Chap 04

398 32 5
                                    

Ayah terlihat sangat kesal mendengar apa yang sudah ku katakan, sehingga... "Plaaak..." Ayah menamparku dengan sangat keras hingga membuat ujung bibirku berdarah.

"Selama ini ayah selalu diam dengan semua perilaku mu! Bisa bisanya mulutmu bicara dengan sangat kasar!

Ayah sudah lelah dengan sikapmu, pergi kau dari rumah dan tinggal saja dengan ibu mu itu!" Ucap ayah dengan amarah.

"Jadi ayah lebih memilih wanita jalang itu dari pada aku yang merupakan anak ayah?

Ayah slalu mendengarkan apa yang di katakan olehnya, slalu dan slalu seperti itu. Dan ayah tidak pernah percaya dengan apa yang ku katakan.

Slama ini aku yah yang slalu bertahan untuk tetap tinggal di neraka ini! Aku yang sudah lelah menerima perlakuan kejam dari jalang itu, dan rasa sakit karena ayah ku sendiri lebih percaya dengannya.

Ayah tidak pernah perduli lagi denganku! Ayah tidak sayang lagi denganku! Bahkan disaat aku sedang sakit ayah tidak lagi ada disampingku! Aku merindukan ayah ku yang dulu, kau bukanlah ayahku!"

Ayah menaikkan tangannya dan hendak menamparku lagi. Dan aku menegakkan kepala ku seolah telah siap untuk menerima tamparan itu.
Namun ayah tidak lagi menggerakkan tangannya.

"Kenapa ayah tidak jadi menamparku? Ayo yah tampar aku lagi, pukul aku! Kenapa berhenti? Ayo yah pukul, pukul aku, pukul..." Seru ku dengan menarik tangan ayah dan mengarahkannya ke pipiku.

Tapi ayah menarik tangannya dan tanpa berkata apa pun, ayah pergi meninggalkan ku. Lalu Hana ibu tiriku masuk ke kamar dan memberikan ku senyuman bahagianya.

Aku yang melihat itu menjadi geram, dan wanita itu pergi menghampiri ayah.

Tak lama kemudian aku memasukkan beberapa baju, dompet, ponsel serta laptop. Semua yang ku anggap sangat ku butuhkan, aku masukan ke dalam tas.

Memang ayah tidak mengatakan lagi kalau ayah mengusirku, tapi aku sudah merasa di usir dengan ucapannya yang pertama. Sehingga malam ini aku akan pergi meninggalkan rumah.

"Tuan muda Saka, ini sudah malam. Tuan muda mau pergi kemana dengan membawa tas besar itu?" Tanya bibi Kanae yang melihatku membuka pintu rumah.

"Aku mau pergi bi, aku akan mencari ibu." Jawabku.

"Tapi tuan muda kan sudah menyewa detektif, tuan muda hanya perlu bersabar sedikit lebih lama lagi."

"Itu tidak mungkin bi, karena ayah baru saja mengusirku."

"Mengusir tuan muda? Tuan? Itu tidak mungkin kan tuan muda, tuan besar sangat menyayangi tuan muda Saka.

Jadi tidak mungkin kalau tuan besar mengusir tuan muda, ayo masuk tuan muda, dan coba kembali bicarakan ini dengan tuan besar." Bujuk bibi Kanae yang nampak sedih melihatku.

"Biarkan saja dia bi, anak itu memang sudah di usir oleh ayah. Itu salahnya, karena tidak bisa membalas kebaikan yang sudah ayah kasih." Saut Ben yang entah darimana dia datang di antara kita.

Aku menatap Ben dengan penuh kebencian dan ku langkahkan kaki ku untuk meninggalkan rumah.

Pertama kali yang ku lakukan ketika berada di luar rumah yaitu, menuju atm center untuk mengambil semua uang yang ada di tabungan ku sebelum ayah memblokirnya.

Dan di malam ini aku menuju restaurant dimana kak Juna selalu datang di setiap malamnya. Aku menunggunya hingga akhirnya dia keluar dari restaurant itu, dan segera aku menghampirinya.

"Penipu! Kau penipu! Tante jangan percaya dengan orang ini, dia ini seorang penipu!" Seru ku yang datang menghampiri kak Juna yang saat itu sedang bersama seorang wanita tua.

Wanita itu nampak terkejut dan pergi meninggalkan kita dengan raut wajahnya yang sangat marah.

"Apa yang kau lakukan?!" Tanya kak Juna padaku.

"Kau penipu! Sudah lama aku menunggu kabar darimu tapi kau tidak pernah memberiku kabar. Bahkan ponselmu tidak bisa ku hubungi!" Seru ku.

"Tenanglah... Bagaimana kalau kita pergi ke kedai kopi dan kita bicarakan ini secara baik baik." Bujuk kak Juna.

Aku pun mulai menenangkan diri dan mengikuti setiap langkah kak Juna yang berjalan tepat di depanku.

Sesampainya di kedai kopi, aku hanya diam dan membiarkan kak Juna yang memulai percakapan di antara kami.

"Apa yang harus ku katakan padamu... Hmm... Ok, aku mengaku kalau aku ini seorang penipu. Dan aku akan segera mengembalikan uang mu itu." Ucap kak Juna.

"Aku tidak membutuhkan uang itu, kau hanya perlu menemukan ibuku." Ketusku.

"Mencari orang itu bukanlah hal yang mudah, dan kau pun mengerti itu kan? Bahkan kau seorang hacker saja masih tidak bisa menemukan ibumu.

Berapa lama kau berada diluar tadi? Ini sudah larut malam bukan? Apa kau tidak akan di marahi ayahmu kalau pulang selarut ini?"

"Aku berada cukup lama disana, dan aku tidak akan di marahi oleh ayah. Karena aku baru saja di usir dari rumah."

"Kau di usir? Hahaha... Kasian sekali kau ini, masih sangat muda untuk dapat bertahan hidup di dunia luar."

"Kau mengasihaniku tapi kau tertawa."

"Maafkan aku. Lalu kau akan bermalam dimana?"

"Mungkin hotel."

"Hotel? Berapa usiamu sekarang?"

"16 tahun."

"16??? Apa kau kira kau bisa menyewa kamar hotel dengan usia mu yang masih muda ini? Dan lagi kau hanya seorang diri tanpa orang tua.

Ikutlah denganku, ayo kita pergi ke rumahku dan kau bisa tinggal disana untuk sementara waktu."

"Kenapa kau bersikap baik padahal kau seorang penipu."

"Aww ayolah... Meski pun begitu aku masih memiliki hati nurani."

"Hati nurani? Kau saja menipu ku yang masih di bawah umur, apanya yang memiliki hati nurani?"

"Anggap saja uang yang dari mu itu untuk sewa kamar di rumahku, bagaimana?"

"Baiklah."

Lalu aku pun mengikuti kak Juna menuju rumahnya, sesampainya disana aku segera menaruh tas ku di atas sofa miliknya yang berada di ruang santai.

"Kecil sekali rumahmu, dan juga kotor." Gumam ku.

"Bajingan kecil, sudah ku beri izin kau tinggal di rumahku tapi kau menghina rumahku."

"Bagaimana kau bisa hidup dengan rumah yang seperti kandang ayam ini? Aku sungguh tidak tahan melihatnya, biarkan aku membersihkannya."

"Ini sudah malam, lakukan saja besok!"

"Aku tidak akan bisa tidur kalau seperti itu, karena ini sangat mengganggu!"

Lalu kak Juna mengarahkan ku ke tempat dimana peralatan untuk membersihkan berada.

Aku segera membersihkan rumah kak Juna dan dia mau tidak mau ikut membantuku membersihkannya.

Usai membersihkan kami pun segera tidur tanpa sempat membersihkan diri.

Keesokan harinya saat matahari berada tepat di atas, aku pun terbangun dan segera menuju ruang santai.

"Kau sudah bangun? Aku membelikan mu sarapan, ayo kita makan bersama."

"Sekarang sudah jam 1 apanya yang sarapan? Ini sudah jam makan siang."

"Jangan perdulikan itu, yang terpenting adalah makan."

Broken Home (Ended) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang