12. Meyka

5.6K 706 19
                                    

Happy Reading and Enjoy

Aku mendesah pasrah saat melihat 2 laki-laki berbadan besar duduk diteras rumah kontrakanku. Tidak ada Gustian yang akan menghadapi mereka, dan mau tidak mau, aku harus menghadapi mereka sekarang.

"Nah ini dia, mana duit setoran" aku menggeleng, uang tabunganku menipis, bahkan untuk makan sehari-hari aku harus mulai menghemat.

"Bang, Sorry malam ini gue bener-bener belum ada duitnya."

"Gue nggak peduli, lo udah lewat seminggu....."

"Bang, bokap gue lagi sakit, gue butuh duit buat bayar obat...."

"Alah... gue nggak peduli, mau bokap lo sakit, mau bokap lo mati, utang tetep utang yang harus lo bayar!!!" dua orang itu membentak, aku mendadak gemetaran, tidak ada orang lain disini, apalagi sudah jam 11 malam, tidak ada tetangga yang berkeliaran diluaran rumah juga.
"Bulan depan bang, gue janji. Habis gue gajian gue langsung kasih ke abang" aku hanya bisa pasrah kali ini.

"Oke, gue bakal balik lagi bulan depan" mereka menendang pot tanaman dan aku tidak bisa protes. Setidaknya mereka masih memberikan kelonggaran.

Hutang-hutang itu seharusnya tanggung jawab papa, beliau yang berhutang pada rentenir-rentenir sialan itu untuk judinya, dan yang membuatku semakin stress adalah nominalnya yang mencapai 300 juta.

Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu?

Aku masuk kedalam rumah dan duduk diruang tamu, kepalaku pusing memikirkan masalah hidupku yang seolah tidak ada habisnya.

"Ma, Mey harus gimana?"

***

Aku mencoret-coret note milikku, menghitung tabunganku yang semakin hari semakin menipis. Tidak, aku tidak atau belum menemukan solusi untuk masalah hutang-hutang milik Papa yang dilimpahkan padaku.

Sebelum Papa ketahuan sakit, aku selalu bisa membayar cicilan pada rentenir-rentenir sialan itu. Tapi setelah papa masuk rumah sakit, semuanya kacau. Semua rencana hidup yang sudah ku buat sungguh berantakan.

Pemikiran untuk meminjam pada kantor ataupun pada Bank sempat terlintas, tapi hanya beberapa detik. Aku tidak memiliki apapun untuk ku jaminkan, apalagi uang tiga ratus juta bukanlah uang kecil, yang bisa dijamin dengan BPKB kendaraan. Untuk mengambil paling hanya 15 sampai 20 juta pun hanya akan semakin membuat beban hutangku semakin berat. Bukannya yang satu lunas, malah hutangku semakin banyak.

"Lo kenapa sih? Makin hari makin murung aja!!" aku terkejut saat Clara menepuk bahuku, beberapa temanku menyusul duduk didepan dan disampingku.

Hari ini, aku terpaksa makan dikantin karena aku bangun kesiangan, sehingga aku tidak bisa membuat sarapan juga bekal untuk ku bawa ke kantor. Semalam, aku tidak bisa tidur memikirkan jalan keluar untuk semua masalah yang sedang mencekikku.

Aku langsung menutup note milikku dan tersenyum kecil kearah teman-temanku yang sedang menatapku dengan kening berkerut. Wajahku pasti sekarang terlihat aneh, atau mata pandaku mungkin menarik perhatian mereka.

"Udah, sana pada pesen makanan," suruhku.

"Udah tadi, sebelum duduk," sahut Tian yang duduk tepat dihadapanku, aku menatapnya sebentar sebelum mengangguk.

Phonselku bergetar, aku melihat pesan dari Gustian, dia sudah mulai kuliah hari ini. Beruntung aku memiliki adik yang mengerti dengan keadaan yang sedang ku jalani. Pembayaran uang kuliah, menggunakan uang pribadinya, hasil kerja paruh waktunya.

"Gustian udah mulai kuliah?" Clara bertanya, kepalanya tepat disamping kiri kepalaku. Dia ikut melihat isi chat'ku dengan adikku.

"Udah, untungnya kampusnya kasih toleransi buat bisa nyicil," aku menggumam dengan sangat pelan.

"Hah? Lo ngomong apa?" Clara bertanya bingung.

"Nggak papa"

***

Sudah hampir sebulan aku tidak mampir ke tempat gym, kali ini aku butuh tempat positif untuk mengembalikan kewarasanku. Di jok motor, aku sudah membawa bra sport, legging, sepatu dan botol minuman yang tadi ku beli di mini market dekat sini.

Kafein sudah masuk kedalam perutku sebagai booster sejak setengah jam yang lalu.

"Lama banget nggak kesini," aku disapa oleh Ren, pemilik gym ini. Aku sudah bertahun-tahun olahraga disini karena dekat dengan hotel sehingga aku cukup mengenal laki-laki beranak satu itu.

"Sibuk gue, rame nggak?"

"Mayan, cowok-cowok banyaknya, masuk aja," aku langsung mengangguk dan masuk kedalam gym miliknya. Benar kata Ren, lebih banyak cowoknya dari pada ceweknya. Yang cewek pun kayanya sama pasangan mereka.

Aku menggenati pakaian kerjaku dan mengenakan pakaian olahragaku. Rambutku ku ikat tinggi hingga menunjukkan leherku.

Sebulan tidak olahraga membuat perutku agak sedikit membuncit, tapi it's okey, nggak terlalu terlihat juga. Aku tidak terlalu memusingkan bentuk tubuhku sekarang.

Aku memulai pemanasan biasa sebelum naik ke tread mill untuk mulai pemanasan, sebelum ke angkat beban.

Setengah jam berlalu, nafasku sudah mulai terengah karena sudah jarang olahraga. Aku duduk diatas lantai yang dingin seraya menatap wajahku sendiri pada dinding yang berlapis cermin diseluruh ruangan. Rambutku sudah berantakan dan sebagian bra yang ku gunakan sudah tampak basah.

Kalau dijual, berapa harga- harga diriku? Apalagi aku masih mempertahankan keperawananku. Apa aku bisa mendapatkan minimal 300 juta itu?

Aku tertawa miris dan menggeleng kecil, aku sudah sangat frustasi hari ini, dan pemikiran bodoh itu muncul begitu saja.

"Mey....." Aku menatap kearah cermin dan menemukan Tian dibelakanku, dengan kaos tanpa lengan dan celana pendek, juga sepatunya. Sepertinya dia juga akan berolahraga.

"Ohhh hai" aku balas menyapanya yang ikut duduk dilantai, disampingku. Aku tau dia juga sering olahraga disini, tapi kami tidak pernah bertemu karena jadwal olahraga kami berbeda.
"Tumben lo kesini jam segini"

"Iya, gue perlu ngeluarin keringat aja, udah lama nggak olahraga, badan gue udah pegel-pegel." Aku tersenyum kecil kearahnya.

"Gue baru tau kalau lo sexy"

-------

Niatnya mau double up kemarin, tapi nggak bisa karena mati listrik dan sinyal mendadak ilang semua.

Semoga kalian suka part ini.

With Love,
Bella

Hidden AgendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang