2. Tian

8.6K 840 7
                                    

Happy Reading and Enjooy

Aku terkejut saat melihat Meyka ditampar hingga terduduk oleh laki-laki setengah baya yang ku kira adalah ayahnya sendiri. Gustian bangun dan mendorong ayahnya, membela kakaknya dan satu lagi pukulan hingga membuat Gustian terjungkal.

Aku bergerak turun dari mobil, dan mendekati Meyka, "....dasar anak nggak tau diuntung" aku dapat mendengar papanya Meyka berkata demikian sebelum pergi kearah yang berlawanan denganku dengan jalan yang sempoyongan, mungkin beliau sedang mabuk.

"Mey?" aku membantu Meyka untuk bangkit, sementara adiknya juga ikut mengangkat kakaknya, "makasih, bang. Abang boleh pulang" Meyka berujar dan sama sekali tidak menoleh kearahku. Pipinya merah dan aku dapat melihat bekas tangan menempel dipipi kulitnya yang putih, astaga... seberapa keras Meyka ditampar?

"Nggak, ayo gue bantu obtain, Gustian juga butuh diobatin" aku memaksa agar ikut masuk dan Meyka hanya bisa pasrah.

Ini adalah pertama kalinya aku melihat Meyka sekacau ini, di kantor dia adalah salah satu karyawan yang tidak mencolok, tidak pernah tersandung skandal, tidak terlalu mencetak prestasi juga, atau apapun yang membuat namanya dibicarakan oleh karyawan lainnya. Mungkin karyawan yang berbeda divisi pun tidak menyadari kalau dia ada.

"Dimana kotak obatnya?" tanyaku pada Gustian, dan remaja itu langsung menunjuk laci yang berada tidak jauh dari kami sekarang.

Aku mengambil sekotak obat lengkap, apa hal seperti ini biasa terjadi?

"Gue bisa sendiri kok, bang" Gustian menolak untuk ku bantu, dia memilih mengambil kapas untuk ditetesi antiseptic sebelum dia mengobati sudut bibirnya yang robek.

"Mey?" aku memanggilnya dan dia menoleh, tatapannya kosong dan hampa, hatiku mencelos, 3 tahun kenal dengannya aku selalu melihat Meyka yang baik-baik saja, Meyka yang memiliki senyum manis dan Meyka yang ceria. Aku, bahkan mungkin teman dekat kami dikantor tidak akan tau bagaimana kondisi wanita ini dibelakang.

"Kak, lo baik-baik aja kan?" Gustian yang menyadari perubahan sikap kakaknya pun langsung bertanya. Meyka mengangguk dan aku tau anggukan itu adalah anggukan bohong.

"Bang gue buatin minum ya?" Gustian bertanya padaku dan langsung ku balas gelengan, "nggak usah, lo istirahat aja, biar gue yang nemenin Meyka" Gustian tanpa mengatakan apapun lagi mengangguk dan berlalu menuju sebuah ruangan yang ku kira itu kamarnya sendiri.

"Mey?" sekali lagi aku memanggilnya, dia menatapku, matanya berkaca-kaca dan akhirnya perlahan tetes demi tetes membasahi pipinya, dia menangis tanpa suara.

Aku tergagap dan refleks memeluk Meyka, karena hanya itu cara yang ku tau untuk menenangkan seorang perempuan.

Tangannya mencengkram erat kemeja yang ku kenakan sejak pagi, dia menangis terus menerus sampai aku dapat merasakan deru nafasnya mulai normal. Tubuhnya bergerak menjauh dan aku tau, itulah saat yang tepat untuk melepaskannya.

"Are you okey?" tanyaku padanya, dia menganguk pelan tanpa menatap mataku.

"Sorry, kemeja lo jadi basah" mataku tertuju pada kemejaku dan berdecak pelan.

"Stop peduliin hal-hal nggak penting, sekarang kompres pipi lo supaya besok nggak memar" aku beranjak dan menuju dapurnya, rumah kontrakan Meyka cukup mungil walaupun tetap nyaman dan aku mudah mencari dapurnya yang sederhana.

Aku membantu Meyka mengompres pipinya sampai agak terlihat mendingan dan tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Gue pamit dulu deh, udah malem, lo mending bersih-bersih trus istirahat" saranku dan dia menganguk. Aku beranjak dari sofanya dan berjalan keluar rumahnya, Meyka memaksa mengantar sampai depan.

Saat hendak benar-benar pergi, aku merasakan Meyka menarik kemejaku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Please, jangan kasih tau siapapun ya bang" katanya memohon, tentu saja aku tidak akan mengatakan pada siapapun, ini bukan ranahku untuk bercerita.

"Dicatat" ku acak rambutnya yang sedikit berantakan dan pergi dari rumah Meyka.

Saat masuk kedalam mobil, aku dapat melihat Meyka masuk dan menutup pintu depan, tanpa diduga, helaan nafas lolos dari bibirku, entah karena apa.

***

"Mama kenapa belum tidur?" aku menyapa mama yang sedang duduk didekat akuarium besar yang ada dirumah keluargaku. Beliau tersenyum kecil dan mengusap kepalaku, aku tengah berjongkok didepan kursi yang mama duduki, dan menaruh kedua tanganku dipangkuannya.

"Belum bisa tidur, kamu lembur terus" aku tersenyum kecil tidak menjawab pertanyaannya.

"Ayo, Tian temenin mama ke kamar" Aku mengajak beliau bangkir dari kursinya dan memegang kedua lengan mama.

"Tidur ya, Ma. Biar istirahatnya cukup" dokter selalu mewanti-wantiku agar mama mendapatkan tidur yang cukup sampai pada akhirnya aku menggunakan jasa perawat hanya sekedar untuk menemani mama dan mengawasi mama dirumah. Ya... walaupun beliau kadang tetap keras kepala, beliau bahkan kerap menungguku pulang.

"Tian kapan bawa menantu mama?" aku menghela nafas pelan, tapi tetap senyum masih bertengger manis diwajahku.

"Sabar ya ma, Tian juga berusaha kok" aku menarikkan selimut sampai sebatas dada, mengecup kening Mama dan pamit untuk kembali ke kamarku.

Aku mengosongkan saku celana bahanku, mengecek phonselku sebelum menaruhnya untuk ku tinggalkan bersih-bersih.

Pesan dari Meyka muncul, dan dilihat dari waktunya, Meyka mengirimkannya beberapa menit yang lalu.

Makasih, Bang.

------

Yuhuuuuuuu.....
Kerjaan kelar, update langsung rutin.

Jangan lupa vote and komen, jangan lupa juga follow aku supaya kalian selalu dapat info2 terbaru dari aku.

Semoga kalian suka part ini.

With Love,
Bella

Hidden AgendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang