35. Kesialan

4.8K 972 841
                                    

MAU NGASIH TAU, PART INI PANJANG KEK CACING BESAR ALASKA.

Bel pulang berbunyi. 

Serempak, para murid JIPS keluar kelas, bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing. Beberapa masih menghampiri loker untuk mengambil beberapa buku paket yang biasanya digunakan saat mengerjakan tugas rumah atau biasanya mereka hanya menaruh semua buku di sana dan segera pulang tanpa bawaan sama sekali. 

Tadinya, April ingin menuju loker karena seharian penuh ia belum bertemu dengan Tomori. Namun, pesan masuk yang datang dari Owy membuat April memutar arah langkah menuju tempat parkiran JIPS. Sebelum meninggalkan koridor kelas, April sempat menegur Januariz berharap bisa meminjam waktunya berbicara sebentar tentang rencana yang akan mereka lakukan selanjutnya, tetapi Januariz bersikap tuli dan melenggang cuek bebek, tak merespon panggilan April sama sekali. 

Mungkin, Januariz masih butuh waktu untuk membahas semua masalah ini—dan terkadang itu membuat April khawatir kalau Januariz akan melakukan hal yang tidak sesuai rencananya. 

April mengembuskan napas kasar ketika melihat punggung lelaki itu menjauh. Sebisa mungkin, April harus memakluminya. Ia pun kembali meneruskan langkah menuju parkiran, masuk ke dalam mobil Owy yang secara tiba-tiba sudah menyuguhkan sebuah flashdisk kepadanya. 

Sekilas, April mengernyit. 

"Bukti rekaman," sahut Owy. 

April tak mengacuhkan flashdisk tersebut. Mengingat akan pembicaraan March Simpkins dan kepala sekolah saat di ruangan baseball tadi membuatnya ragu.

"Kenapa?"

"Gue hanya mau mastiin, lo beneran masih nyimpan bukti itu?"

"Lo nggak percaya? Apa kita harus menyaksikan video itu sekarang?"

April menggeleng dengan cepat. Tentu saja dengan dalih bahwa ia masih belum siap menyaksikan kejadian buruk yang menimpa sahabatnya. "Gue dengar pembicaraan kepala sekolah dan March Simpkins, dia bilang kalau lo nggak nyimpan bukti itu lagi."

"Hm. Dia nggak tahu kalau gue buat duplikatnya," jawab Owy.

April menganggukkan kepala dengan pelan, meski merasa sedikit asing dengan Owy karena ia pernah menjadi bagian dari Red Blood, tetap saja April menaruh sedikit kepercayaan untuknya karena memang tak ada pilihan lain selain bekerja sama dengan Owy dan Juni.

Selama beberapa detik berlangsung hening, April berdehem sejenak, memperbaiki posisi duduknya. "Lo—saksi. Lo lihat semua yang terjadi, kan?"

Owy mengangguk.

"Kenapa, lo nggak membantu Septria sejak awal?"

Pertanyaan itu membuat Owy menunduk sendu. Sekelebat perasaan bersalah, penyesalan dan bahkan kekecewaan dapat ditangkap April dalam raut wajah Owy. Mungkin berat baginya untuk bercerita, namun, jika bukan sekarang—harus berapa lama lagi ia menyimpan semuanya sendirian?

Sesaat kemudian, ia menghela napas kasar. "Gue udah coba bantuin, tapi, kepala sekolah nukar flashdisk gue dengan rekaman yang lain."

April hanya diam, menunggu lanjutan cerita dari Owy.

"Setelah itu, Septria nggak percaya kalau gue mau bantuin dia. Dia marah ke gue dan—dia bilang kalau gue hanya mempermainkan dia." Netra hitam milik Owy bergerak melirik April. "Gue pembunuh, Pril. Gue kecewa sama dia karena dia nggak percaya sama bantuan gue."

"Bagian mana dari diri lo yang membunuh Septria?"

"Gue pembunuh. Gue nyuruh dia buat mati."

Suara Owy mulai bergetar, seperti berhasil membuka luka lama yang selalu dipendam olehnya. Owy memendam kenyataan itu—bahwa ia tak ada bedanya dengan Juli yang membunuh Septria melalui fisik, Owy adalah pembunuh mental gadis itu.

Seamless (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang