[3] Bloodstained

1.7K 272 14
                                    

Cahaya remang-remang rembulan menerpa seorang laki-laki dengan tubuh kekar yang dipenuhi tatto, tengah melangkah di dalam suatu hutan dengan pepohonan rindang.

Laki-laki itu terhenti sesaat, kemudian memutar badannya ke arah kanan. Dia merasakan ada seseorang tidak jauh dari sini, juga bau darah segar yang menyengat, sekaligus memikatnya. Ah, ini waktunya makan.

Dia kemudian melesat cepat ke arah sumber bau tersebut, nampaknya ada cukup banyak orang yang mati—laki-laki itu tiba di sebuah desa. Tidak, tidak terlihat seperti desa pada umumnya, bukan karena ada di tengah hutan, tapi karena desa ini seperti sudah mati dengan puluhan mayat bergelimpangan di atas genangan darah sepanjang jalan.

Laki-laki itu sedikit kecewa, mungkin dia tidak menyukai mayat yang akan terasa berbeda, tapi dia mencium aroma manusia yang nampaknya masih hidup. Masih ada peluang, batinnya, kemudian melesat cepat di antara pepohonan lagi, seolah mengamati seluruh desa.

Dirinya kemudian terhenti ketika mendapati seorang gadis muda yang kiranya berusia lima belas tahun, melangkah di antara mayat-mayat yang bergelimpangan, menginjak mayat-mayat itu seolah tidak terjadi apa-apa. Tubuhnya berlumuran darah, di tangannya ada sebuah belati yang sama-sama berlumuran darah, saking banyak darah yang ada, hingga menetes ke tanah.

Apa gadis itu yang menghabisi seluruh penduduk desa ini? batin laki-laki itu, kalau iya, itu berarti dia sangat luar biasa. Lagipula, dia cuma manusia, hanya saja, mungkin kemampuan fisiknya itu ...

Laki-laki itu kemudian melompat turun, dia menatap gadis itu dari kejauhan, meski sedikit kecewa karena dirinya tidak suka memakan perempuan. 

Srat!

Tiba-tiba saja, gadis itu sudah menyerang si laki-laki, menggores pipinya menggunakan belati di tangannya. Tapi, laki-laki itu malah beregenerasi dengan cepat, mengulas seringai lebar sambil mencengkram tangan gadis itu, “Kau, gadis yang menarik. Apa kau yang menghabisi seluruh penduduk desa ini?”

Gadis itu melompat mundur dan langsung memasang kuda-kuda, alisnya mengernyit dan melontarkan tatapan serius pada laki-laki itu, “Memangnya kenapa?!” bentaknya kasar, “Ini karena kau. Karena iblis bajin*an sepertimu,” ucap gadis itu, yang langsung melancarkan serangan mendadak pada si laki-laki, sukses menghancurkan kepalanya.

Tapi, itu percuma, laki-laki yang nampaknya merupakan iblis itu dapat beregenerasi dengan waktu yang sangat singkat, “Iblis b*jingan katamu? Ah, ya, mungkin kau sudah pernah bertemu dengan iblis sebelumnya, dan, biar ku tebak, kau punya masalah dengan iblis yang pernah kau temui itu,”

“Dugaan mu memang tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar,” jawab gadis itu sambil melompat mundur sekali lagi, “iblis itu, yang berubah menjadi iblis itu, adalah orang yang berharga dalam hidupku,”

“Begitu, ya,” balas laki-laki itu, “tapi, kau tahu, jangan samakan aku dengan Iblis rendahan seperti itu,”

“Hah?”

“Namaku Akaza, dan aku Uppermoon nomor tiga,” laki-laki yang menyebut dirinya Akaza itu mengulas seringai lebar, dan langsung menghantamkan pukulan ke tubuh gadis itu.

Tapi, sayangnya, serangan itu berhasil ditangkis sebelum mengenai tubuh gadis tersebut, “Tidak ada yang menanyakan namamu,” gadis itu kemudian membantingnya. Akaza terkejut, matanya membulat, di saat bersamaan dia menyeringai, “Hebat, hebat! Ini sangat hebat, bahkan tidak satupun dari Pemburu Iblis yang mampu menahan serangan ku seperti ini!”

Gadis itu menatap Akaza dingin, “Lalu, apa yang kau mau, Iblis k*parat?”

“Menangkanlah pertarungan ini,” jawab Akaza, masih dengan seringainya, “tapi, syaratnya, kau harus benar-benar bertarung dengan tangan kosong, begitu pula aku. Aku tidak akan menggunakan Blood Demon Art, jadi, kita akan seimbang,”

“Berduel kemampuan fisik? Aku kira itu bukan suatu yang buruk,” balas gadis itu, “tapi, memangnya apa yang akan kau berikan setelahnya?”

“Itu urusan nanti, Nona, sekarang, sebaiknya kita langsung memulainya saja. Kau tahu, aku tidak suka basa-basi,”

___________________

Tanah yang dipenuhi rerumputan hijau itu mendadak menerima suatu hantaman, yang menciptakan semacam ledakan keras, menghempaskan beberapa tanaman di sekitarnya.

Seorang gadis melompat mundur sembari berputar di udara, sehingga hantaman itu tidak sempat mengenainya, “Padahal tadi kau bilang akan berduel denganku. Kenapa malah menyerang tanah? Dasar bodoh,”

Seorang laki-laki yang ada di hadapannya menggertak kan gigi dengan geram, menatap gadis itu tajam, “Apa kau tidak sadar bahwa tujuan awal ku adalah menyerang mu?”

“Oh,” ucap gadis itu, kemudian mendarat dengan mulus di tanah, “Jadi secara tidak langsung kau mengakui kebodohanmu yang tidak bisa melancarkan serangan padaku? Tadi kau sempat menyebut dirimu Akaza ... Uppermoon atau apalah itu, kupikir itu suatu gelar yang hebat,”

“Jangan sombong di awal, gadis sialan,” ucapnya geram, kemudian memukul gadis itu, awalnya dia berniat memukul perutnya, tapi, karena refleks gadis itu yang sangat cepat, dia hanya mengenai sedikit.

Gadis itu langsung menendang si laki-laki, tepat mengenai wajah dan dagunya, lalu melompat mundur. Napas dan detak jantung gadis itu mulai tidak keruan, mungkin sudah cukup banyak energi yang dikeluarkannya, dan juga dampak dari serangan yang barusan di terima.

Luka di dagu laki-laki yang disebut Akaza itu sudah pulih, juga, laki-laki itu kelihatan sama sekali baik-baik saja, berbeda dengan si gadis yang mulai kewalahan, “Mungkin menghindari sedikit serangan ku sudah cukup untuk aku mengakui mu,”

“Hah? Apa maksudmu? Pertarungan ini belum berakhir, kau yang tadi bilang bahwa ini masih awal dari pertarungan, bukan begitu?”

“Ya, kau tidak sepenuhnya salah,”

“Sudah cukup dengan perdebatan dan omong kosong ini, k*parat,” gadis itu melesat sangat cepat dari pohon ke pohon, bahkan gerakannya tidak dapat diikuti oleh mata, Akaza sekalipun, “Kau memang menarik, ya. Dan juga, aku pikir kita memiliki banyak kesamaan,”

“Kesamaan apa yang kau maksud, hah? Aku tidak sudi memiliki kesamaan dengan k*parat sepertimu!” gadis itu melayangkan serangan beruntun dari belakang. Tapi, serangan ke-5 nya berhasil dihindari, Akaza berbalik, kemudian mengunci pergerakannya dengan cepat, “Akan aku jelaskan nanti saja, aku tidak suka membicarakannya di saat-saat seperti ini. Dan juga, aku sangat menghargai semangat bertarung, serta kemampuanmu,”

Akaza menahan gadis itu semakin kuat, hingga terdengar bunyi “krak”. Tulang gadis itu sudah ada yang patah, dia menjerit kesakitan, “Aku tidak peduli dengan itu, aku tidak butuh pengakuan atau apalah itu dari k*parat sepertimu! Lepaskan aku, bodoh!”

Gadis itu berhasil lepas, dia berguling di tanah, sebelum akhirnya bangkit, “Kau itu merepotkan. Aku pikir ini sudah cukup, aku tidak ingin melanjutkan pertarungannya lagi. Jadi, berhentilah mengoceh dan menyita waktuku,”

“Ha-hah? Apa yang kau mau?”

Akaza melayangkan pukulan, tepat mengenai pipi gadis itu yang tidak lagi memiliki cukup energi untuk membalas atau menghindar, “Kau tidak mungkin bisa menahan ini. Jika iya, aku akan membiarkanmu menjadi manusia biasa walau dengan banyak dari tulang mu yang patah. Jika tidak, maka esok kau bukan lagi manusia,”

“A-apa maksudmu ..?”

“Kau akan menjadi Iblis. Iblis, sama sepretiku. Dan kau, dengan tubuh yang sudah melemah dan organ vital yang terluka itu, tidak akan mampu bertahan hidup. Maka dari itu, katakanlah, katakanlah kalau kau ingin menjadi iblis!”

Sweet Nightmare | AkazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang