[14] Lost Memories (2)

953 133 8
                                    

Di tempat yang berbeda.

Gadis itu berlari secepatnya. Dia tidak peduli akan dirinya yang berlari dengan sangat kencang itu membuat kegaduhan, sementara orang-orang di sekitarnya terlihat heran.

Kalau kau menduga gadis itu adalah Aoi, maka kau benar. Aoi berlari secepatnya, menuruni tangga dan keluar dari area Butterfly Estates bahkan tanpa menggunakan alas kaki, dengan seragam pemburu Iblis yang berantakan, surai hitamnya yang agak kacau, dan wajah panik. Tapi, Shinobu mencegahnya, memegang bahunya.

Langkah Aoi terhenti. Gadis itu menolehkan kepala ke arah seorang yang menahannya. Aoi tak mengeluarkan sepatah katapun. Dia menatap Shinobu heran, sementara lawan bicaranya menatapnya serius. Hening dibarengi canggung menengahi keduanya.

“Kau mau pergi kemana, Aoi? Ini sudah jam sebelas malam. Berbahaya bagimu. Kau juga, sedang tidak ada misi kan?” tanya Shinobu. Suara lembutnya memecah keheningan. Aoi menghela napas. Kemudian, gadis itu menatap si surai hitam keunguan serius. “Ini lebih penting daripada itu. Setsu menghilang. Aku tidak tau kemana gadis itu pergi, tapi aku mencarinya ke seluruh sudut Butterfly Estates, dan dia tidak ada.”

Shinobu menarik senyum. “Bukankah lebih baik mencarinya pelan-pelan? Kau tidak akan bisa menjadi lebih baik jika tidak bisa tenang seperti itu, Aoi.” katanya. “Ta-tapi, dia benar-benar—” Aoi berusaha mengelak, tapi Shinobu menyela. “Sudah, dicari lagi saja. Lebih baik kita berpikir positif dulu.” ucap gadis dengan manik ungu itu, kemudian mengisyaratkan Aoi untuk kembali ke dalam Butterfly Estates.

Apa yang dikatakan Shinobu sebenarnya ada benarnya juga. Tapi, firasat Aoi semakin tidak enak. Hanya saja, saat ini gadis itu tak dapat mengelak Shinobu. Aoi menghela napas pasrah. “Baiklah. Tapi, kalau Setsu tidak ada, kita harus segera melapor ke markas.”

Shinobu tersenyum, kemudian mengangguk. Setelah itu, Aoi berlari kecil meninggalkan Shinobu, dan mengelilingi bagian luar taman Butterfly Estates untuk mencari Setsu. Gadis dengan surai hitam keunguan itu juga ikut mencari si Iblis. Mungkin Aoi butuh bantuan darinya.

Shinobu pergi ke arah kanan, sedang Aoi ke arah kiri. Taman cukup gelap, hanya cahaya sayup bulan dan sedikit penerangan dari dalam Butterfly Estates yang menjadi penerangan. Tapi, setidaknya itu sudah cukup untuk mencari keberadaan seseorang disana. Apalagi Iblis, harusnya terasa berbeda dan lebih mencolok.

Sekitar setengah jam berlalu. Gadis dengan manik biru laut itu masih memasang tampang cemas yang sama, sementara bulir keringat dingin mulai membasahi pelipis lantaran dirinya belum menemukan apa yang dicari. Dia seratus persen yakin sudah meneliti setiap sudut taman dan ruangan. Apa sebaiknya segera melapor saja? Atau menanyakan pada Shinobu terlebih dahulu? Aoi menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya. Dia berusaha berpikir positif, mungkin ia tak menemukannya karena gadis dengan manik ungu itu sudah terlebih dahulu menemukan Setsu.

Aoi kemudian memutar tubuhnya, dia lalu berlari kecil ke arah Shinobu terakhir dilihatnya. Jujur, kakinya terasa lelah. Tapi, dia berusaha sekuat tenaga untuk tak peduli, dan harus terus maju. “Shinobu-sama!” teriaknya keras, berharap Shinobu akan terlihat atau setidaknya merespon.

Aoi tak melihat Shinobu atau mendengar respon gadis itu. Dia cepat-cepat melangkah ke dalam gedung Butterfly Estates.

Tapi, seseorang menarik bajunya, seolah menahan gadis itu untuk tidak pergi. Aoi menoleh ke belakang. Rupanya Shinobu. “Dia tak ada disini. Sebaiknya kau pergi ke markas untuk melapor, aku akan mencarinya.”

Firasat Aoi rupanya tidak salah. Gadis itu mengangguk yakin, kemudian berlari secepatnya menuju markas pusat Pemburu Iblis.

_____________

Gadis dengan surai perak kebiruan itu menunduk. Sorot mata sewarna darahnya nampak tak yakin, seolah diselubungi rasa takut. Perasaannya bergejolak tak keruan, rasanya campur aduk. Entah apa yang dia rasakan sekarang. Sedih, marah, kesal, geram, semuanya bercampur dan semakin tak mengenakkan.

Akaza sudah menceritakan semuanya pada Setsu. Tentang masa lalu gadis itu, bagaimana dia bisa berubah menjadi Iblis seperti saat ini, juga beberapa hal yang harus diketahui sebagai seorang Iblis. Setsu mencerna semuanya dengan baik. Hanya masalah gadis itu saja yang tak bisa menerima bagaimana Pemburu Iblis keparat itu menangkapnya seperti seekor binatang liar yang nyaris dijinakkan.

Tapi, tentunya, masih ada beberapa hal yang Akaza sembunyikan dari Setsu, mengenai perasaannya. Tahun-tahun dimana dirinya merasa begitu bodoh, dan hari dimana perasaan keduanya terungkap, saling membalas. Akaza benci perasaan itu. Entah bagaimana dengan Setsu, jika seandainya dia tak hilang ingatan. Mungkin ini menyelamatkan Akaza sekaligus menyakitinya.

“J-jadi bagaimana?” tanya Akaza gelagapan. Dia agak ragu kalau Setsu akan langsung percaya begitu saja dengan ucapannya. Apalagi, saat ini, mungkin di mata gadis itu, Akaza cuma orang asing yang mengaku mengenalnya. “Bagaimana apanya?” Setsu balas bertanya.

Netra mereka beradu pandang selama beberapa saat. Hening menengahi keduanya. Suara kembang api yang meledak di langit malam nan gelap sekalipun tak berpengaruh. Akaza kemudian mengalihkan pandangan, semburat merah muda muncul di pipinya. “Itu, maksudku, aku tak yakin kau mau mempercayai ceritaku begitu saja,”

Setsu menatap Akaza tanpa terbesit sedikitpun keraguan. “Aku percaya, kok.” ucap Setsu. Akaza tentunya terkejut akan jawaban gadis itu. Rona merah di pipinya semakin terlihat jelas. Jantungnya mulai berpacu tidak keruan. Tidak, hei, jangan! Si keparat ini sudah kehilangan ingatannya. Tidak, tidak boleh begini ..

Akaza menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya. “M-memang kenapa? Maksudku, tidak semua orang mau-mau saja langsung percaya pada orang asing, kan,” tanyanya lagi, memastikan. Setsu mengulas senyum tipis. Oh, sial, pipi Akaza memanas lagi. “Mengapa? Mungkin aku masih mengingatmu sedikit .. tidak sepenuhnya, sih.”

Akaza nyaris menampar dirinya sendiri saat itu supaya bisa fokus. Jujur, perkataan Setsu membuatnya semakin tak keruan. Kalau dia masih mengingat sedikit tentang Akaza, apakah waktu itu juga? Akaza sama sekali tak pernah berharap pada akhirnya akan menjadi seperti ini, tapi di sisi lain, mungkin dia juga menyukainya. Apa-apaan ini? Argh, sial.

Selagi Akaza fokus menghilangkan pikiran dan perasaan bodohnya itu, Setsu menatapnya heran. “Kenapa? Kau terlihat .. aneh.” katanya. Sukses membuat Akaza semakin baper lagi, kurang lebih. Laki-laki itu menghela napas, kuat-kuat menahan perasaan yang bergejolak dalam hatinya. “Aku tidak apa-apa, kok.” ucapnya. Payah, jadi kelihatan seperti sok keren.

Setsu tak menggubris. Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah langit gelap yang dipenuhi kembang api. Sebenarnya dia tak begitu tertarik, tapi, mungkin dia juga tak begitu tertarik untuk mengobrol dengan Akaza lagi, sekalipun dia ingin menguak lebih banyak lagi tentang dirinya.

Mereka tak saling berbicara selama beberapa saat. Puluhan kembang api terus meledak di langit. Dan begitu payahnya, ini mengingatkan Akaza pada sesuatu. Entah pada masa lalu laki-laki itu atau apa, di saat yang bersamaan dia juga mengingat tujuannya kemari, mencari Setsu.

Bukan untuk berlagak hebat di depan gadis yang em, mungkin di sukai nya atau apalah itu, tapu untuk membawa Setsu bersamanya. Bersamanya, menghadap Muzan. Tapi, Akaza tak yakin.

“Hei, ayo kita pergi dari sini. Aku perlu memberitahumu sesuatu lagi,”































Koyuki di akhirat gpp kan:"?

Sweet Nightmare | AkazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang