21. Red Blood Yang Buruk

5.1K 1.1K 970
                                    

Cerita akan selalu mengandung pembahasan yang sensitif, banyak menyinggung kekerasan mental/fisik dan lembaga yang berwajib. Mohon untuk bijak dalam membaca karena ini hanya cerita:)

🐾

Sesuai janji April, ia menemui sekumpulan anak-anak jalanan di bawah kolong jembatan perkotaan. Memberikan tujuh kantung plastik yang berisikan kain perca kepada tujuh orang anak. Beruntungnya, Muzdalifah dulu pernah menjadi seorang tukang jahit ketika April duduk di kelas 5 SD. Seiring dengan mesin yang sudah usang dan rusak, beliau berhenti dan mulai memilih untuk menjadi pengajar ngaji di masjid dekat rumahnya. 

Sisa-sisa kain perca yang lumayan banyak membuat April bersyukur—bersyukur karena janjinya bisa ditepati kepada anak-anak itu. Namun, sesampainya di sana, ia tak menemukan satu pun dari mereka. Entah karena mereka lupa, atau memang tak berniat menemui April hari ini. 

Setelah menunggu cukup lama, April memilih beranjak. Meninggalkan kantung plastik itu di sana dengan harapan penuh bahwa anak-anak itu akan datang menjemputnya sendiri. Meski sedikit ragu, April tak punya pilihan lain. Ia bisa terlambat masuk jam kelas seni jika ia menunggu mereka lebih lama lagi. 

Sesaat setelah April beranjak, ia sempat mendengar teriakan yang tak asing di telinganya. Teriakan dan suara gelak tawa menyeramkan. 

April kenal suara-suara itu, ia berlari dengan cepat mengikuti sumber suara—memasuki gang-gang yang begitu asing dan terpaku pada seorang wanita yang rambutnya sudah ditarik kasar oleh beberapa lelaki. April terbelalak. 

"March, berhenti!" teriakannya sukses membuat kawanan Red Blood berhenti. Menatap April kesal. "Gue bilang berhenti!"

March melepaskan cengkramannya dari rambut wanita itu, melemparkan smirk begitu melihat April datang tanpa terduga. Pada sebuah tempat kumuh—mereka bertemu. "Mau jadi pahlawan kesiangan?"

April berusaha sekuat tenaga untuk membalas smirk itu, memantapkan dalam hati bahwa ia takkan pernah terlihat takut di depan March. "Selama lima menit lo nggak menjauh dari orang itu, lo bakal tahu, siapa yang akan datang ke sini."

"Lo ngelaporin gue?" March berdecih, "Meski lo tahu semuanya bakal sia-sia?"

"Lo nggak punya banyak waktu. Kita lihat aja siapa yang bakal ke sini..." 

Sesekali, April melirik ponsel di dalam kantungnya, mencari ruang waktu untuk bisa menggertak kawanan Red Blood. April tahu tak ada yang akan ke sana. Apa yang ia ucapkan pada March hanya sebuah gertakan biasa yang diyakini April bisa membuat mereka mengalah. 

March melangkahkan kaki untuk mendekati April, meninggalkan wanita yang menjadi korban kekerasan di sana, April dapat melihat jelas tubuh wanita itu bergetar ketakutan. Beberapa kawanan Red Blood menyusul langkah March yang sudah berada di hadapan April.

"Sekali lagi lo ngelaporin gue, gue nggak akan tinggal diam sama lo, anak beasiswa!" lirih March, kemudian ia menyambar bahu April dengan lengannya—berjalan tanpa ingin mendengar respon dari wanita itu lagi. Kawanan Red Blood melewati April begitu saja sambil menyeringai tajam, hingga mata April bertemu dengan Owy yang sama sekali tak berekspresi apapun kepadanya. 

Satu hal yang melegakan, mereka benar-benar pergi dari sana. Meninggalkan April dan seorang wanita yang memegang kepalanya. Barangkali masih merasa kesakitan karena rambutnya ditarik secara kasar oleh March Simpkins. 

"Kak Lini?" April mendekati wanita itu, mengusap punggungnya lembut. Dari arah belakang, keluar beberapa anak-anak yang berlarian dengan penuh tangisan ke arah mereka. 

"Kakak!" Mereka memeluk Lini. April tertegun menatap mereka. 

Bukan hanya partner mengamen Febrian, rupanya anak-anak itu juga memanggil Lini dengan sebutan kakak yang berarti mereka adalah adik-adik dari Lini dan Febrian. 

Seamless (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang