⚠️AWAS BAPER!
Novel bisa dipesan melalui WA +6285230484744
.
.
.
Cinella. Biasa dipanggil Cincin oleh orang terdekatnya.
Hidupnya datar saja. Tidak ada yang spesial. Pernah ia menginginkan kisah hidupnya seindah, seromantis drama-drama Korea. Tapi i...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah menerima pesan dari Genta yang memberitahukan bahwa buku diarinya ada pada cowok itu, diri Cinella terus diliputi rasa was-was. Takut jika tebakkannya bahwa Genta menyempatkan diri untuk membaca isi diarinya benar. Kalau begitu, kejadian yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat akan terbongkar juga. Dan harusnya, bukan Genta orang yang tepat untuk membacanya. Harusnya begitu.
"Kenapa lo?" tanya Dhea saat melihat sikap aneh Cinella.
"Hah? Oh, ngga pa-pa, Dhe."
"Ngga pa-pa gimana, daritadi gue perhatiin lo selalu kurang fokus. Lagi mikirin apa sih?" Dhea menutup buku yang sedaritadi dibacanya lalu beralih memfokuskan tatapannya pada Cinella.
Cinella menghela napas pelan lalu menggelengkan kepalanya. "Ngga ada apa-apa kok, Dhe."
Kedua bola mata Dhea terputar. Tentu saja dia tidak semudah itu percaya dengan ucapan teman seruangannya itu. Raut wajah Cinella terlalu mudah untuk ditebak, sehingga sekeras apapun usahanya untuk menyembunyikan suatu hal, akan ketahuan juga.
"Ya udah sih kalau nggak mau cerita," balas Dhea kemudian membuka kembali buku dan mulai melanjutkan bacaannya.
"Buku aku hilang, Dhe."
Kedua mata Dhea beralih menatap Cinella yang tampak cemas. Buku yang ada di hadapannya bahkan hanya dibuka setengah lalu ditutup kembali. Begitu terus sampai negara api menyerang.
"Emang buku apa sih? Sampai segitunya. Kan bisa beli lagi."
Cinella baru saja akan membuka suara, tapi akhirnya ia urungkan. Ia ragu jika harus memberitahu Dhea bahwa buku yang ia maksud adalah buku diari. Jangan sampai Dhea menganggapnya seperti gadis remaja jaman dulu yang kalau ada masalah curhatnya sama buku diari. Ya, meski itu benar adanya. Tapi kalau Cinella pikir-pikir lagi, mendingan curhat di buku diari sih daripada di sosial media. Setidaknya curhat di buku diari tidak menimbulkan perdebatan apalagi bully-an. Oh no!
"Itu ... ummm, udah dapet kok."
"Loh, udah dapet tapi kok kayak cemas gitu?"
"Haha, iya. Soalnya bukunya didapetin Kak Genta."
"Dih, kan tinggal minta, Cin. Atau mau gue yang mintain?" tawar Dhea.
Diam-diam Cinella menghela napas pelan. Untungnya Dhea mau mengerti, dia jadi tidak perlu menjelaskan panjang lebar atau mencari alasan lain untuk mendapatkan buku diarinya itu kembali.
"Thank you, Dhe," batin Cinella.
***
Tepat saat dosen terakhir menghakhiri mata kuliahnya, ponsel Cinella bergetar di dalam tas, menandakan ada pesan singkat yang masuk. Dibiarkannya terlebih dahulu, setelah dosen keluar barulah Cinella mengambil benda pipih itu dan mulai membuka pesan yang ternyata dikirim oleh Genta.