"I planned to say all these terrible things to you. But in the end, I just want to tell you,
I miss you."
- unknown
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tak perlu mengetuk pintu apartemen sebelah untuk mengetahui bahwa pemuda yang jadi tetangga apartemennya itu tak pulang. Entah sejak kapan bagi Seungyoun, ia bisa hafal dan mendengar bagaimana suara derap langkah yang dimiliki seorang Seungwoo. Entah ke mana pemuda itu, apa ia baik-baik saja, apa dia kelaparan atau sudah makan, Seungyoun tak mengetahuinya. Hari pertama, Seungyoun banyak berkonsentrasi, kalau-kalau saja ia mendengar suara berisik dari luar. Pulang dari minimarket, malam sudah larut dan cahaya lampu kuning menerangi lorong tangga menuju lantai dua apartemen, di tangan pemuda itu terjinjing plastik berisi sukiyaki—terpikir sekilas di benaknya apa ia perlu membeli makanan lebih. Tapi pada akhirnya Seungyoun tahu, Seungwoo tak ada.
Hari kedua, Seungyoun yakin Seungwoo tak akan kembali.
'Aku mau ke apartemen lamaku.'
Baiklah, ia tak akan kembali.
"Sepertinya yang kemarin-kemarin itu untuk keperluan reality show," gumam Seungyoun sendirian. "Meski aku agak tidak sadar juga. Jangan-jangan ada beberapa kamera tersembunyi?" tebaknya lagi, menggumam tanpa peduli bahwa tak akan ada respons dari siapa pun.
Ya, dari awal Seungyoun memang patut curiga dengan Seungwoo. Tapi, ya sudahlah. Semuanya sudah lewat. Ia bisa menertawakan Dongpyo atas spekulasinya bahwa Seungwoo mengejar Seungyoun untuk urusan hati. Yang benar saja.
"Eh, tapi di mana Yohan?" Seungyoun kembali berpikir. Kalau Seungwoo kembali ke apartemen mewahnya, harusnya apartemen sebelah kembali dihuni oleh bocah serba irit itu, kan? Seungyoun mengelus dagunya sendiri. Ia berlari kecil kembali ke dalam kamar. Ia ingat pesan Yohan kemarin lusa. Katanya pekerjaannya menyenangkan dan kontrak pemotretan hampir selesai. Ada baiknya ia mengirim pesan balik ke Yohan.
Baru akan mengetuk layar ponselnya, panggilan masuk mengagetkan Seungyoun.
"Yobusey—ya, ya, aku sedang siap-siap," jawab Seungyoun sembari menepuk dahinya sendiri. Sunho sebenarnya bukan orang yang cerewet. Tapi sekali pemuda itu bicara, Seungyoun tahu Sunho tidak bercanda ketika menyuruh Seungyoun bergegas.
"Aku sudah di seberang gangmu. Cepat keluar. Kalau tidak, kau naik bus sajalah."
"Tunggu, iya aku keluar!"
"Oke."
"Beri aku—" sambungan terputus, "—lima menit."
Seungyoun melongo menatap layar ponselnya yang telah mati. Matanya membulat dan diketuk-ketuknya layar telepon genggamnya. Baterainya habis. Ceroboh sekali ia bisa lupa mengisi baterai sejak tidur semalam. Seungyoun berlarian ke ujung kamar, segera mencari kabel charger.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alpha's Addiction
FantasiaMakhluk mortal bernama manusia hanyalah makanan. Sebanyak apapun Wooseok mengingatkan Seungwoo, Hangyul, dan klan-nya, mereka akan selalu melihat orang-orang di dunia sini sebagai pemenuhan kebutuhan mereka semata, tidak lebih. 'Jatuh cinta tidak s...