Episode 9 : Rasa.

31 2 2
                                    

Apakah Allah akan menyatukan kita? Jika iya, aku sangat bersyukur. Kalau sebaliknya, aku tetap bersyukur. Dan berharap semoga Allah mempertemukan kamu dengan pria yang lebih baik dariku.

~Surat Untuk Imamku~

Sesungguhnya aku diperintahkan untuk menyembah Allah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya dalam menjalankan agama.

(Q.S Az-Zumar: 11)

Pagi ini sangat cerah, matahari terus mendaki melintasi birunya langit tanpa ragu. Bahkan, Allah telah merangkainya dengan sempurna. Nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?

"Riska ...."

Riska berbalik mendapati Rahman. Lalu, memutar matanya malas.

"Ada apa?"

Pria itu tersenyum. Wajahnya kian berseri. Beberapa detik Riska terlena dengan kharisma yang dimilikinya. Namun, dia segera menepisnya. Jangan sampai dia jatuh cinta dengan si cupu itu.

"Sekarang kita ke Bogor, ya!" ajak Rahman.

Bogor?

Riska kali ini harus bisa mencari celah, agar tidak ke sana. Mau apa dia ke sana? Palingan hanya bengong, gabut. Mungkin saja jadi boneka hidup. Disuruh berpakaian yang begitu tertutup. Mendengar ceramah dari umi dan abi. Dan kegiatan yang membosankan lainnya. Jangan sampai terjadi.

"Bulan depan aja, ya?"

Alis Rahman berpautan.

"Kenapa bulan depan? Kan umi dan abi menyuruhnya hari ini. Dan selama seminggu kita di sana."

Riska terkekeh. Matanya celingukan ke sana ke mari. Alasan apa yang bisa membuat si cupu itu membatalkannya. Riska menggaruk kepala belakangnya.

"Gu--gue kan kemarin demam kan, Pu. Kayaknya gue nggak kuat kalau perjalanan jauh. Ditunda aja oke!" Riska mencoba meyakinkan secara dramatis.

Mata Rahman menyipit.

"Kamu serius?"

"Ya--ya gue serius lah. Buat apa gue bohong?" ujar Riska terbata. Segera mengalihkan pandangan ke arah lain.

Rahman tertawa. Padahal, dia tidak curiga sama sekali. Melainkan, hanya menghibur istrinya. Ternyata apa yang diduganya terjadi juga. Bahwa Riska akan menghindar jika diajak ke Bogor.

Satu alis Riska menukik.

"Eh Cupu! Lo ketawain gue?" erangnya tidak suka.

Rahman menormalkan ekspresinya. Melangkah lebih dekat.

"Saya bukan tertawa mengejek kamu," tuturnya senyum.

"Terus?"

Rahman mengalihkan pandangan ke arah lain. "Kamu sangat lucu." Lalu Rahman melangkah keluar.

Lucu?

Apanya yang lucu? Riska tidak habis pikir dengan pria itu. Yang terpenting bagaimana dia bisa bercerai secepatnya dengan Rahman. Sungguh! Langkahnya terasa dibatasi dan tidak bebas ke mana-mana.

Surat (Terakhir) Untuk Imamku ☑️ (The Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang