Diary Anak Rantau

1.4 Jeda

Jarak kampungku ke Kota Rantau sejauh 1898 kilometer. Untuk sampai di sana, kami harus melewati jalan darat sekitar 20 jam dengan rute yang melewati Kota A dan Kota B. Kemudian menyeberang dengan rakit di danau yang indah menuju Kabupaten Perbatasan untuk selanjutnya kembali menempuh perjalanan darat hingga sampai ke tujuan. Sebenarnya jarak dan waktu tempuh bisa dipersingkat dengan jalur udara, namun apa daya, harga tiket pesawat tidak mau diajak kompromi.

Tepat setengah satu siang kami tiba di terminal Kota A untuk berganti mobil menuju Kota B. Doni sudah membuat janji dengan sopir kenalannya untuk dijemput sekitar jam satu siang. Sambil menunggu telepon dari sopir, kami istirahat dan menikmati makan siang di salah satu kedai sekitar area terminal.

“Nanti, lo tinggal sekamar sama gue di kosan. Teman kosan gue udah mau balik karena bakal nikah.”

Aku mengangguk paham. “Betewe, yakin nih, aku bakal langsung diterima kerja di sana?”

“Seratus persen yakin. Itu posisi teman sekamar gue juga. Bosnya yang nyuruh dia nyari pengganti sebelum out. Jadi, sekitar semingguan kita bakal sekamar bertiga gitu.”

“Ibu kos nggak keberatan tuh?”

“Nggak lah. Ibu kos orangnya santai, dia menganggap semua penghuni kos itu adalah keluarganya, diperlakukan sama dengan anak kandungnya sendiri. Mantap kan?” Doni tertawa sambil memukul pahanya sendiri.

Aku kembali mengangguk meski menganggak ledakan tawa Doni terlalu berlebihan, kemudian melanjutkan menyantap bakso di depanku. Sedang Doni sudah selesai melahap baksonya.

“Ah, lambat,” seloroh Doni melihat cara makanku. Dia mengeluarkan ponsel dan melakukan panggilan. “Iya, Pak. Sudah dari tadi ini. Saya dekat pintu keluar terminal, ya,”ucapnya dengan ponsel yang menempel pada kuping kanan. Setelah memutuskan sambungan telepon, Doni berdiri dan menepuk pundakku. “Ayo, mobil sudah menunggu,” katanya.

Aku berdiri dan mengikuti langkah Doni. Aku percayakan nasib perjalanan ini padanya.