Candaan

9 2 3
                                    

Wahai akhi, aku bukanlah wanita baik. Aku juga bukanlah wanita berhati bidadari.
Namun, aku adalah hamba Allah yang menjadikan Siti Khadijah sebagai tauladan. Sudikah kau membimbing ku...❤️

"Pagi...!!!" ucap Shira dibangkunya tersenyum ramah.

"Assalamu'alaikum Shira." Sapa Zahra dengan senyum ramah.
"Wa'alaikumssalam Zahra hehehehe. Mau makan bareng dikantin gak...?" Tawar Shira.

Zahra berfikir sejenak, "Boleh. Boleh juga kalo Shira yang traktir."

Shira mendengus kesal. "Harus nya tuh, Zahra yang traktir bukan Shira."

Zahra menaruh tas ransel birunya dimeja paling depan, itu adalah meja Zahra dan Shira disampingnya.

"Yuk, kantin." Ajak Zahra, langsung melonyor pergi begitu saja.
"Lah tadi gue yang ajak duluan malah dia duluan yang pergi."

"Zahra...!!!! Tungguin...!!" Teriak Shira.

---

Suasana kantin begitu ramai walaupun ini pagi, tapi kantin sudah didapati sejumlah siswa yang ingin sarapan pagi.

"Mbak Yem, nasi pecel 3, gue 2 Fahri 1 sama teh hangat aja deh 2 aja." Suara Fino keras.

Pletak. "Aduhhhhh..." Sungut kesakitan Fino.

"Embb maaf tadi jajannya mbak Yem jatoh, kurang cepet gue tangkep." Senyum lesung pipi Shira mengembang.

"Astagfirullah hal azim, bidadari pagi-pagi udah nongol." Fino masih belom sadar dengan apa yang ia ucapkan.

"Mbak yemm...!!!" Teriak Fino keras.
"Cepat cubit pipi gue mbak Yem, gue ngimpi apa kagak ini...!"

"Jederrrrrrr." Mbak Yem memukul panci tepat ditelinga Fino.

Semua yang melihat adegan ini tertawa cekikikan begitu juga Shira kecuali Zahra. Bagi Zahra, adegan tersebut garing gak ada lucu-lucunya sama sekali.

"Gak ketawa Ra...? Oh iya harus babang Fahri ya...? Yang ngelakuin baru lo bisa ketawa." Ledek Shira.

"Apaan sih, gue duduk aja lo yang pesen gue tunggu dimeja sana." Zahra menunjuk sebuah meja yang masih kosong keburu nanti ada siswa lain yang mengisinya.

Shira mengangkat kedua jempolnya pertanda "Ok".

Fino yang masih setengah sadar atas kejadian tadi menepuk-nepuk pipinya.

"Mbak yem, seperti biasa ya 2 porsi."
"Ok neng Shira cantik" jawab Mbak Yem melaksanakan perintah Shira.

Shira tersenyum geli dengan tingkah Fino.
"Tenang gue itu bukan bidadari dan lo gak lagi ngimpi. Mana Fahri...?" tanya Shira menetralkan suasana.

Fino masih melonggo tak sadar dengan ucapan Shira matanya buram. Ia kembali kucek-kucek matanya.

"Lo denger gak Fin...?" Ulang Shira.
"Ahhh, iya gue denger." Ucapnya masih bingung.
"Apaan...?"
"Eh, i..yaa gue gak denger salah tadi ngetiknya." Gelagap Fino makin membuat Shira tertawa cekikikan.

"Ngomong kali Fin, bukan ngetik. Udah ah becandanya salam buat Fahri ya."

Shira pergi dengan membawa pesanannya diatas nampan.

-----

"Lama kali Shira. Kau nak gosip ape tadi kenapa cakap kau lama sekali dengan Mbak Yem." Lagak Zahra kedaerahan.

"Iya deh maaf, tadi sempet ada urusan bunting mendadak." Shira sudah tergoda dengan soto mbak Yem.

"Urusan bunting dengan akhi Fino kah...?" Rocos Zahra tiba-tiba yang membuat Shira tersedak.

"Uhukk..uhukk...uhuk." 
"Minum jangan tersedak cinta pada pandangan pertama." ucap Zahra santai dengan memberikan teh hangat pada Shira.

Shira meminumnya dengan perlahan-lahan. "Apa tadi kau cakap...? Cinta pada pandangan pertama dengan akhi Fino...?? Dihh malu kali lah aku ditertawakan satu kampung, satu sekolah." Kini Shira ngikut menggunakan bahasa daerah.

Zahra tertawa cekikikan bukan main.
"Hahaha, hei kau dengar tidak apa cakap Ali bin Abi Thalib...?"

"Bencilah sewajarnya saja, karena bisa jadi berubah menjadi suka. Dan----"

Belum sempat Zahra berbicara lagi sudah dipotong oleh Shira.
"Dan cintailah sewajarnya saja, karena bisa jadi berubah menjadi benci."

Hap, satu lahapan soto mbak Yem sukses Zahra makan, kesal dengan ulah Shira.

🍁🍁🍁

ZahqirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang