13. Bertemu Lagi

5.5K 1.2K 1.1K
                                    

April menarik tungkai meninggalkan sekolah menuju rumah sakit, pikiran April kalut mendengar Muzdalifah masuk rumah sakit karena kecelakaan ringan. Sembari berdoa dengan harapan penuh kalau Ibunya baik-baik saja karena hanya itu yang April punya sekarang.

Sampailah di rumah sakit, April mencari ruangan Ibunya. Terlihat jelas, Muzdalifah sedang duduk sembari meneguk segelas air. Tampak kesulitan karena air minum tersebut sedikit tumpah, buru-buru April mendekatinya dan membantu pergerakan Muzdalifah untuk minum.

"Pelan-pelan, bu,"

April dapat melihat jelas luka di pelipis Muzdalifah yang terlihat masih segar dan kain hijabnya yang nampak usang.

"Ibu, kenapa bisa kecelakaan?"

Usai meneguk segelas air, Muzdalifah tersenyum simpul.

"Nggak tahu juga, Pril. Tiba-tiba aja Ibu diserang sama geng motor jalanan pas mau nyebrang."

"Nyebrang? Nyebrang di mana, Bu?"

"Ibu kan habis dari pasar, Pril."

"Ibu nggak bawa kendaraan aja?"

"Macet yang ada. Ibu perginya naik angkot."

April hanya bisa menatap nanar Ibunya yang sedang terkekeh pelan seakan menegaskan bahwa ia tidak apa-apa. Setidaknya dengan melihat Muzdalifah masih mampu bergerak normal membuat April sedikit lebih lega dari sebelumnya.

"Kenapa, kok diem aja?" tanya Muzdalifah.

"Nggak apa-apa, Bu. Ibu udah makan?"

"Belum, Pril. Ibu kepingin makan bubur ayam di depan rumah sakit deh."

"Ya udah. Ibu tunggu di sini, April yang beli yah?"

Muzdalifah mengiyakan dengan bahasa tubuh. Lantas, April segera beranjak pergi membeli bubur ayam yang dimaksud Ibunya. Ternyata benar di sana ada bubur ayam yang dijual oleh pedagang kaki lima yang sedang sepi. April pun membeli untuk dua porsi. Jaga-jaga kalau nanti ia juga kelaparan.

Sedang asyiknya menunggu, manik mata April tertumbuk pada seorang lelaki yang sedang menyusup di sebuah toko kecil tak jauh dari tempatnya berdiri. Gadis itu mengernyit sekilas.

Sepertinya, ia pernah melihat lelaki itu di tempat lain—atau mungkin saja April mengenalnya?

Entahlah. Tapi siapapun lelaki itu, ia sedang melakukan pencurian. Sang penjaga toko sedang tertidur pulas dan tak menyadari bahwa barang-barang dalam tokonya sedang dicuri oleh seseorang. Lelaki itu pelan-pelan mengambil camilan, menyelipkannya di kantung celana sambil terus mengawasi sekelilingnya, berharap tak ada yang bisa menyadari bahwa ia sedang mencuri.

April mengehela napas.

Ada sesuatu yang membuat kakinya bergerak melangkah untuk menghentikan aksi lelaki itu—rasanya seperti April tidak mau melewatkan kejadian itu dengan diam dan menjadi penonton saja.

Sebelum lelaki itu berhasil lari, April langsung berada tepat waktu di belakangnya, mencegah langkah lelaki itu dan mengeluarkan camilan-camilan dari kantung celananya dengan penuh senyuman.

"Makanan di sini bukan untuk dicuri, kak."

Lelaki itu melirik ke arahnya dengan gestur terkejut.

"Elo?"

Ah, April ingat pernah bertemu lelaki ini beberapa waktu yang lalu. Lelaki pengamen yang sempat tersinggung karena ucapan Muzdalifah ...

Keterkejutan di wajah lelaki itu tak berlangsung lama hingga berubah menjadi raut kekesalan.

"Ambil aja, nanti aku yang bayar."

Berdecak, Febrian merampas camilan yang ada di tangan April sambil berbisik ke arahnya.

Seamless (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang