#prolog

535 35 5
                                    

"Sebentar, Tian. Yakin tetap ingin tanda tangan?" begitu kiranya, pertanyaan yang keluar dari pria bersetelan blazzer putih sebelum merampas pena di atas meja.

Napas Tian mendesak keluar, sedikit tak tahan dengan pertanyaan yang sudah ketiga kalinya keluar dari entitas di depannya. "Dengar Heru, kalau aku tidak yakin, mana mungkin aku sampai datang ke tempat persembunyianmu ini."

Sudut bibir kanan Heru terangkat naik, begitu Tian tadi menimpal. Sosok ahli bedah saraf itu mengatur posisi duduknya sedikit membungkuk keatas meja lalu membuka suara lagi, "Kau harus membacanya dulu, ini operasi yang riskan. Aku saja tidak menjamin nyawa anakmu akan selamat," ucap Heru sedikit memancing kemanusiaan Tian yang diharapnya dapat keluar di tengah-tengah percakapan.

"Aku tidak mau membuang-buang waktu, percepat saja."

Heru mendorong setumpuk kertas di atas meja, mendekatkannya pada Tian sebelum berucap "Kau ini pengangguran, aku tahu waktumu masih banyak."

Ruang dalam torso Tian tersentak berkat sindiran barusan, berujung pada atensinya yang kini berpindah pada sudut ruangan.

"Baca dulu dan kukasih penanya. Kau harus mengikuti prosedur, setidaknya biar aku yakin bisa memegang ucapanmu." Pundak Tian mengempis pelan atas balasan Heru barusan. Pria itu tidak bisa berbuat banyak selain meraih tumpukan kertas di atas meja.

"Sembari kau membacanya, aku akan menjelaskan beberapa. Kami akan mentransplantasi setengah otak anakmu dengan setengah otak pendonor yang sudah kami dinginkan dengan cara neurocryopreservation. Yang perlu aku tekankan di sini adalah bagian otak yang akan kami transplantasi merupakan setengah bagian otak hippocampus anakmu dengan setengah bagian milik pendonor. Bagian otak ini yang bertanggung jawab untuk menyimpan ingatan, jadi bisa kukatakan ingatan anakmu akan terganggu, atau bisa saja memori ingatan anakmu akan hilang permanen. Untuk masalah penyambungannya, kami sudah berhasil menciptakan transplant liquid regeneration dengan campuran polyethyle glycol, yang tidak akan mempercepat penyambungan jaringan saja, tapi mempercepat penyembuhannya—."

"Aku tidak masalah untuk hal itu," Tian memotong, berlagak bahwa dia tidak membutuhkan penjelasan biologis Heru barusan.

Helaan tak mengerti terdengar keluar dari pernapasan Heru. Lalu tangan kanannya bergerak menyerahkan pena dengan gestur pelan. "Baiklah kalau kau menganggap nyawa anakmu tak sepenting itu. Ada sembilan lembar yang harus kau tanda tangan di situ."

Pemikiran Tian tak ingin mengambil pusing lalu motoriknya menggerakkan tangan untuk mengambil pena tersebut. Tak sampai lima belas detik, ia sudah selesai dengan tanda tangannya.

"Sebenarnya aku tidak mengerti. Kenapa kau mau menjual anakmu pada penelitian ini?" Rasa penasaran Heru membuncah dan mendorongnya untuk bertanya, namun selepasnya, Tian tidak menyambut pertanyaan tadi dengan sebuah jawaban, melainkan hanya hembusan napas kecil.

"Tolong jangan bilang ini karena uang?" tambah Heru menuding dengan ucapannya. Pria di depannya malah seakan-akan terlihat tak masalah dengan kalimat barusan.

Tian menyenderkan punggungnya pada kursi, pula mulut yang kemudian bersuara, "Sayangnya itu benar."

Heru tak habis pikir, keningnya bertautan hebat. "Ada apa denganmu? Setahuku sewaktu SMA dulu kau tidak... maaf kukatakan ini... sebrengsek sekarang."

Tian malah tertawa, kemudian meraih sekotak rokok dari kantungnya. Membakarnya dengan korek api lalu melanjutkan gelakkan tawanya, "Tidak apa. Banyak yang mengatai ku seperti itu sekarang. Aku tidak peduli."

Napas menghela dari arah Heru. "Atau ini karena istrimu?"

Gestur Tian mematung seketika begitu ucapan barusan mendarat di telinganya. Pria itu langsung menekan rokoknya begitu saja di atas meja dan mendekatkan wajahnya. "Jangan bahas perempuan itu lagi," ucap Tian dengan nada serendah yang ia bisa.

"Baiklah-baiklah. Lagipula aku senang, setidaknya kami sudah mendapatkan anakmu sebagai kelinci percobaan, susah sekali mencari orang yang mau otaknya diutak--atik," timpal Heru diselingi gelakkan tawa.

"Sekarang langsung saja bicarakan dimana uangnya." Tian meminta, Heru tersenyum miring. "Tunggu sampai pukul enam sore nanti, aku akan mengirimnya ke rekeningmu."

Semacam mendapatkan pemantik kebahagiaan, Tian langsung berdiri dan hendak menanggalkan langkah kakinya dari sana. "Kalau begitu aku mau pergi, harus memikirkan apa saja yang mau ku beli." Ada sedikit tawa yang keluar dibalik ucapan Tian.

Heru merespon itu dengan tawa seadaanya sambil tetap bersuara, "Aku sudah berkali-kali memperingatinya, tapi kau tetap keras kepala. Aku bahkan tidak akan mempertaruhkan nyawa anakku sendiri untuk percobaan ini."

Tian sudah melangkah duluan, tapi suara itu tetap menyusul langkahnya dan masuk ke dalam gendang telinga. "Whatever, mulai hari ini dia bukan anakku lagi."

"Ada saja orang brengsek sepertimu."

Life of NOSA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang