bab 10

4.7K 338 7
                                    

Aku akan baik-baik saja, jika sama sekali tak menaruh rasa. Namun kini, ada sesuatu yang menyesakkan. Tanpa kusadari, diri ini telah memberikan separuh hati yang telah ia bawa pergi.

Bukan, bukan pergi. Dia hanya tidak menyadari, bahwa telah berhasil menciptakan sebuah harapan besar yang tertanam di relung hati.

Aku pernah mengatahan, bahwa aku takut patah. Dan kini aku memang patah ....

Bianca ... berhentilah menganggap semuanya dengan cara pandang yang berlebihan. Berhenti!

Pagi ini, aku mengawali hari dengan sebuah janji. Bahwa aku tidak akan menggenggam sebuah harapan sama sekali. Satu-satunya yang harus ku perjuangkan adalah masa depan, tidak ada lagi.

"Semalam kamu ke mana aja?" tanya Pak Reno. Kami sedang sarapan di restoran hotel tersebut.

"Di kamar saja, Pak," jawabku singkat.

"Siang ini kita pulang, Bianca."

"Iya, Pak."

Terasa dia menatapku. Aku berusaha menghindari kontak mata dengannya. Sebaiknya memang menciptakan sebuah tembok pembatas.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya, raut wajah itu terlihat curiga.

Aku tersenyum. "Tentu, Pak."

Jangan biarkan aku gagal, untuk menghempas tumpukan harapan yang masih tertinggal. Biarkan aku menghapusnya.

Kami saling diam. Hanya suara khas benturan piring dengan sendok yang memecah hening. Juga tak saling tatap.

Aku pastikan setelah ini, secepatnya mencari tempat tinggal baru. Jangan sampai terus menerus menerima segala kebaikan Pak Reno. Dia sudah sangat baik. Sementara aku tidak tahu, bagaimana harus membalasnya.

***

"Saya capek, mau istirahat. Kamu bisa kunci pintu kamar dari dalam," ucapnya. Kami baru sampai di apartemen.

Seketika dada ini bergetar. Kami akan berada di atap yang sama. Bukan malah menciptakan jarak, justru kami semakin dekat.

"Kamu takut?" tanya Pak Reno. Mungkin memperhatikan rautku sejak tadi.

Aku menggeleng ragu. "Enggak, Pak."

"Tenang aja. Saya enggak akan macem-macem, kok."

Pak Reno masuk ke kamar, aku pun demikian.

Aku berbaring, menghempaskan segala rasa yang mengganggu sejak kemarin. Harusnya, aku memanfaatkan waktu malam ini untuk mencari tempat tinggalku yang baru. Namun, aku tak seberani itu. Baiklah, besok saja.

Malam kian larut, tetapi suasana hati membuatku cukup kesulitan memejamkan mata. Hanya terbayang, memutar memori sejak pertama kali kami bertemu. Lucu memang.

Aku memutuskan untuk keluar kamar, berjalan melalui koridor penghubung ruangan. Membuka pintu, lalu terlihat langit luas dengan kilauan bintang. Berdiri di balkon ini, aku baru menyadari akan dimanjakan oleh pemandangan yang sangat istimewa.

Angin yang berembus menampar wajah, menerbangkan helaian rambut panjangku dengan lincah. Biarkan udara malam menghapus segala gelisah dan gundah.

Derit pintu penghubung ruang tengah dengan balkon terdengar. Seketika aku menoleh. Pak Reno.

"Kamu di sini?" tanyanya, seraya menghampiri. Lalu berdiri tepat di sisi.

"Iya, Pak." Aku kembali menatap langit luas penuh kilauan itu.

"Saya suka tempat ini. Menenangkan."

Dalam hati menyahuti, aku pun demikian. Sangat mengagumi suasana seperti ini.

Move On! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang