Bagian 2 : In De Kost

21 1 0
                                    

Selama perjalanan panjang sebelumnya, aku terus membayangkan tentang kami bertiga yang akan berbagi kamar. Aku terus memikirkan sesak yang akan kami rasakan selama satu minggu ini. Ternyata, meski hanya berukuran 3 x 4 meter, nyatanya kamar sederhana ini tetap terasa lapang.

Masih kuingat saat pertama kali sampai di tempat ini. Setelah membiarkan Doni dan Rio tertawa puas melihat kepolosanku yang tertipu pada trik anak Bu Kos, aku diajak berkeliling melihat indekos yang akan aku huni entah untuk berapa lama.

Indekos ini terletak di area belakang rumah yang tergabung dengan toko bangunan milik keluarga Bu Kos. Hanya ada jalan setapak yang menjadi satu-satunya jalur dari pagar menuju pintu rumah indekos. Total ada tujuh kamar, semuanya sudah penuh dihuni oleh anak-anak perantau sepertiku, kebanyakan dari mereka bekerja pada perusahaan yang baru dibuka satu tahun yang lalu. Selain kamar, ada satu dapur dan dua kamar mandi yang harus kami pakai berjamaah. Rasanya tidak masalah saling berbagi, mengingat penghuni indekos ini memang semua adalah laki-laki.

Hal pertama yang kuperiksa setelah kamar tidur adalah kamar mandi. Meski laki-laki sering diidentikkan dengan pola tingkah yang serampangan, aku adalah tipe yang selalu menjaga kebersihan. Aku bersyukur saat mendapati dua kamar mandi yang disediakan dalam kondisi bersih dan tampak terawat. Mungkin ada petugas khusus yang membersihkannya.

Dapurnya lumayan besar. Ada satu kompor dengan dua mata api yang lebih sering dipakai untuk memasak mie instan, satu kulkas yang terletak di sudut dekat pintu berdekatan dengan rak piring, juga beberapa perlengkapan yang umum dalam dapur lainnya. Dan meja makan dengan enam kursi yang mengelilingi terletak tepat di tengah ruangan.

Aku sedang berjalan menuju area halaman depan untuk melihat aktifitas pagi warga sekitar. Udara pagi di tempat ini benar-benar terasa sejuk.

"Kak, kalau butuh sesuatu, tanya sama saya saja. Saya pasti bantu."

Aku tersenyum miring menatap anak Bu Kos yang mengumbar senyum ramah. "Tidak, Dek. Cukup sekali kau membuatku merasa dipecundangi."

Diary Anak RantauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang