Three Kings Cross adalah salah satu permainan pemanggil hantu yang menggunakan tiga buah kursi. Meskipun terbilang mudah, Three Kings Cross tidak bisa dilanjutkan jika menyalahi aturan, dan pemainnya diharuskan meninggalkan rumah tempat bermain sampai pagi.
Haris sengaja menantang Rudi untuk permainan ini karena akan mudah meminta jawaban 'aku mau' dari orang yang memiliki harga diri tinggi. Tentunya ia juga menyajikan jawaban Rudi sebagai umpan pada temannya yang lain, tidak terkecuali Ayu yang langsung menggigit umpan yang dilemparnya.
Setelah semua temannya setuju, ia meninggalkan Coffe Shop yang tutup lebih awal hari itu. Haris menyempatkan mampir ke kost untuk mengambil mouse nya. Benda itu adalah benda berharga baginya saat ini karena tidak mungkin baginya mengangkut pc sambil bersepeda ria.
"Handak kemana, Nak?" tanya Ibu kost saat Haris menuruni tangga sambil menenteng ranselnya.
"Ke rumah teman, Bu." Jawab Haris mencium tangan beliau, "Besok pagi mungkin baru pulang.""Ya, sudah hati-hati." Wajah Ibu kost menampakkan kekhawatiran, "Perasaan ibu kada nyaman."
Haris mengangguk, mengucapkan salam lalu mengayuh sepedanya. Tiba di Jalan Meratus, ia memutar setang sepedanya memasuki sebuah Gang yang menuju rumah Ajay.
Tidak butuh waktu lama menemukan rumah Ajay di Gang itu. Selain karena Haris pernah ke sana meskipun hanya sampai pagar, rumah itu juga terlalu mencolok karena ukurannya. Haris turun dari sepedanya, mendorongnya melewati pagar dari teralis hitam, menuju jalan setapak yang tersusun dari paving block. Salah satu yang istimewa di rumah Ajay adalah taman yang mengelilingi jalan setapak itu, semua tanaman memiliki bunga berwarna merah dan kuning seakan-akan memang sengaja didekorasi sedimikian rupa.
Haris meletakkan sepedanya pada satu-satunya pohon palem yang berdiri kokoh menutupi satu jendela lengkung rumah itu dari luar, ia mendongak melihat daun-daunnya yang panjang dan tipis mencapai pagar balkon lantai dua.
"Ayo, masuk!" Kepala Ajay muncul dari selusur pagar balkon, ia tersenyum diantara dua tangkai daun palem yang menutupi sebagian wajahnya, "Pintunya tidak dikunci."
Mengacungkan jempolnya ke atas sebagai jawaban, Haris berjalan menaiki teras rumah, melepas sendalnya dan meletakkannya di atas rak di samping teras. Matanya melirik rumput hias di samping rumah, dan baru menyadari ada jalan setapak lain d sana, kali ini terbuat dari lempengan beton yang di susun melengkung diantara kerikil kuning dengan rumput hias sebagai tepiannya. Di atas lempengan itu, ia melihat jejak ban sepeda motor saling menyilang satu sama lain, yang hanya berarti baru saja banyak motor yang melewatinya.
Haris menuruni jalan setapak itu dan menemukan garasi yang diisi oleh tiga scooter. Ia mengenali semua pemiliknya. Merasa rasa penasarannya sudah terpenuhi, Haris kembali menaiki teras dan langsung mendorong pintu dari kayu besi itu.
"Hai," sapa Haris melihat Mase bersandar pada lengan sofa merah sambil memainkan smartphone.
"Hai," Mase melihatnya, tapi sama sekali tidak bangun dari sandarannya.
Haris menelan rasa panas di tenggorokannya karena melihat wanita itu. Mase memakai jumpsuit dari bahan kaos berwana cokelat dengan bando merah muda menghiasi rambut sebahunya. Ia melirik lengan sofa, sebuah fantasi nakal tercipta di sana, di dalam pikirannga yang gelap membayangkan lengan sofa itu adalah bahunya, dan Haris menatap bibir tipis mase yang merah ketika wanita itu mendongak menatapnya lalu mengatakan bagaimana ia sangat menyukai Haris.
Sial! Sial! Sial! Kendalikan dirimu! Ajay akan menghajarmu habis-habisan karena khayalanmu itu.
Ia beralih menatap tirai tebal yang menggantung menutupi kaca hitam dibaliknya, mengumpat di dalam hati karena tirai itu juga berwarna kuning.

KAMU SEDANG MEMBACA
Who's Next?
Mystery / Thriller" Sraakk... Sraakk... Sraaakk.. Suara pisau yang menggores dinding gelap ruangan ini membuat tubuh Haris dingin sepenuhnya. Di tengah ketakutannya, ia melirik tubuh di dekatnya yang diam, dan basah oleh cairan gelap kemerahan beraroma amis. Haris...