Episode 8 : Hidup

46 3 0
                                    

Cinta sejati tidak berakhir dengan kematian. Jika Allah menghendaki, cinta itu akan berlanjut sampai ke surga.

~Anonim~

Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.

~Quran surat Al-Anfal Ayat 64~

"Riska, pemotretannya besok aja dilanjutin. Kayaknya Lo udah lemes banget. Bibir Lo aja pucat banget," usul pria tengah memegang sebuah kamera.

Riska terkekeh.

"Oke, gue juga udah capek. Kira-kira jam berapa gue harus datang?"

"Terserah Lo aja, kan foto hari ini hasilnya udah keren banget," pujinya sembari melihat hasil foto.

❤️❤️❤️

22:00

Malam hening dengan semilir angin menerpa lembut wajah Rahman. Kakinya melangkah mondar-mandir di teras sesekali melihat ke arah pagar. Siapa tahu mobil istrinya tiba. Tapi, belum ada tanda-tanda kedatangannya.

Ya Allah, ke mana kamu pergi Riska...

Beberapa menit berlalu, suara desiran mobil terdengar. Mata Rahman membuka. Akhirnya, Riska pulang juga. Helaan napas lega dari Rahman. Dadanya yang tadi sempat terasa sesak, kini terasa lapang.

Rahman tersenyum. Menampilkan giginya yang putih dan rapi. Sisi ketampanannya membuat siapapun terlena.

"Riska, kamu kenapa baru pulang?" tanya Rahman hati-hati.

Riska mengibaskan tangannya mengisyaratkan agar pria di depannya menjauh.

"Bukan urusan, Lo!" Riska melangkah masuk.

Rahman mengusap dadanya berusaha sabar.

"Tapi saya suami kamu!" tekan Rahman.

Langkah Riska terhenti di ambang pintu. Dia mendecih tanpa menoleh.

"Gue nggak pernah anggap Lo suami!" Berjalan menelusuri kamar.

Rahman mengusap wajahnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia hanya bisa beristighfar karenanya. Namun, Rahman tetap bersikeras untuk membuat istrinya kembali ke jalan Allah.

~~~

"Aaaaaaaaaaaaaaa!" Sebuah teriakan di kamar lebih tepatnya di lantai dua.

Rahman tengah mengarahkan gelas berisi air putih ke mulutnya diurungkan. Dia lebih memilih menuju sumber suara itu. Wajahnya tampak cemas. Semoga saja tidak ada hal aneh yang dilakukan istrinya.

Rahman meraih knop pintu. Mendapati Riska tengah menangis sesenggukan di dasar lantai. Kamar sedari tadi rapi, kini kusut dan berantakan. Beberapa alat make-up dan beberapa helai baju berserakan di mana-mana.

Astaghfirullah

"Riska." Rahman segera menghampiri dan berjongkok menyejajarkan dengan Riska. Raut wajahnya begitu tegang. "Kamu kenapa?"

Riska memberhentikan tangisnya. Menatap pria di depannya tajam. Matanya tampak memerah penuh amarah.

"Nggak usah sok peduli!"

Rahman berusaha tersenyum. "Sini saya bantu." Dia bersikukuh membantu Riska duduk di kasur.

Riska hanya diam. Entah kenapa dia tidak menolak bantuan pria itu.

Surat (Terakhir) Untuk Imamku ☑️ (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang