Bab 7

4.6K 329 3
                                    

Memakai dress kombinasi silver dan baby pink, high heels, dan full make up, rasanya seperti berada di waktu tengah malam. Lalu dengan ajaibnya si upik abu berubah menjadi cinderella yang siap menghadiri pesta.

Aku menatap diri di depan cermin, dan aku tak mengenali siapa yang berada di pantulan tersebut. Cie ... Bianca! Aku tersipu.

Berjalan keluar, aku tahu akan berhadapan dengan Pak Reno beberapa detik lagi. Getaran hebat dengan cepat merambat. Entahlah, aku sangat nervous.

Terlihat lelaki tampan itu duduk menunggu di sofa salon ini, tengah membaca koran. Sementara aku buru-buru menunduk, sebelum Pak Reno mendongak dan menyadari kedatanganku.

Malu, rasa yang tak jelas ini tak mampu ku sembunyikan. Lebih baik menampilkan wajahku yang berantakan, dibandingkan harus berpenampilan seistimewa ini dan harus ditatap oleh sorot mata itu.

Terlihat Pak Reno berdiri, tak bersuara dalam beberapa detik. Membuatku risau, ada rasa gelisah yang mengganggu.

Bukankah cantik itu relatif bagi mata yang berbeda? Dalam cermin, aku memang memuji penampilanku saat ini. Namun, tidak menutup kemungkinan, kan, kalau menurut Pak Reno justru aku terlalu menor dan terlihat seperti banci kaleng Khong Ghuan?

Bagaimana ini? Rasanya inginku pipis di celana, tapi lupa tidak pakai diapers.

"Bianca ...," lirihnya memanggil namaku.

Aku mendongak dari menunduk. Berusaha senyum, meski sebenarnya sangat malu.

"Ka-kamu ...," ucapnya lagi terbata. Sorot itu begitu menusuk, melihatiku dari ujung kaki hingga kepala. Sementara kakiku mendadak gatal mendapatkan tatapan seperti itu. Norak memang.

***

"Sebenarnya kita mau ke mana, Pak?" tanyaku saat kami berada di perjalanan.

"Nanti aja. Saya minta tolong, kamu turuti aja, ya," jawabnya santai. Tanpa menoleh, tetap fokus pada kemudi.

"Kalo aneh-aneh aku nggak nurut, lho, Pak. Aku ini galak," ancamku.

"Waw ... takut saya."

Ish, ish ... sebercanda itukah hidupnya?

Mobil terhenti di salah satu rumah yang terbilang cukup mewah bagiku. Terlihat ramai, mungkin sedang ada acara.

Seketika aku menerka-nerka. Apa ini rumah Pak Reno? Tetapi, kenapa aku harus hadir di sini? Untuk apa? Seribu pertanyaan begitu menyesakkan, tanpa ada satu pun yang kutahu jawabannya.

"Ayo, turun," ajaknya.

Aku menggeleng. "Enggak mau."

"Kenapa?"

"Mau apa coba? Enggak jelas banget."

"Kita mau makan di sana. Ini acara pertunangan teman saya."

Lalu, untuk apa aku ikut? Dan sebagai apa?

Masih tenggelam dalam ribuan pertanyaan, aku menuruti turun dari mobil. Lalu melangkah demi berjalan beriringan dengannya.

Langkahnya terhenti, saat berada di ambang pintu. Aku pun mengikuti.

"Kaitkan tanganmu, gandeng saya."

What? Sepertinya aku benar-benar ingin pipis. Diapers mana, diapers!

"Bianca ...," panggilnya, melihatiku yang asik termenung.

Tanpa menjawab, aku menuruti perintahnya. Bagaimana nasib si jantung? Tentu saja berdisko ria.

Kami berjalan mendekati kerumunan orang yang hadir dalam acara ini. Seketika puluhan pasang mata tertuju pada orang yang baru saja datang.

Gugup, tentu saja aku tak mampu tenang, menghadapi acara yang tentu saja dipenuhi oleh orang-orang penting. Terlihat dari penampilan mereka, sikap mereka, dan semuanya. Pantas saja Pak Reno mengubah penampilanku habis.

Move On! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang