10. Meyka

6.2K 714 38
                                    

Happy Reading and Enjoy

Semua staff hotel dihebohkan dengan cincin simple yang nangkring dijari manis salah satu laki-laki lajang paling diminati di hotel ini. Siapa lagi kalau bukan Christian.

Entah sudah berapa lama aku tidak bertemu dengannya, juga dengan teman-temanku yang lain karena sudah hampir sebulan ini aku jarang sekali ikut kumpul, walaupun untuk sekedar makan siang dikantin.

Aku juga sering mengambil lembur untuk menambah pemasukan karena tabunganku sudah menipis dan lagi tanggung jawabku semakin besar karena Gustian masuk ke Universitas ternama, tapi pendaftaran beasiswanya tidak lolos.

Kalau aku boleh menyerah, aku ingin menyerah sekarang, mungkin mengakhiri hidupku agar semua beban yang ku panggul menghilang begitu saja. Tapi apa iya? Bisa-bisa mama datang dan mengomeliku karena aku lepas dari tanggung jawab.

Intinya, aku harus tetap disini, menyelesaikan tanggung jawabku sebagai kakak dan seorang anak.

Sekali lagi, aku menghela nafas seraya menatap belasan bahkan puluhan angka dilayar komputerku. Ruangan ini sudah sepi karena sudah memasuki jam makan siang, hanya tinggal aku yang bertahan dikursi kerja, didepan computer yang membosankan.

Aku menyerah, dan mengambil kotak makanan yang ku bawa dari rumah, lebih efisien karena tidak harus turun ke kantin dan tidak harus mengantri makanan, tidak.... Maksudku lebih hemat.

Aku melihat Clara kembali masuk keruangan dan menaruh plastik diatas meja, menuju pantry dan kembali dengan piring dan sendok ditangannya. Kenapa dia makan disini? Tidak diluar seperti biasanya?

"Tumben" aku mencibir seraya menyiapkan cabai yang sudah dilumuri telur. Cara paling mudah untuk membuat makanan pedas, karena membuat sambal dipagi hari hanya akan membuatku terlambat.

"Anak-anak pada punya kerjaan sendiri-sendiri, akhirnya gue beli nasi padang diseberang, bungkus makan disini, kenapa lo baru makan?" dia menjelaskan dan bertanya padaku. Aku menunjuk layar monitorku yang masih menunjukkan pekerjaanku dan kembali menyuapkan nasi juga lauk sederhana.

"Jangan siksa diri lo lebih lama, Mey. Seberapapun lo ngejar uang, uang nggak akan datang kalau belum rejeki" iya, dia gampang berkata seperti itu. Dia tidak pernah berada diposisiku. Memiliki ayah yang sedang sakit keras, yang disetiap hari kondisinya semakin memburuk, memiliki adik yang harus dikuliahkan. Dan semua hal itu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Ingin sekali aku meneriakkan itu semua dihadapannya, tapi tidak, dia tidak tau permasalahanku, dan bibirku hanya mampu berkata "kalau nggak kerja keras juga uang itu nggak akan datang, Ra"

Aku menyuapkan makananku dan Clara tidak menanggapi apapun lagi.

"Udahlah, nggak usah bahas masalah duit yang nggak ada habisnya. Lo tau nggak kalau Tian katanya udah tunangan?" aku mengangguk walaupun ikut bertanya-tanya. Dia baru putus dengan mantan kekasihnya, siapa namanya? Aku lupa. Dan sekarang, tiba-tiba, Christian membuat karyawan hotel heboh karena kabar pertuangannya yang tiba-tiba. Setelah cuti beberapa hari, Tian kembali dengan cincin yang terpasang dijarinya.

"Kok lo kaya nggak antusias gitu? Atau lo marah karena pernah ciuman sama dia, tapi dia malah sama yang lain" dia menyipitkan matanya menatapku protes.

"Itu gara-gara lo ya, sialan." Aku berdecak dan berharap Clara tidak membahas ini lebih lanjut, karena aku takut keceplosan membahas masalah menginap di hotel waktu itu.

Tidak ada yang tau selain aku dan Tian, kami juga sudah berjanji tidak akan membahas ini lagi, dan aku meminta padanya untuk melupakan hari itu.

Lagipula, kalau diingat-ingat lagi, kenapa aku harus ikut menginap dengan Tian malam itu? Kenapa aku tidak memilih memesan taksi dan pulang sendirian.

"Meyka..... gue cerita dari tadi lo pasti nggak dengerin" aku mengerjap saat Clara memukul bahuku. Aku menoleh kearah dia yang sedang menggerutu seraya mengaduk-aduk nasi padangnya.

"Apa? Kenapa?" aku bertanya bodoh.

"Tian katanya mau resign" kali ini aku terkejut dengan informasi yang baru saja Clara katakan.

"Kenapa?" dia hanya menggedikkan bahunya.

"Nggak tau, kita kan belum ketemu dia hari ini"

***

Aku panik, Gustian baru saja mengabari kalau Papa lagi-lagi kejang. Biasanya Gustian di rumah karena aku sudah menggunakan jasa suster rumah sakit untuk menjaga papa secara intensif. Itulah kenapa pengeluaranku semakin banyak, dan aku hanya bisa pasrah.

Aku tidak bisa membiarkan Gustian bertahan di rumah sakit. Apalagi beberapa hari lagi Gustian masuk kuliah.

"Hei...hei.. slow down" aku hampir saja terjatuh kalau tidak ada..... Tian yang memegangi lenganku. Kakiku tersandung hingga aku hampir limbung saking paniknya.

"Thank you" aku langsung berlari menuju parkiran karyawan, bahkan aku melupakan jaket yang selalu ada di jok motornya.

Ini bukan pertama kalinya Papa kejang, tapi aku selalu panik. Aku takut kalau sampai Papa..... tidak, tidak. Papa pasti baik-baik saja.

Aku mengeluarkan semua skill berkendaraku untuk segera sampai ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari hotel tempatku bekerja.

Saat lampu merah, aku bahkan sesekali membuka phonselku untuk melihat apakah Gustian kembali mengabariku atau tidak. Sampai akhirnya, aku tiba di rumah sakit.

Lebih menyebalkan lagi karena aku harus izin ke satpam untuk masuk karena darurat, mengingat waktu sudah malam dan jam besuk sudah berakhir.

"Tian" aku melihat Gustian sedang berdiri didepan ruangan papa, pintu kamar rawat papa tertutup rapat dan aku tidak tau apa yang terjadi didalam sana.

"Kak" aku melihat wajahnya tegang, dan aku tidak tau apa artinya.

"Papa bakal baik-baik aja kan, Yan?" aku bertanya dengan pelan.

"Pasti... Papa pasti baik-baik aja"

-----

Silahkan menerka-nerka, siapakah tunangan Tian?

Sampai jumpa hari beberapa hari kedepan.

Semoga kalian suka part ini.

With Love,
Bella

Hidden AgendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang