Episode 16 : Surat

52 5 13
                                    


Selamat membaca :)))

Kenapa kamu hadir di saat aku tidak ingin mencintai?

Riska Aprilia

Rahman menunggu di luar. Istrinya tengah ditangani dokter. Kejadian enam bulan lalu kembali terjadi. Di mana lidahnya tanpa henti beristigfar, rasa takut menghiasi wajah tampannya. Senyuman telah pudar di bibirnya. Jantungnya seakan berhenti berdebar, kakinya hanya mondar-mandir dengan wajah bersimbah air mata. Dia benar-benar tidak percaya jika istrinya kembali sakit. Tetapi juga tidak paham kenapa Riska bisa sakit mendadak seperti ini. Apa yang telah terjadi? Menjelang pergi menghadiri pengajian, dia dapat melihat bahwa istrinya baik-baik saja. Bahkan dalam keadaan sehat wal'afiat.

"Assalamualaikum, Kak Rahman," ucap beberapa orang berhasil mencekal langkahnya yang sedari tadi mondar-mandir. Melirik siapa itu.

"Walaikumussalam, Umi, Abi." Rahman meraih tangan keduanya.

Ibrahim merasa cemas dengan keadan menantunya. Ditambah kecemasan Rahman yang tiada henti.

"Ada apa dengan istrimu?"

Rahman menggeleng seraya menghapus air matanya. Wajahnya memerah.

"Rahman tidak tahu Abi. Ketika aku pulang dari pengajian. Setiba di rumah Riska tidak menyahut salamku sama sekali. Setelah melihatnya sendiri di kamar, dia sudah menunduk memeluk lututnya sendiri, Rahman coba melirik wajahnya sudah memerah dan napasnya tampak sesak," terangnya dengan napas memburu.

Ibrahim memijit pelipisnya. Meraih bahu Rahman.

Astagfirullah.

"Jangan lupa berdo'a. Insha Allah Riska tidak apa-apa."

Halimah merasa sangat sedih dengan ketakutan wajah putranya. Betapa anaknya sangat mencintai Riska. Dia berharap agar menantunya tahu bahwa Rahman mencintainya sangat tulus. Dia memegang tangan Rahman yang mendingin. Menyorot mata Rahman sendu.

"Rahman, ingat! Jangan mencintai makhluk ciptaan melebihi penciptanya. Kita serahkan semuanya kepada Allah. Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan makhluknya." Halimah tersenyum tulus agar putranya kembali bersemangat.

Hati Rahman tersentuh mendengar titahan Uminya yang sangat bijak. Dia menghela pelan dan menyerahkan semuanya ke pada Allah.

Ya Allah. Maafkan aku yang hampir saja melupkanmu. Sesuangguhnya aku hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa. Riska, aku mohon bertahanlah...

"Umi! Abi! Kak Rahman!" teriak seorang wanita dari kejauhan. Hingga menarik perhatian ketiganya.

Mereka menoleh siapa yang berteriak. Ibrahim beristigfar dengan perilaku putrinya. Sedangkan Umi hanya menepuk jidatnya. Rahman tidak mengubris. Gadis yang berteriak tersebut menghampiri dengan napas tersengal-sengal.

Ibrahim melototkan matanya ke arah putrinya.

"Ucapkan salam, Rara!"

Halimah mengerutkan wajahnya.

"Kebiasaan deh kamu. Nggak ucapkan salam dulu," tegurnya.

Rara menyengir dan penuh penyesalan.

"Maafkan Rara. Rara lupa Abi, Umi. Kan Rara masih manusia." Beralih menatap Rahman.

"Kak Rahman, ini." Rara menyodorkan sehelai kertas putih dilipat ke arah Rahman.

Kening Rahman berlipat. Matanya memberi tatapan penuh pertanyaan. Mencoba meraih kertas itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Surat (Terakhir) Untuk Imamku ☑️ (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang