[4] I Don't Like It

1.6K 238 4
                                    

Kau tahu, aku tidak pernah menyangka ini semua.

Sejujurnya, perasaanku bimbang antara ingin membunuhmu, atau ingin bersamamu?

Jika seandainya aku bisa membencimu sepenuhnya sejak awal, aku pikir ini semua tidak perlu terjadi.

_________________

Semilir angin nan lembut menerpa surai perak kebiruan yang berkibar, sementara netra sewarna darahnya nampak menyala di bawah sinar rembulan.

Gadis dengan manik merah itu menghela napas, berusaha menenangkan diri. Dalam dirinya, terasa ada suatu hal yang berkecamuk ... semakin lama semakin membesar, semakin dirinya berusaha menenangkan diri.

Napasnya semakin tidak beraturan, sementara matanya membulat. Tubuhnya bergetar, gadis itu mati-matian menahan hal aneh yang sedari tadi seolah mengendalikan tubuhnya, mengacaukan pikiran.

Urat-urat kecil muncul di wajahnya, semakin lama semakin banyak. Ada sesuatu yang bergejolak dan berkecamuk dalam dirinya saat ini. Dengan apa perasaan itu disebut? Nafsu? Amarah? Entah, mungkin diantaranya.

Tidak ... tidak, aku justru harus berpikir jernih dan tetap tenang pada situasi seperti ini.

"Menyerah saja. Semuanya mengalami hal yang sama sepertimu sekarang, sesaat sebelum pada akhirnya mereka berubah menjadi iblis seutuhnya," ucap laki-laki yang ada di hadapan gadis itu, "dan juga, kau belum memberitahuku namamu. Siapa namamu, Nona Iblis?"

"[Na-na-name]," jawab gadis itu dengan napas tersengal-sengal dan detak jantung tak keruan, "Mi-miyazaki [Name],"

"Mulai sekarang, buanglah dirimu yang lama. Kau bukan lagi Miyazaki [Name], carilah identitas mu yang baru sendiri, dan hiduplah seperti dirimu yang baru,"

____________________

Setelah itu, kami tidak pernah bertemu lagi, kemanapun aku pergi, kemanapun aku mencarinya.

Seorang gadis dengan balutan hakama putih-merah tengah melangkah di tengah keramaian kota. Tidak ada yang memperhatikannya betul-betul, semua orang di area itu fokus dengan kesibukan mereka masing-masing.

Gadis itu terus melanjutkan langkahnya sambil menunduk. Beberapa kali orang-orang mengomel karena dia tidak memperhatikan jalan, tapi dia terus melangkah seolah memang tidak ada yang terjadi.

Aneh, tapi, orang-orang tidak begitu mengacuhkannya.

Gadis itu tiba-tiba saja berbelok arah ke sebuah gang sempit yang gelap, kemudian lanjut melangkah hingga sampai di jalanan yang amat sepi. Hanya cahaya remang lampu yang meneranginya, juga tidak ada orang disana.

Tidak, tapi rasanya dia merasakan sesuatu, kiranya ada satu ... tidak, dua orang,
tujuh atau delapan meter dari sini.

Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari balik hakama-nya, seolah bersiap untuk menghadapi sesuatu.

Dia melompat tinggi, bermaksud menyembunyikan keberadaannya, tapi sudah terlambat. Orang yang tadi sempat terasa itu sudah tiba disana, menatapnya dengan ekspresi tidak percaya.

"Padahal aku kira kau seorang yang hebat, dan ternyata cuma bocah," ujar gadis itu setengah meledek, dengan tatapan meremehkan.

Laki-laki dengan haori bermotif kotak-kotak yang disebut bocah itu geram, walaupun ekspresi tidak percayanya masih terpampang, "Memang benar aku cuma bocah, tapi, kau pikir Iblis seperti mu patut dibanggakan? Makhluk tanpa perasaan sepertimu itu-"

Srat.

Belati gadis itu mengenai pipi si laki-laki, menggoresnya. Darahnya masih tersisa di belatinya, dan gadis itu menjilat nya kemudian menyeringai, "Rasanya enak. Biarkan aku meminum darahmu lebih banyak lagi, setelah kau mati dan pertarungan ini selesai!"

Manik kemerahan bocah itu membulat dan melebar, tapi, dalam sekejap, laki-laki itu merubahnya, "Aku tidak akan mati setelah pertarungan ini selesai!" teriaknya penuh amarah.

"Aku menghargai semangatmu. Tapi, sayang, terlalu bersemangat itu bisa membuatmu terbunuh dengan mudah," kata gadis itu dengan seringai keji nya.

"Breath of Water, Second Style; Water Wheel!"

Laki-laki itu melompat, kemudian memutar di udara dan menciptakan roda air, menebas tangan gadis itu, yang malah langsung beregenerasi dalam sekejap.

"Hei, jangan terburu-buru. Ah, ya, siapa namamu? Kupikir tadi kita sempat berbincang, tapi aku belum tahu namamu, begitu pula kau yang belum tahu namaku. Bukankah lebih baik jika kita saling mengenal dulu?" gadis itu tersenyum ramah, seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka.

"Kamado Tanjirō! Dan ingatlah, aku adalah orang yang akan menghabisi nyawamu!" jawab laki-laki itu dengan tegas, mengarahkan pedang nichirin-nya ke arah si gadis.

"Dan aku [Na(me)-] ah, tidak, namaku Setsu. Tapi, bagaimana jika yang terjadi malah sebaliknya? Bagaimana jika pada akhirnya aku yang akan menghabisi nyawamu?"
*yang ada di dalam kurung ( ) tidak disebutkan

"Kalau yang terjadi malah sebaliknya," laki-laki yang menyebut dirinya Tanjirō itu melompat tinggi, "itu tidak akan terjadi! Aku tidak akan membiarkannya terjadi!"

"Breath of Water, Eighth Style; Waterfall Jar!"

Sebuah tebasan yang membentuk semacam air terjun mengenai gadis yang menyebut dirinya Setsu itu, tapi, luka yang disebabkan serangan Tanjirō tidak begitu fatal, bahkan Setsu kelihatan sangat baik-baik saja karena kemampuan regenerasi nya yang sangat cepat.

"Kau bahkan tidak membiarkan aku menyerang dari tadi. Hebat juga, ya,"

Setsu kemudian melesat sangat cepat dari tembok ke tembok, membuat pergerakan yang mengitari Tanjirō hingga laki-laki itu kebingungan. Saking cepatnya, gerakan Setsu tidak dapat diikuti oleh mata, siap menerjang Tanjirō dari manapun.

Dan, Bum!

Setsu melayangkan pukulan keras ke arah perut Tanjirō, dan laki-laki itu terhempas hingga tubuhnya menabrak dinding, sementara ujung bibirnya meneteskan darah. Gadis itu menatap Tanjirō tanpa belas kasihan atau kepedulian, melayangkan tatapan tajam, "Lemah. Padahal serangan kecil begini, kupikir kau bisa menahannya,"

Tanjirō menatap Setsu geram, hendak meraih pedang nichirin-nya, tapi, gadis itu terlanjur menendangnya hingga Tanjirō tak mampu meraihnya.

Setsu menatap Tanjirō dengan ekspresi kebingungannya itu remeh, kemudian tertawa kecil, "Ekspresi yang bagus. Tapi, sayangnya, aku tidak suka memakan mereka yang lemah, itu tidak ada gunanya,"

"Ha-hah?" Tanjirō semakin heran ketika Setsu melontarkan tatapan kosong dan mulai terasa aneh, "Aku pergi. Makhluk lemah sepertimu tidak menarik untuk dijadikan makan malam. Terima kasih, kau sudah membuang banyak waktuku, bocah,"

Setsu kemudian membalikkan badannya, berlalu begitu saja, dan membiarkan Tanjirō yang terkapar tanpa peduli.

Sweet Nightmare | AkazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang