"Selamat siang, Kaak."
Sapaan khas dari gerombolan siswi SMA membuatku terpaksa mengangkat kepala dan memasang senyum-sok-ramah. "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" sambutku.
"Kak Rian ada, Kak?" Salah satu dari mereka mendekat padaku.
Aku mengulas senyum. "Maaf, Rian tidak ada dan tidak kami jual. Silakan datang lain waktu atau mau membeli keperluan lain."
"Aih, Kak Ary, cemburu, ya?"
"Cemburu? Untuk apa? Saya masih normal, kok."
Mereka kompak terkekeh lalu menyebar pada rak-rak yang memajang buku dan peralatan tulis-menulis lainnya.
Aku hanya bisa menghela napas saat melihat beberapa diantara mereka menuju tempat Rian biasa berjaga.
"WOI!" Adi memukulkan kemoceng—senjata andalannya, pada tumpukan buku hingga mencipta suara yang mengejutkan, "Kalo cuma mau liat Rian, nggak mau belanja, pulang gih. Kerjain tugas trus bantu ibu kalian," ucapnya lantang.
Para siswi SMA itu sempat mematung karena terkejut. Mereka kompak menatap Adi lalu terkekeh salah tingkah.
"Ah, Kak Adi, kaya nggak pernah muda aja," ucap salah satu diantara mereka.
"Heh, gue masih muda, ya." Adi menunjuk siswi yang bicara itu dengan kemoceng kesayangannya.
"Lebih baik kalian belajar yang baik terus jadi orang sukses. Yakin, deh, bukan kalian yang harus ngejar Rian, dia yang bakal ngejar kalian." Aku menambahkan.
"Kak, Bos bilang ada paket yang mau dijemput di agen," seloroh Rian yang baru saja datang dan tidak menyadari kehadiran para penggemarnya masuk ke toko dan berjalan dengan santuy.
Mendengar suara idola mereka, gerombolan siswi kompak berlari menuju area depan toko.
Aku dan Adi hanya mampu menghela napas pasrah. Kali ini, biar Rian yang menyelesaikan sendiri fanmeeting dadakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Anak Rantau
Ficción GeneralNamanya Ary. Dan kegiatan favoritnya adalah memandangi langit-langit kamar yang catnya mulai terkelupas. Menjalani hidup setelah wisuda benar-benar berat untuknya yang belum berpengalaman. Cahaya harapan datang ketika seorang teman yang sedang kemba...