Part 16 : Rezvan Melviano

114 20 0
                                    

Sudah hampir satu tahun Aqilla berada di sekolah itu. SMA negeri favorit di Bandung. Setiap hari, banyak yang mengirimkan surat, coklat, dan bunga di loker Aqilla. Tetapi, tak ada satupun orang yang dapat mencairkan hatinya yang beku itu.

Walaupun hatinya dingin bak es batu, tetapi dia tetap hangat kepada teman-temannya. Ntahlah, Aqilla memang suka begitu. Banyak juga cowok dikelasnya suka kepadanya, tetapi Aqilla hanya menganggap mereka sebagai teman, tidak lebih.

***

Januari 2020

Pagi ini, semua siswa-siswi mulai masuk sekolah setelah liburan. Banyak dari mereka menganggap bahwa liburannya terasa cepat sekali, dan bahkan banyak dari mereka yang ingin liburannya lebih lama lagi.

Tetapi pernyataan itu tidak berlaku bagiku, karena selama liburan aku dan sahabatku selalu bersama. Oleh sebab itu, bagiku kalau sudah liburan dengan sahabat, maka itu lebih dari cukup. Ya, teman-teman ku yang baru sudah aku anggap sebagai sahabat, karena mereka selalu menemaniku dalam suka maupun duka.

Tak terasa, sekarang kami sudah kelas XII. Di tahun ajaran semester 2 kelas XII ini, atau biasa disebut dengan semester 6, kami selalu dituntut untuk belajar lebih giat lagi, supaya dapat mempersiapkan segala bentuk ujian yang akan diujikan kepada kami nanti dengan baik. Bukan hanya itu, kami juga harus giat belajar agar bisa masuk ke PTN favorit.

"Assalamualaikum," sapa Friska dengan hangat.

"Wa'alaikumussalam," jawabku sambil menutup lembaran buku yang sudah kubaca.

"Rajin amat lo Qill, baru masuk aja udah segitunya," ucapnya sambil meletakkan tasnya ke bangku.

"Hehe, lagi suka baca buku aja. Hmm ini coklat buat kamu. Anak-anak cowok masih suka ngirimin yang kek itu ke lokerku. Ini coklat sengaja nggak aku buang, karena kalian suka banget tuh sama coklat. Cuma surat cinta dan bunga aja yang kubuang. Kalau kurang, ambil lagi aja di laci. Jangan dihabisin, tinggalin juga coklatnya untuk Safira sama Syafa," ucapku panjang lebar sambil memberikan coklat itu untuk Friska.

"Ahsiyapp, makasih Qilla," ucapnya dengan nada senang.

"Iya, sama-sama," balasku.

Tak lama kemudian, Safira dan Syafa pun memasuki kelas. Tumben aja mereka datangnya barengan, biasanya tuh gak pernah.

"Assalamualaikum," ucap mereka serempak lalu memasuki kelas.

"Wa'alaikumussalam," jawab kami bersamaan. Setelah menjawab salam, aku memberikan coklat-coklat itu kepada mereka berdua.

Rutinitas memberikan coklat kepada sahabatku itu sudah aku lakukan setiap hari. Aku memberikan mereka coklat karena aku sama sekali tidak tertarik untuk makan coklat dari orang yang menyukaiku. Toh daripada ku buang kan sayang, mendingan untuk mereka.

Setelah bel berbunyi, kami langsung menuju lapangan untuk melaksanakan upacara. Upacara kali ini sangat lama sekali, karena pembina upacara ceramah panjang lebar. Belum lagi, banyak anak-anak cowok yang disuruh berdiri di tengah lapangan, karena tidak memakai pakaian yang rapi. 'Upacara yang membosankan', ya itu yang ada dipikiran semua siswa saat ini.

Upacara telah selesai, kami pun langsung menuju kantin sebentar untuk membeli air mineral. Pagi yang cerah, tetapi ini membuat semua siswa kehausan karena telah berada lama dibawah terik sinar matahari saat upacara tadi.

Apa salahnya kami ke kantin sebentar, ini kan awal masuk sekolah setelah liburan panjang. Pasti hari ini jamkos, dan hanya melakukan pembersihan di kelas.

Saat menuju kantin, tiba-tiba ada seseorang yang menabrakku dengan tangannya yang sedang memegang mangkuk bakso.

"Duh, kalo jalan liat-liat dong. Jangan asal nabrak. Bakso gue jadi tumpah nih," ucapnya dengan nada kesal sembari melihat ke arah bawah, tempat dimana baksonya tumpah.

"Eh, yang seharusnya marah itu aku. Aku udah jalan liat-liat, eh kamunya aja yang langsung nabrak. Nih liat, baju sama jilbabku sudah kotor karena kuah bakso kamu!!!" Ketus ku dengan kesal juga, aku tak mau mengalah. Toh dia duluan yang nabrak aku, jadi dia dong yang salah.

Lalu dia pun mendongak. Tapi kali ini, dia tidak bersuara lagi. Matanya berbinar ketika melihatku. Entah dia ini kenapa, kesurupan kali. Tadi marah-marah, eh sekarang memberikan senyum kepadaku.

"Hmm maaf, gue yang salah," ucapnya sambil meminta maaf kepadaku.

"Iya," hanya itu jawabanku. Tapi aku masih saja sebal kepadanya, baju dan jilbab ku sudah kotor.

"Kenalin, gue Rezvan Melviano," ucapnya sambil menyodorkan tangannya dengan senyuman yang tak dapat diartikan, tetapi aku tak menerima uluran tangannya sama sekali.

Aku mengabaikannya seperti biasa. Lalu, aku mengajak sahabatku untuk kembali ke kelas. Setelah kepergian kami, Rezvan masih tetap saja melihatku dari kejauhan.

"Duh gimana nih? Baju sama jilbab aku udah kotor nih," ucapku dengan nada sebal.

"Kita bersihin dulu aja Qill ke WC. Itu kalo dibersihin pake air biasanya hilang. Untuk baunya, ntar kita semprotin pake minyak wanginya Tania aja", ujar Friska memberikan ide dan diberi anggukan oleh Syifa dan Safira.

Sesudah membersihkan baju dan jilbabku, kami memasuki kelas. Ternyata, dugaan ku salah. Guru mapel pertama sudah berada di kelas. Aku melihatnya sambil meneguk air liur.

Untuk urusan seperti ini, aku sangat takut sekali jika telat memasuki kelas yang sudah ada gurunya. Kami pun permisi kepada guru kami tersebut.

"Aqilla, Friska, Safira, dan Syafa, kenapa kalian telat? Biasanya kalian nggak pernah terlambat memasuki kelas yang sudah dimulai jam pelajaran nya," tanya bu Dewi dengan nada heran.

Oh Allah, kalau sudah seperti ini aku sangat takut. Aku tak mau punya masalah dengan guru manapun. Lantas aku menjawab pertanyaan Bu Dewi dengan jujur dan baik-baik.

"Tadi kami ke kantin Bu untuk membeli air mineral. Setelah di kantin, ada seorang cowok yang menabrakku dengan mangkuk baksonya. Jadi, baju dan jilbabku kotor Bu terkena tumpahan bakso tadi, lantas aku meminta kepada teman-teman ku untuk menemaniku membersihkan bekas tumpahan ini. Maaf ya bu," ucapku dengan alasan yang masuk akal. Lalu, Bu Dewi mengiyakan saja.

"Baiklah kali ini ibu maafkan. Lain kali jangan sampai terulang lagi. Silahkan duduk ke tempat kalian," tegas Bu Dewi. Kami pun langsung duduk ke tempat kami.

Aku mengumpat kesal karena ulah cowok yang bernama Rezvan Melviano tadi.

"Coba aja tuh anak nggak nabrak aku, nggak mungkin kan kita kena marah kek gini. Benci banget deh sama tuh anak," ucapku dengan kesal.

"Sabar Qill, lagian dia juga kan udah minta maaf. Nggak boleh loh benci sama cowok, entar lo jadi suka sama dia," ucap Friska yang semakin membuatku kesal.

"Ahh nggak bakal," ujarku masih dengan nada sebal.

-Teruntuk Luka-
📝 Andriani
📄 Palembang, 16 Februari 2020

Jangan lupa vote dan komentarnya 😊

Teruntuk Luka [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang