41. Tian

6.9K 894 64
                                    

Happy Reading and Enjoy.

Seminggu sudah berlalu sejak malam perdebatanku dengan Meyka, kami seolah memiliki jarak. Meyka seakan menjauhiku, dan setiap aku ingin berbicara dengannya, dia selalu memiliki alasan untuk pergi.

"Lo kacau, man" decak Dion yang sudah masuk keruanganku, "kenapa lo? Tumben" lanjutnya.

"Lagi ada masalah sama bini" jawabku singkat.

"Parah banget sampe Meyka ngajuin cuti segala?" aku yang sejak tadi menunduk langsung menatap wajah Dion, "liat respon lo, kayanya lo nggak tau"

"Kata siapa lo?"

"Dewa, dia juga baru tau tadi, yang ngurus bawahannya, udah dari minggu lalu Meyka ngajuin cuti dan di ACC, sejak besok, Meyka resmi cuti, seminggu. Dewa nggak kasih tau alasannya, tapi kayanya ada hubungannya sama lo" terangnya panjang lebar.

Aku tidak lagi mempedulikan Dion, ku sambar phonselku yang sedak tadi anteng dan langsung mendial nomor Meyka. Dia sama sekali tidak mengangkat panggilanku.

"Meyka udah balik. Lo mending balik juga, udah nggak ada kerjaan kan?" aku menggeleng kecil dan segera membereskan beberapa benda pribadiku.

"Gue duluan" pamitku pada Dion.

***

"Ma, Meyka mana?" tanyaku pada Mama yang sedang menonton diruang keluarga.

"Eh... baru pulang tadi, dia dikamar kayanya" aku langsung berlari menuju kamar, mengabaikan mama yang sepertinya hendak bertanya. Saat ini fokusku hanya tertuju pada Meyka.

Saat membuka pintu, aku hanya bisa terpaku, begitu juga Meyka yang sedang membereskan beberapa pakaiannya.

"Mey, apa yang kamu lakuin?" tanyaku seraya masuk dan mengunci pintu, "Sayang," panggilku saat dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

"Abang, aku mau pulang sebentar" katanya dengan suara pelan.

"Pulang kemana, Mey? Ini rumah kamu" aku menarik tubuh mungilnya, memeluknya erat. Aku bahkan dapat merasakan kalau Meyka jauh lebih kurus dari biasanya, hal yang baru kusadari setelah beberapa hari.

"Aku kangen Gustian, aku Cuma mau disana beberapa hari, mumpung libur" aku tidak ingin menjawab apapun, aku memeluknya semakin erat dan mengecup puncak kepalanya.

Apapun hal yang melatar belakangi pernikahan ini, aku tetap mencintainya, bagaimanapun keadaannya. Entah sejak kapan cinta itu tumbuh, yang jelas aku tidak ingin kehilangannya, bagaimanapun keadaannya.

"Aku ikut ya? Aku nggak mau tidur sendirian lagi" bujukku. Tapi dia menggeleng.

"Kasian Mama ditinggal sendirian, aku paling cuma 2 hari, aku cuma mau nenangin diri dulu" Aku tidak tau Meyka menenangkan diri dari apa, tapi mengingat bagaimana dia menangis beberapa waktu lalu, aku membiarkannya.

"Dua hari ya? jangan menghindar juga, kalau aku telfon jangan di biarin aja, aku perlu denger suara kamu" aku menangkup wajahnya dan mencium bibirnya yang sudah menjadi canduku.

"Iya" jawabnya berbisik.

***

Meyka POV

"Kak" Gustian sedikit terkejut saat melihatku muncul didepan pintu kontrakan, dia tampak bingung walaupun tetap membantuku membawakan ransel berukuran sedang yang berisikan beberapa helai pakaianku.

"Rapi, kamu rajin juga ternyata" ujarku saat melihat rumah ini rapi.

"Nggak sempet ngeberantakin" jawabnya seraya menghempaskan diri ke sofa lusuh yang masih terlihat nyaman.

Aku menghirup aroma rumah ini, rumah kontrakan yang ku rindukan, yang kini hanya ditinggali Gustian sendiri. Christian dan Mama Rita sudah mengajak Gustian untuk tinggal dirumah, tapi Gutsian tidak mau. Dia tetap bertahan dirumah ini.

Aku sama sekali tidak bisa mengatakan apapun, dan hanya bisa mengikuti kemauannya.

"Bang Tian tadi chat, nitipin kakak disini selama 2 hari. Emang dia kemana?" tanya Gustian tanpa menoleh dari layar phonselnya yang sudah butut. Aku bahkan sudah berpikir untuk mengganti phonselnya itu.

"Di rumah, kakak cuma pengen disini dulu"

"Kenapa? Lagi ada masalah? Trus melarikan diri?" kini kami bertatapan. Aku sepertinya kehilangan masa tumbuhnya selama setahun ini. Sejak kapan Gustian tampak lebih dewasa? Sejak kapan dia memiliki kumis tipis itu? Sejak kapan dia memiliki bahu yang tegap?

"Lagi capek aja, trus mumpung kakak cuti, kakak mau ajak kamu nge-mal besok" aku berusaha mengalihkan perhatiannya.

"Ngapain? Nemenin belanja? Nggak lah, makasih" tolaknya langsung.

Aku berdecak pelan, "itu hape udah butut, ganti lah. Besok kakak beliin, sama beli baju-baju kamu. Udah berapa lama nggak beli baju?"

"Beneran?" tanyanya antusias dan aku mengangguk, "tapi kalau uangnya dari bang Tian aku nggak mau ah." Ralatnya.

"Nggak, ini uang tabungan kakak. Besok kamu kuliah jam berapa?" tanyaku.

Cengiran muncul di kedua sudut bibirnya, "besok libur, nggak ada jadwal"

***

"Makan yuk, laper" ajakku pada Gustian yang sepertinya sudah malas-malasan berjalan dibelakangku. Kami sudah berkeliling Mal untuk mencari phonsel yang pas untuk Gustian juga beberapa helai pakaian yang bisa dia gunakan untuk kuliah.

Sekarang aku tidak berpikir lagi untuk mengeluarkan uang untuk Gustian, selain sudah lama sekali aku tidak membelikan sesuatu untuk Gustian, aku juga selalu memiliki uang lebih. Christian membuatkan satu rekening atas namaku dan selalu mengisinya. Dia akan protes kalau uang yang dia berikan tidak digunakan setelah melihatku membeli beberapa barang, jadilah aku selalu menggunakan uang yang dia berikan kalau ingin membeli sesuatu. Tapi kali ini tidak. Gustian tidak mau. Anak remaja yang kini sudah beranjak dewasa itu masih terlihat sungkan dengan keluarga Christian.

"Kakak mau makan ramen, kamu mau makan itu nggak?"

--------

Selamat siang.....
Gimana kabar kalian hari ini?

Sedikit konflik nggak masalah kan ya?

Ada yang mau double up?
Give me 400 vote dan 50+ komen.
Dan aku bakal langsung up.

Semoga kalian suka part ini.

With Love
Bella

Hidden AgendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang