Chapter 15

2.4K 356 80
                                    


"It is you. It is fucking you.

I can't describe it anymore, it is you. You are the only one I will ever want. I belong with you. You are my home. I look at you and somehow I can see 50 years from now on the front porch of some old house in the middle of nowhere and we're together.

I need you. You are the only thing that matters. You are my good."

- surfinghoe

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Perjalanan naik kereta menuju Busan terbilang lancar. Satu setengah jam pertama, Yohan memberi kesempatan Seungyoun untuk tidur setelah sahabatnya itu menceritakan bagaimana malamnya berlalu dengan Seungwoo kemarin. Ia biarkan Seungyoun memakai bahunya untuk tempat bersandar. Barulah setelahnya, Seungyoun terbangun sendiri. Awalnya, kedua pemuda itu hanya membicarakan tentang rencana hari ini. Satu-satunya plan yang sudah tetap adalah berendam air panas. Seungyoun pikir, otot tubuhnya memang butuh relaksasi. Mengecek ponselnya, pemuda itu menemukan panggilan telepon dari Seungwoo setengah jam yang lalu. Seungyoun ingat bagaimana beberapa waktu lalu, Seungwoo memintanya untuk selalu mengabarinya jika ia pergi.

Apa mereka sekarang kekasih?

Ciuman dan perhatian, perlukah keduanya mengikatnya lagi dalam ucapan? Tapi bagaimana kalau yang kemarin-kemarin itu tidak perlu diseriusi?

Seungyoun menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia balas pesan Seungwoo dengan mengabarkan bahwa ia keluar dengan Yohan, tanpa menyebut di mana lokasinya. Setelahnya, Seungyoun mematikan ponselnya. Ketika pemuda itu menengok ke sekitar, isi kereta tak terlalu padat penumpang. Dilihatnya Yohan yang memegangi sebuah koran lokal yang tadi ia beli di stasiun. Foto Hangyul dan kawanannya nampang di rubrik selebriti. Dilihatnya Yohan yang terpekur, memikirkan sesuatu dan tak bergerak—membuat Seungyoun menyenggol bahu sahabatnya itu.

"Apa yang terjadi?"

Yohan merasa bahunya lemas. Diceritakan semua kisahnya semenjak semalam, semenjak ia pemotretan, sampai ke klub bertemu Yuvin, juga sampai apa yang Hangyul lakukan pagi ini padanya. Ketika Yohan selesai bercerita dan menoleh pada Seungyoun, rona wajah pemuda bermata hijau itu menggelap.

"Wow."

"Ah, diamlah."

"Dia benar-benar menyukaimu, ya? Si Hangyul itu?"

Yohan terdiam.

"Ayolah, kau pasti bisa melihat ketulusan seseorang dari matanya, kan?"

Pemuda bermata bulat jernih itu tak menyangkal, cara Hangyul memandangnya mampu membuat lututnya lemas. Cara pemuda itu tersenyum, mengecupnya, atau memeluknya. Semuanya. Yohan tak menemukan kebohongan di sana. "Kau sendiri? Bukannya kau dengan Seungwoo memang sudah jadian?"

Seungyoun mendadak mengunci mulutnya.

"Dan kau kemarin menciumnya di pemotret—"

Tangan Seungyoun mencubit paha Yohan keras.

Yohan tergelak dibuatnya. "Akhirnya kau luluh, ya?"

"Kau juga, kan? Bukannya dulu kau juga benci si Lee itu setengah mati? Playboy kelas berat, kan, katamu? Aku juga masih ingat, kau tidak berminat untuk mencari pasangan dari kalangan dunia selebriti. Malah aku masih sangat ingat kalau kau pernah minta nomornya Sunho. Lebih baik mendekati orang biasa daripada pacaran dengan artis, kan?"

Alpha's AddictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang