Part 11 : Luka

127 30 2
                                    

"Luka terbesar adalah kamu. Kamu yang membuat semua luka ini menjadi nyata. Membuat luka ini terasa sangat sakit di hatiku, tetapi tak berdarah."


-Aqilla Khaleesi-


Beberapa detik kemudian, kak Zean mulai membuka suara.

"Iya, semuanya benar. Puas?" Ucap kak Zean sambil memandang ku.

Tak terasa, di pelupuk mataku sudah mengeluarkan cairan bening yang panas, bahkan sangat deras. Udara di ruangan ini semakin membuat sesak, sampai aku terasa kehabisan nafas.

Setelah kak Zean mengucapkan kalimat itu. Aku berlari keluar melewati lapangan, yang telah disusul oleh teman-temaku. Tetapi, beberapa detik kemudian, terasa sebuah pelukan dari seseorang ke tubuhku. Dengan pelukan itu, membuatku semakin menangis tersedu-sedu.

"Jauhin aku," itu saja terlontar dari mulutku. Langsung kulepas pelukan darinya.

"Aku bilang jauhin aku. Biarkan aku pergi!!!" Teriakku sambil menangis kencang.

"Nggak, gue nggak akan biarin lo jauh-jauh dari gue," ucap kak Zean.

"Untuk apa kak? Apa karena kakak ingin membuat luka ku semakin dalam? Maaf kak, aku nggak bisa lagi menerima semua ini," tegasku sambil berusaha untuk menjauhinya.

"Gak Aqilla, gue gak akan biarin lo terluka lagi. Memang benar, awalnya gue hanya ingin menjadikan lo sebuah pelampiasan. Tapi, setelah gue nggak menghubungi lo lagi, disitu gue sadar bahwa gue memang benar cinta sama lo. Kalau gue nggak tulus cinta sama lo, untuk apa gue rela-relain bolos sekolah demi lo? Terus gue sering ngajakin lo jalan? Buat apa? Ternyata, selama ini tanpa gue sadari, gue benar-benar cinta sama lo. Percayalah, gue mohon. Sekali ini aja," ucap kak Zean meyakinkan ku.

Sungguh, aku sudah muak dengan semua ini. Dengan semua sandiwara ini. Aku muak. Aku muak dengan semua luka ini.

"BULLSHIT!!!" Teriakku, kemudian aku berusaha menjauhinya. Aku terus berlari dengan begitu kencang, dan aku keluar gerbang sekolah, karena gerbang belum ditutup. Semua orang terheran-heran kepadaku. Saat ini, aku menjadi objek bagi penglihatan mereka.

Karena terlalu kencang berlari, sampai aku tak sadar kalau ada mobil yang sedang melaju kencang dibelakang ku. Ketika mengetahui ada mobil yang melaju ke arahku, aku berusaha untuk berlari menghindar dari mobil itu, bukan seperti yang ada di sinetron yang diam saja ketika ingin di tabrak mobil. Namun, nasib ku tak baik pada hari ini, lantas mobil itu pun segera menabrak ku. Pada saat itu, pandanganku semuanya gelap. Lantas, aku tak tau lagi apa yang terjadi kepada setelah itu.

***

Setelah kejadian pagi tadi, Aqilla tak sadarkan diri. Satpam sekolah yang melihatnya, beserta semua orang yang ada disekitar Aqilla segera membawa ke rumah sakit.

"Qilla, maafin gue karena sudah buat Lo jadi begini. Maafin gue," ucap Zean sambil memegang tangan Aqilla selama di perjalanan menuju rumah sakit.

Setelah masuk ke ruangan ICU, Zean, teman-teman Aqilla, satpam sekolah, beberapa guru, dan yang lain sedang menunggu Dokter untuk mengetahui keadaan Aqilla.

Tak lama kemudian, kedua orang tua Aqilla datang menuju didepan ruangan ICU, dan bertanya yang sebenarnya terjadi. Sekarang, kedua orang tua Aqilla sudah tau apa penyebabnya.

Beberapa saat kemudian, Dokter keluar dari pintu. Lalu, kedua orang tua Aqilla menanyakan keadaan anaknya sekarang.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Tanya papa Aqilla.

"Alhamdulillah, anak bapak baik-baik saja. Untung saja anak bapak cepat dibawa kesini, jadi kami bisa lebih cepat untuk menanganinya," jelas dokter tersebut.

"Alhamdulillah, terimakasih dok. Bolehkah kami masuk kedalam?" Tanya kedua orang tua Aqilla.

"Boleh pak, tapi tidak boleh terlalu banyak yang masuk ke dalam, karena dapat menganggu pasien," ucap dokter tersebut.

"Baiklah pak, terimakasih banyak ya pak," ucap papa Qilla.

***

Saat ini, kubuka pandanganku. Aku tak pernah menjumpai tempat ini.

"Aku dimana?" tanyaku kepada diriku sendiri sambil memegang kepala yang pusing.

"Alhamdulillah, ternyata kamu sudah sadar nak," ucap kedua orang tuaku.
Dan, kulihat disana, didepan pintu , ada seseorang yang tak ingin kulihat kembali wujudnya.

"Ma, pa, ayo kita ke Bandung hari ini. Aku nggak mau lagi di Jakarta. Aku mau sekolah ditempat yang baru, aku ingin tinggal di tempat yang baru, suasana yang baru tanpa ada yang melukaiku lagi," ucapku sambil menangis.

"Iya nak, papa akan segera urus surat pindah sekolahmu. Kamu tenang aja, papa nggak akan biarin kamu terluka begini terus. Hari ini kita pindah. Ma, habis ini, langsung siapkan semuanya untuk pindah. Biarkan Qilla nanti papa bawain suster yang akan merawat dia selama di perjalanan menuju Bandung," ucap papaku dan langsung diberi anggukan saja oleh mamaku.

"Dan untuk kamu, jangan pernah kamu tampakkan wujudmu lagi didepan anak saya. Apabila kamu masih menampakkan wujudmu lagi, maka kamu harus berhadapan dengan saya. Camkan itu baik-baik," Tegas papaku kepada Kak Zean.

"Tolong pergi kak, menjauhlah," teriakku sambil menangis.

"Saya bilang keluar!!!" Titah papaku dan kak Zean pun langsung keluar dari ruangan ini.

-Teruntuk Luka-
📝 Andriani
📄 Palembang, 10 Februari 2020

Jangan lupa vote dan komentarnya 😊

Teruntuk Luka [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang