20. Kepo

387 47 0
                                        

Hari ke-4 latihan 17an, keadaan kelas semakin sepi. Si pembuat onar Jojo hari ini absen, membuat keadaan kelas makin sepi.

Ara yang sering ikut meramaikan suasana hari ini juga tidak terlalu banyak bergerak.

Absennya Jojo tentu bukan tanpa alasan, hari ini bertepatan dengan acara pernikahan kakak sepupunya di luar kota. Sebagai keluarga besar, tentu saja ia harus ikut menghadiri acara tersebut.

Mosa sendiri tidak terlalu terpengaruh dengan ketidakhadiran sahabatnya itu. Ia sudah biasa menghadapi kesendirian tanpa Jojo.

"Eh, katanya bentar lagi ada pemilihan ketos, ya? Kapan?" tanya Reren saat sedang berkumpul di meja Mosa.

"Minggu depan, kayaknya. Soalnya minggu ini baru perkenalan," jawab Kiya yang duduk di meja Dyu.

"Berarti calonnya baru diumumin besok? Kira-kira siapa, ya, yang jadi calon di angkatan kita." Revan terlihat berpikir, mengira-ngira siapa yang menjadi kandidat kuat menjadi ketua osis.

"Kayaknya si Alaska dari kelas sebelah ikut, deh, soalnya belakangan ini dia jadi lebih sering kemana-mana sama Missel." Kiyo ikut menimbrung, membahas temannya dari kelas sebelah.

"Yang anak olimpiade itu? Iya juga, sih, dia kelihatan bisa jadi kandidat ketua osis," tambah Reren.

Mosa ikut mendengar dari tempatnya, ia menyampingkan sejenak pekerjaan mencatatnya demi mendengar percakapan. Prmuda itu tau benar siapa saja kandidat-kandidat yang akan ikut pemilihan. Mosa diam-diam menyinggungkan senyum di bibirnya, ia melirik salah satu temannya yang dari tadi diam saja di mejanya.

Sepertinya pemihan kali ini akan lebih menarik.

Bel masuk berbunyi. Beberapa orang yang berkerumun di dekat meja Mosa langsung bubar seketika. Sambil menunggu guru masuk, Mosa kembali membuka buku cetaknya, lanjut membaca materi hari itu.

Setelah lewat beberapa menit, ia kembali menutup buku. Pemuda itu mengangkat kepalanya agar dapat melihat dengan jelas jam dinding di depan kelas. Ia mengangkat satu alisnya bingung, kenapa belum ada guru yang masuk?

Mosa perlahan memutar kepalanya kepada Pandu yang juga sedang menatapnya. Pandangannya seolah bertanya kenapa guru mereka belum datang juga. Mosa mengendikkan bahunya tak tahu menahu.

Setelah bepikir sebentar, ia akhirnya memutuskan untuk keluar. Belum sempat ia melangkahkan kakinya, kelasnya sudah kedatangan ketua osis mereka, Ares.

"Halo adek-adek, maaf mengganggu waktunya," sapa Ares dengan senyum manisnya memandang seluruh kelas.

"Berhubung pagi ini guru-guru ada rapat dadakan, jadi jam pelajaran pertama sampai jam pelajaran kelima diganti menjadi belajar mandiri di kelas masing-masing. Terus nanti jam pelajaran keenam sampai kedelapan akan normal seperti biasa."

Seluruh kelas menyimak apa yang disampaikan oleh Ares, sampai-sampai tidak ada yang bersuara.

Merasa tidak ada yang ingin bertanya, Ares akhirnya pamit untuk keluar. "Itu aja dari gue, selamat belajar semuanya," kata Ares sambil tersenyum singkat kepada seisi kelas.

Saat pemuda itu keluar, kelas mulai ribut lagi.

"Ih, gila, Kak Ares manis banget," celetuk Reren yang memang dari tadi terpesona menatap ketua osis mereka.

"Iya, manis banget. Gue heran kenapa orang kayak dia nggak kelihatan punya pacar, ya?" Siska ikut menimbrung, bertanya-tanya tentang Ares.

"Bukannya nggak punya pacar, tapi orangnya emang lagi gamon," jawab Kiyo dari tempatnya.

Surya langusng berbalik ke arahnya sambil melotot, menyuruhnya diam. Pemuda yang dipelototi langsung mengatupkan bibirnya, ia salah bicara.

"Hah? Kak Ares gamon? Siapa yang bikin dia gamon? Ki, lo pasti tau sesuatu, kan?" Kiyo diberondongi pertanyaan dari Siska, ia tidak bisa mengelak.

"Temen gue yang bikin dia gamon," cicit Kiyo sambil menunduk. Ia sangat merasa bersalah karena menjadikan sang ketua osis sebagai bahan gosipan.

"Temen lo siapa? Dari kelas mana? Sejak kapan?" tanya Siska lagi. Queen jadi mendekat penasaran, begitu juga Reren dan Ara.

Kiyo jadi terpojok, kalau ia mengatakan yang sebenarnya, pemuda itu tidak akan pulang dengan selamat hari ini.

Suara benda jatuh mengalihkan perhatian mereka. Siska bahkan menoleh kaget, hendak melihat apa yang terjadi.

Botol minum Ara terjatuh, dan tumpah. Revan tidak sengaja menyenggolnya, membuatnya jadi berteriak kaget.

"Duh, Ra, maaf banget," ucap Revan panik. Ara memisahkan diri dari gerombolan Siska, ia memungut kembali botol minumnya yang sudah kosong.

"Ambil kain pel, sana, Rev. Biar gue yang ngepel," kata Surya kepada pemuda mungil itu.

Revan masih merasa bersalah, ia  menarik tangan Dyu yang berdiri tak jauh darinya. "Temenin," pinta pemuda itu sambil mengerutkan bibirnya kecil.

Dyu menghela nafasnya, akhirnya ikut mengantar cowok itu mengambil kain pel.

"Nggak apa-apa, kan, Ra?" tanya Surya kepada Ara yang lewat di depannya.

Ara tersenyum singkat, "iya, nggak apa-apa, gue bisa beli minum lagi kok, di kantin"

Surya menipiskan bibirnya, ia kini menoleh kepada Kiyo yang seketika dilupakan. Ia menghampirinya dan berbisik pelan, "lu sekali lagi keceplosan gue pites ya."

Kiyo menyengir saja merasa bersalah, ia jadi berhutang budi kepada Surya.


**


Hari ini mereka piket seperti biasa. Mosa, Reren, dan Pandu menjalankan tugasnya seperti teman-temannya yang lain. Karena ketidakhadiran Kiya, mereka harus membagi tugas lagi.

Keheningan menyelimuti ruangan itu. Mereka ber-tiga bekerja dalam diam, tanpa membahas apa-apa.

Sampai tiba-tiba Mosa bertanya, "Pandu, habis ini lo ada rapat, kan?" tanyanya tanpa menatap Pandu sedikit pun.

Pandu seketika menghentikan kegiatannya menyapu. Ia menoleh sedikit. "Iya, kata Kak Ares gitu," jawabnya kembali melanjutkan kegiatan menyapunya.

Reren yang mendengar itu hendak bertanya, tetapi ia urungkan mengingat itu bukanlah urusannya.

Setelah melihat seluruh ruangan telah rapi, Mosa akhirnya keluar ruangan bersama kedua teman sekelasnya. Ia menutup dan mengunci pintu, lalu mengantongi kunci biru itu pada kantong blazer-nya.

"Gue duluan, ya, Mos, Pan," pamit Reren sambil melambai ke arah keduanya.

Pandu dan Mosa balas melambai, kemudian berhenti saat Reren sudah melangkah pergi.

"Jadi gimana?" tanya Mosa tiba-tiba.

Pandu mengangkat alisnya bingung, "apanya?"

Mosa mengangguk, menyuruhnya untuk mengingat bahasan mereka sebelumnya. Pandu ingat, dan langsung tertawa bodoh.

"Liat aja besok, Mos, gue masih nggak tau," jawabnya sambil menggaruk tenguknya.

Mosa mengangguk-angguk sekilas. Ia tidak bertanya lagi sampai Pandu berpamitan untuk melangkah pergi menuju ruang osis.


••

(A/N):

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


(A/N):

Mumet banget 🔫

11 IPA 2: Weird ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang