Saka cukup besar, dia mendesain sendiri rumahnya dan memiliki enam kamar tidur, tiga kamar mandi, kolam renang serta satu kamar mandi khusus untuk kolam renang.
Saat rumahnya sudah usai dibangun, Saka suka merasa kesepian tinggal di rumahnya yang cukup besar ini. Meski pun masih kalah besarnya dengan rumah ayahnya.
Sejak saat itu, ia terus berharap dan menanti dimana ibunya dapat tinggal bersama dengannya.
Ketika Dino dan Eza pindah ke rumahnya untuk bersembunyi dari polisi, secara diam diam di kamarnya Saka selalu merasa bahagia.
Karena kehadiran mereka berdua membuat rasa kesepian Saka menghilang. Itu sebabnya saat Yua dari kepolisian sudah membuat perjanjian kepada mereka untuk tidak menangkapnya sampai Hans tertangkap, Saka tidak mengusirnya pergi untuk kembali ke rumahnya masing masing.
Saka tetap membiarkan mereka berdua tinggal di rumahnya, dan tidak pernah menyinggung persoalan itu.
Di tambah lagi, adik serta ibunya kini sudah pindah ke rumahnya. Harapan Saka akhirnya terwujud, ini benar benar membuatnya sangat bahagia.
Meski ia sangat kesal karena ayahnya, dan mengabaikan semua orang dengan mengurung diri di kamar.
Namun pada kenyataannya, Saka bersorak bahagia dengan kehadiran mereka semua yang berada di rumahnya.
Hingga membuatnya tidak dapat tidur.Keesokan harinya, sekitar jam enam pagi Saka akhirnya dapat memejamkan kedua matanya.
Naasnya, baru saja ia tertidur selama tiga puluh menit, Rio masuk ke dalam kamar kakaknya dan membangunkan Saka.
"Rio, kakak baru saja tidur. Biarkan kakak tidur sebentar lagi, kakak sangat mengantuk." Keluh Saka yang tidak mau beranjak dari kasur, sementara Rio terus menerus menarik tangan Saka.
"Ayo kak, cepat mandi dan bersiap! Pagi ini kan kita mau pergi ke sekolah untuk mendaftarkan ku dan aku juga ingin melihat gedung sekolah tersebut." Seru Rio.
"Tapi Rio kakak masih sangat ngantuk, kakak baru saja tidur. Kamu pergi saja dengan ibu dan kak Dino atau pun kak Eza."
"Gak mau! Rio mau nya sama kak Saka juga ibu! Rio gak mau sama orang lain!"
"RIO...! Jangan merengek seperti itu! Kamu ngertikan apa yang kakak bilang! Kakak bilang kamu pergi saja dengan yang lain, kakak ngantuk karena baru saja tidur!" Bentak Saka dengan suaranya yang tinggi.
Rio terkejut mendengar kakaknya membentak dirinya, hingga membuatnya menangis terisak isak dan pergi berlari menuju ibunya.
"Ada apa sayang? Kenapa pagi pagi begini kamu menangis?" Tanya Chita yang sedang menyiapkan sarapan pagi.
"Kak Saka bu, hiks... Hiks... Kak Saka tadi marahin Rio." Keluh Rio yang memeluk ibunya tanpa mau melepaskan.
Saka yang melihat adiknya berlari dari kamarnya dengan menangis, menjadi merasa bersalah dan menghampirinya.
Saka menarik adiknya itu yang sedang memeluk sang ibu dan mengusap lembut kepalanya.
"Berhenti menangis, kamu itu anak laki! Anak laki tidak boleh cengeng! Maafkan kakak ya Rio sudah membentakmu." Ucap Saka.
"Asal kakak mau pergi dan tidak menyuruh kak Dino atau pun kak Eza yang pergi denganku, Rio akan memaafkan kakak." Seru Rio yang berusaha menghentikan tangisnya.
"Iya kakak akan pergi denganmu."
Setelah itu Saka, Rio dan juga ibunya pergi menuju sekolah yang di inginkan Rio seusai sarapan dan mandi.
Ketika Chita sedang mengurusi kepindahannya dengan kepala sekolah disana, Saka menemani Rio berkeliling sekolah.
Dalam perjalanan pulangnya, Saka mendapati sebuah mobil sedang mengikutinya. Mobil yang sama dengan yang pernah membuat Saka celaka.
Saka nampak panik namun ia tidak ingin mengatakan kepada ibunya, dia tidak ingin membuat ibunya serta Rio cemas dan mengalami hal yang sulit.
Karena Saka tidak bisa membawa mobil dengan cepat, ia terus berpikir langkah apa yang harus ia lakukan agar ibu dan adiknya selamat dan tidak ikut serta dalam masalahnya ini.
Diwaktu yang bersamaan, ada panggilan masuk di ponselnya Saka.
Ia melihat siapakah yang sedang menghubunginya saat ini."Yua." Nama yang tertampil di display ponselnya.
Saka segera memasangkan earphone dan menjawab panggilan dari Yua, dan sebisa mungkin ia berusaha bicara seperti biasanya agar ibunya tidak tau kalau Saka sedang panik dan ketakutan.
"Dimana kau sekarang pak?" Tanya Saka segera setelah ia menjawab panggilan dari Yua.
"Huh, sekarang aku berada di kantor. Saka, ada yang...." Ucap Yua terhenti karena Saka memutuskan panggilannya.
'Bagus, jalanan ini searah dengan kantornya Yua. Aku akan segera belok kesana dan berlindung untuk sesaat.' Ucap Saka dalam hatinya.
Ia berusaha memberanikan dirinya untuk menambah kecepatan mobilnya itu.
Saka pun bertanya tanya, kenapa orang ini berani bertindak di pagi hari yang akan menjelang siang ini? Karena keadaan saat ini cukup ramai.
Tidak mungkin seorang pembunuh berdarah dingin ini melakukan tindakan di depan banyak orang.
Itu hanya akan merugikannya karena ia pasti akan mudah di tangkap. Dan sesaat Saka terlintas dalam benaknya, 'Mungkinkah orang itu....'
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Home (Ended) [Revisi]
General FictionAkan di revisi! Cerita ini terinspirasi dari drakor yang berjudul "The Legend of The Blue Sea.". Saat usia ku 11 tahun ibu ku pergi meninggalkan ku karena ayah menikah lagi dengan seorang wanita yang merupakan teman ibuku. Aku bertahan di rumah dari...