4. Tian

6.8K 737 7
                                    

Happy Reading and Enjoy

"Meyka cuti" ucapan Dewa membuatku menoleh, dia baru saja duduk dan menaruh es tehnya diatas meja. Dia sepertinya baru saja keluar dari ruangannya, dan baru sempat istirahat padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah satu siang.

"Kenapa cuti? Mendadak?" Clara yang sedang duduk didepanku bertanya, "gue pikir izin sehari doang"

"Mendadak, lo pasti tau kalau karyawan cuti harus kasih alasan. Dia nggak ngebolehin gue kasih tau alasannya," aku hanya diam dan termenung, tanganku mengaduk-aduk baksoku yang tinggal setengah. Kenapa Meyka mendadak cuti? Apa karena masalah semalam?

Aku menggeleng kecil, aku tidak mendapati luka yang cukup berarti yang bisa membuat Meyka mendadak mengambil jatah cutinya.

"Kenapa lo geleng-geleng?" suara Dewa menyentakku dan aku kembali menggeleng, "Enggak kok"

"Gue semalem...." Kalimatku terhenti, ini bukan ranahku untuk bercerita.

"Semalem?" Clara bertanya dengan kening berkerut.

"Nggak papa" aku memilih diam, Clara dan Dewa menatapku dengan kening berkerut walaupun tidak mendesakku untuk bercerita.

Aku mengeluarkan phonsel dan membuka kontak Meyka, haruskah aku mengirimkan pesan dan bertanya apa masalah yang sedang dia hadapi? Setelah menimang beberapa saat aku kembali menaruh phonselku diatas meja, mengurungkan niat untuk mengirimkannya pesan.

Selain pertemanan di kantor, aku dan Meyka tidak memiliki hubungan apapun.

***

4 hari Meyka tidak masuk kantor, Clara sempat menghubunginya tapi tidak bisa. Aku beberapa kali menimang-nimang apakah harus ke rumahnya atau tidak. Ini hanya sebuah kepedulian sesama teman, sebagai rekan kerja.

Aku sudah memutuskan untuk berkunjung ke rumah Meyka besok, kalau Meyka tidak juga datang ke kantor besok.

"Minta rokok dong" aku menoleh kearah Dion yang langsung duduk disampingku, mengambil batang rokok dan koreknya, kemudian langsung menyalakannya, bahkan aku belum mengatakan iya.

"Kenapa lo?" tanyaku pada Dion yang seolah dengan menghisap busa rokok. Dion salah satu manajer dihotel ini, kami berbeda divisi, tapi cukup dekat. 2 minggu belakangan dia sedang ada tugas keluar kota dan cukup sibuk akhir-akhir ini, jadilah dia sudah sangat jarang terlihat berkumpul denganku dan Clara ataupun Dewa.

"Stress gue, mau nikah banyak banget yang harus diurusin, kerjaan juga nggak ada habisnya" setahuku, dia akan menikah dalam beberapa bulan, dan sekarang sedang sibuk-sibuknya mengurus pernikahannya dengan Ria, calon istrinya.

"Di omel Ria, baru tau rasa lo" cibirku.

"Nggak tau juga dia. Ria di Bandung 2 hari ini" Dion mengepulkan asap rokok dengan santai dan terlihat menerawang. "lo kapan nikah?" sial..... kenapa Dion jadi menyebalkan?

"Lo nyebelin, sumpah" dia hanya tertawa, kami seumuran, tapi memang dia yang sudah bekerja dihotel ini terlebih dahulu dari pada aku.

"Kita udah 35, tahun depan 36, mau sampai kapan lo sendiri? Ntar udah kakek-kakek lo baru punya bayi" dia kembali mengoceh, apakah tidak cukup aku diceramahi mama dirumah? Sehingga di kantorpun Dion harus mengocehkan hal yang sama.

"Brisik lo!!" decakku dan dia kembali tertawa.

"Gue kok nggak liat Meyka dari kemarin ya?" pembicaraan mulai beralih dan aku bersyukur akan hal itu.

"Lagi cuti dia" kataku.

"Ohh" Dion memilih membicarakan hal lain sebelum meninggalkan gazebo untuk kembali keruangan kami masing-masing.

***

Sebelum pulang, aku memilih mampir ke mini market yang tidak jauh dati hotel tempatku bekerja untuk membeli rokok, Mama sudah melarangku untuk merokok, tapi ada saat-saat tertentu dimana aku butuh nikotin untuk melepas stress.

"Mey?" aku tidak sengaja melihatnya yang sedang membeli beberapa makanan instan, dan penampilannya tampak kuyu dan lingkaran mata hitam tidak bisa ditutupi oleh kaca mata hias yang wanita itu kenakan.

"Bang" sapanya seraya tersenyum kecil.

"Beli apa?" tanyaku basa-basi seraya mendekatinya.

"Gini aja" dia menunjukkan keranjang belanjaan yang terisi setengah, aku dapat melihat beberapa sabun dan sampo didalam sana, mungkin dia sedang belanja bulanan, "Abang beli apa?" tanyanya.

"Mau beli rokok" aku menunjuk kasir yang penuh, "gue tunggu didepan ya, ngobrol bentar" ujarku padanya.

Aku segera berlalu tanpa mendengar jawabannya, membeli dua cup kopi dan sebungkus rokok yang langsung ku jejalkan pada saku celanaku.

Aku duduk didepan kursi mini market seraya menatap kedalam, Meyka masih mengambil beberapa barang dan memasukkan kedalam keranjang belanjaannya sebelum menju ke kasir dan mengantri untuk melakukan transaksi pembayaran.

Rokok kusulut dan aku menyesapnya dengan nikmat.

"Bang, mau ngobrol apa?" Meyka mengibaskan asap rokokku, aku langsung mematikan bara rokokku dan membuangnya.

"Sorry" ujarku padanya.

"Nggak papa, kenapa?" dia duduk didepanku dan menaruh barang belanjaannya disatu kursi kosong disamping kananku.

"Cuti kenapa?"

"Papa sakit, lagi dirawat dirumah sakit, besok udah mulai masuk lagi kok" aku mengangguk dan mendorong satu cup kopi susu yang ku beli padanya. "makasih" lanjutnya.

"Parah? Kok sampai ambil cuti lama, lo?"

"Ketabrak mobil" aku terkejut, kejadiannya berarti malam dimana aku mengantarnya pulang dan menyaksikan bagaimana papa Meyka memukul dan menampar anak-anaknya. Kenapa dia masih peduli pada orang tua yang sudah tidak peduli padanya?

Pertanyaan itu hanya mampu bergumul dikepalaku, tidak berani ku lontarkan padanya,

"Nggak terlalu parah, tapi emang ada hal lain" wajahnya terlihat murung dan sedih, aku dapat melihatnya dengan jelas walaupun Meyka berusaha menutupinya dengan meminum kopi yang ku berikan.

"Lo tau kan Mey, lo punya gue, Clara, bahkan Dewa buat lo ajak cerita"

-----

Baru sempet buka laptop, banyak kerjaan dirumah. Sorry. 

mungkin bulan ini sama bulan dengan aku agak jarang-jaran update'nya, mungkin seminggu cuma sekali atau dua kali aja. 

semoga kalian suka part ini.

With Love,

Bella

Hidden AgendaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang