[9] Pillar

1K 162 1
                                    

“Iguro-san .. aku lelah sekali, tahu ... sudah beberapa kali kita berputar-putar, Iblis itu tetap saja tidak ada. Dia itu sebenarnya  dimana? Aku lelah ... mau istirahat dulu,” keluh Kanroji pada Iguro. Mereka sudah berputar-putar di suatu tempat yang kabarnya Iblis itu sering muncul berjam-jam, wajar saja begitu.

Awalnya Iguro berniat menolak, tapi setelah berpikir dua kali mengenai kondisi tubuhnya yang juga butuh sedikit istirahat, Iguro mengiyakan, “Baiklah. Kita istirahat dulu, aku juga lelah,” katanya sambil mengangguk. Kanroji mengembangkan senyum.

Mereka berdua ada duduk di bangku yang kosong, masih di daerah tempat mereka ditugaskan. Kanroji merogoh saku roknya, dan mengeluarkan sebuah bungkusan. Kanroji membuka bungkusan itu, isinya adalah sakura mochi kesukaannya. “Iguro-san mau? Aku masih ada lagi,” tanyanya, menyodorkan sakura mochi itu pada Iguro.

Iguro menggeleng, “Tidak, terima kasih. Untukmu saja,” katanya, menolak dengan halus. Kanroji sebenarnya sedikit kesal akan hal itu. Tapi, sakura mochi kesukaannya sanggup menghapuskan rasa kesal itu. Kanroji memakannya dengan lahap, sementara Iguro meliriknya beberapa kali.

Imutnya.

Kanroji sadar, menatap Iguro masih dengan mulut yang penuh sakura mochi, “Kenapa, Iguro-san? Apa ada sesuatu yang salah di wajahku?” tanya gadis itu. Iguro sedikit kaget, muncul rona merah muda di pipinya. “T-tidak, kok. Tidak ada apa-apa,” jawab Iguro gelagapan.

Kanroji kemudian kembali fokus dengan sakura mochi nya, seolah tidak terjadi apa-apa. Iguro yang malu akhirnya tidak sanggup memandangi wajah Kanroji seperti sebelumnya, laki-laki itu mengalihkan pandangan ke arah jalanan sepi di hadapan mereka.

Tidak ada seorangpun yang berlalu-lalang di jalanan ini, juga tempatnya cukup gelap. Hanya cahaya remang rembulan dan sedikit penerangan dari kota, yang sebenarnya tidak jauh dari sini. Mungkin karena kondisi seperti ini, Iblis itu pasti akan dengan mudah menikam mangsanya, tebak Iguro. Selain itu, tempat ini juga cukup sering dilalui Pemburu Iblis.

Hanya suara Kanroji yang mengunyah makanan itu yang terdengar. Setidaknya iya, sampai Iguro mendengar derap langkah kaki.

“Hati-hati,” katanya pada Kanroji dengan suara yang tidak dikeraskan. Kanroji langsung mengerti akan isyarat Iguro, kemudian melahap sakura mochi terakhirnya, memasukkan bungkusannya ke saku rok lagi.

Derap langkah kaki itu, bisa saja musuh. Tapi, bisa saja bukan. Aku tidak merasakan hawa keberadaan Iblis ... batin Kanroji. Tapi, gadis itu tetap waspada, meski berusaha tenang, begitu juga Iguro.

Mendadak, derap langkah kaki itu terdengar lebih kencang, iramanya juga lebih cepat. Tidak lagi seperti langkah, tapi seperti seseorang yang sedang berlari. Dan akhirnya, seorang yang sedang berlari itu menampakkan dirinya.

“Tolong, tolong...!” serunya. Yang datang adalah seorang gadis kecil, dengan napas terengah-engah, mata yang melebar, dan nampak panik. Kanroji langsung dengan sigap mendekatinya, “Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat panik?” tanya gadis itu.

“Ta-tadi, tadi ada ...” jawab gadis kecil itu dengan wajah yang ketakutan. Kanroji yang memegang tangannya juga merasakan tubuh gadis kecil itu yang gemetar serta keringat dinginnya, “Ada apa? Ceritakan saja. Kakak akan membantumu,” Kanroji memasang wajah serius. Dia sendiri juga mulai curiga dengan apa yang terjadi pada gadis kecil ini. Ada luka gores yang mengucurkan darah di tangan mungilnya.

Sweet Nightmare | AkazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang