"You are the first morning thought, the last evening sigh,
And every goddamn thing in between."
- unknown
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Segera setelah Seungwoo melangkah keluar dari bangunan rumah sakit, ia memberi tahu Byungchan melalui pesan bahwa selama dua minggu ke depan ia akan sibuk mengurusi urusan model. Apalagi urusan Disneyland. Proyek itu cukup besar. Kalau ia tiba-tiba mundur dan mengatakan akan pulang kampung, Cheetah akan ngambek berat. Selama beberapa menit Seungwoo menunggu, tak ada pesan balasan dari Byungchan. Kemungkinan besar pemuda itu ada jadwal operasi bedah.
Seungwoo menghela napas pelan.
Anak tunggal itu langsung naik taksi menuju apartemen. Sudah berlalu dua jam setengah sejak tadi ia meninggalkan apartemen Seungyoun. Melihat pintunya yang masih rusak, Seungwoo langsung masuk. Pemuda itu berdeham dan langsung memasang wajah sumringah—bersiap menemui Seungyoun. Pastinya pemuda itu sudah sadar.
"Seungyoun-ie—"
Seungwoo terdiam. Kasur lipat Seungyoun masih digelar sama seperti terakhir kali ia meninggalkan kamar itu. Tapi pemuda itu tak ada. Seungwoo buru-buru ke kamar mandi. Tapi hasilnya nihil. Seungwoo mulai merasa rate detakan jantungnya naik drastis. Lelaki itu mencengkeram sisi rambutnya, frustrasi.
"Tenangkan dirimu!" gerutu Seungwoo sendirian. Ia memejamkan matanya. Selama hampir sepuluh detik, ia diam, membiarkan hening menyergap. Hidung Seungwoo bergerak.
Masih ada aroma Seungyoun.
Kalau pemuda itu pergi, pasti belum jauh.
Seungwoo berlari keluar apartemen dengan buru-buru. Baru melewati pintu depan, Seungwoo menemukan Seungyoun berjalan pelan menaiki tangga. Ada plastik berisi botol air mineral di genggamannya. Seungyoun berjalan menunduk sambil menguap. Ketika ia mengangkat wajah dan melihat ada Seungwoo, Seungyoun menghentikan langkahnya. Bibirnya mengerucut.
"Kau ... dari mana?" tanya Seungwoo—tanpa sadar suaranya bergetar.
Seungyoun hanya diam. Alisnya mengernyit. Haruskah pertanyaan seperti itu dijawab?
Seungwoo bergerak menghampirinya. "Kan sudah kubilang jangan ke mana-mana!"
Nada suara naik pemuda itu membuat Seungyoun memicingkan mata. "Beli air lah. Kau membelikanku roti. Tidak ada air minum sama sekali. Kalau aku tersedak bagaimana, tsk."
"Ah, benar juga." Bahu Seungwoo turun.
"Dan apa-apaan nadamu tadi," dengus Seungyoun pelan. Pemuda itu mulai berjalan ke pintu apartemennya. "Kau bukan ayahku, kenapa aku harus pamitan kalau aku mau pergi?"
"..."
"Kau pergi kemarin-kemarin pun juga bukan urusanku."
Seungwoo meraih pergelangan tangan Seungyoun.
"Apa, si—"
"Aku khawatir, tahu."
Seungyoun mendadak bungkam. Pemuda itu diam sebentar dan menunduk, melihat pergelangan tangannya yang dikunci jemari kuat pemuda itu. Tapi rasanya ... lembut. Dalam hatinya, Seungyoun menggeleng kuat-kuat. Pemuda itu menelan ludah, tidak senang dengan suhu tubuhnya yang seakan-akan menghangat karena ucapan Seungwoo barusan. Ini pasti permainan Seungwoo. Seungyoun baru saja akan menarik pergelangan tangannya—namun Seungwoo sudah menarik Seungyoun, menggiringnya masuk ke dalam apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha's Addiction
خيال (فانتازيا)Makhluk mortal bernama manusia hanyalah makanan. Sebanyak apapun Wooseok mengingatkan Seungwoo, Hangyul, dan klan-nya, mereka akan selalu melihat orang-orang di dunia sini sebagai pemenuhan kebutuhan mereka semata, tidak lebih. 'Jatuh cinta tidak s...