[7] Hidden

1.2K 203 23
                                    

Setiap kau memanggilku seperti orang bodoh, hal kecil yang membuat hatiku terasa hangat, hingga bibir ini mampu mengulas senyum tanpa menoleh ke kesedihan di masa lalu.

________________

"A-apa yang-"

Bibir Akaza tidak sempat mendarat di bibir pucat Setsu, gadis itu terlanjur menahannya. Mereka berdua saling pandang dengan ekspresi terkejut yang sama, "A-apa yang mau kau lakukan?"

Akaza tidak menjawab, laki-laki itu hanya merubah sorot mata menjadi datar, dan dia mendekap erat si gadis. Setsu terkejut bukan main. Perlakuan Akaza padanya membuat gadis itu, yang semula ingin berontak, menjadi terpaku.

Detak jantung Setsu semakin kencang, berpacu tak beraturan. Rona merah di wajahnya terlihat semakin jelas. Apa-apaan perasaan ini? Mengapa Akaza yang dibencinya dapat membuatnya menjadi terlihat seperti orang bodoh seperti ini?

Setsu semakin lemas, gadis itu bisa saja jatuh jika Akaza tidak mendekapnya seperti sekarang. Dengan ragu, Setsu membalas pelukan Akaza, membenamkan wajah di dada bidang laki-laki itu.

Sungguh, hatinya terasa hangat sekarang. Bagai angin musim semi setelah dinginnya salju, Setsu bahkan tidak ingat kapan terakhir dia merasakan kehangatan seperti ini. Apa sudah lewat seratus tahun yang lalu, kurang dari itu, atau bahkan lebih dari itu? Entahlah.

Akaza melepas pelukannya, memegang bahu gadis itu, manik kristalnya menatap Setsu dengan tatapan yang sulit di artikan, "J-jangan me-menatapku seperti itu," Setsu memalingkan wajahnya yang ber semburat kemerahan.

Akaza sedikit menunduk, menggigit bibir bawahnya sendiri. Dalam hati kecilnya, laki-laki itu ragu. Apakah sikapnya saat ini, pantas disebut sebagai iblis? Entah apa yang akan terjadi padanya jika ada yang memergoki dirinya dan Setsu.

Tapi, ingatlah, apakah seorang seperti Akaza memperdulikan suatu bentuk konsekuensi jika itu untuk suatu yang sangat berharga baginya?

Akaza kemudian membulatkan tekadnya untuk mengabaikan apa yang akan terjadi jika skenario terburuk di bayangannya benar-benar terjadi.

"Maaf."

Sepatah kata penuh makna yang diucapkan Akaza itu sanggup membuat Setsu terkejut, kali ini bukan karena perlakuan Akaza padanya tapi mengenai apa yang dimaksud laki-laki itu dalam sepatah kata tersebut.

"Maaf, Setsu-tidak-maksudku [Name],"

Sekali lagi Akaza mengulangi kata-katanya, menyebutkan nama asli Setsu. Nama yang dirubahnya.

Setsu semakin bingung, canggung menengahi mereka yang tidak berani untuk sekedar saling bertatap muka, "M-maaf untuk apa?"

Mendengar itu, Akaza malah tertawa kecil, menyunggingkan senyum pahit, "Padahal kau sudah berkali-kali meledekku, apa kau tidak sadar? Bukannya memang seharusnya aku minta maaf setelah semua yang terjadi padamu?"

Barusan, dia tertawa?

"Harusnya jawabannya iya, jika kau dan aku adalah manusia," ujar Setsu, "tapi, sebagai manusia atau Iblis sekalipun, aku tidak bisa memaafkan mu,"

Akaza tertawa kecil sekali lagi. Itu tidak terdengar aneh, tapi terdengar tidak biasa, "Ya, aku tidak terkejut, juga tidak mengharapkan apapun dari itu. Kau sudah jelas pasti akan menolak permintaan maaf ku mentah-mentah,"

Setsu menaikkan sebelah alisnya sembari melipat tangan di depan dada, "Lalu?" katanya dengan nada agak menantang, "Apa gunanya kau meminta maaf? Dan, apa maksud dari perlakuan mu tadi?" gadis itu memberi tekanan pada kata "perlakuan".

Kali ini, Akaza tidak lagi meresponnya dengan tertawa. Laki-laki itu tidak mengeluarkan sepatah katapun, kembali menarik Setsu dalam dekapannya.

Hangat. Tidak berbeda dari sebelumnya.

"Kau belum menjawab pertanyaan ku," ucap Setsu. Gadis itu tidak berontak seperti sebelumnya, rasanya sekujur tubuhnya lemas, sukar untuk digerakkan.

"Apa aku memang perlu menjawabnya?" Akaza balik bertanya. Laki-laki Iblis itu mengusap surai perak kebiruan si gadis dengan lembut. Setsu mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Tidak ada. Aku pikir tidak ada alasan yang jelas bagiku untuk melakukan ini,"

"Hah?"

"Mungkin lebih tepatnya, aku tidak tahu," Akaza memalingkan muka, kemudian menengadah, "mungkin aku tidak tahu karena aku tidak sanggup menjelaskannya,"

"Aku tahu jelas kau memang bodoh. Tapi, jangan bersikap sebodoh itu juga," ujar Setsu, menatap Akaza agak kesal. Dan, ya, kelihatannya gadis itu sudah kesal sejak tadi. Akaza yang melihat itu malah mengusap pucuk kepala Setsu, "Kau itu, kalau sedang kesal-"

"S-sudah, jangan dilanjutkan, bodoh!" gadis itu memalingkan wajahnya yang memerah, seraya memanyunkan bibir. Perempatan muncul di dahinya.

"Kalau lanjutannya itu kata 'menyebalkan', bagaimana?" goda Akaza, menyeringai usil. Perempatan yang muncul di dahi Setsu semakin banyak.

"B-bodoh, intinya aku tidak mau tahu!" Setsu menampar pipi Akaza dengan sekuat tenaga, tapi tentunya itu tidak berpengaruh sedikitpun.

Dasar tsundere.

"Benarkah? Benarkah kau tidak ingin tahu?" Akaza merubah tatapannya.

Laki-laki itu tiba-tiba menarik dagu Setsu, jujur saja si gadis agak terkejut, menengadahkan nya hingga mereka saling pandang. Tidak, kali ini Akaza tidak bercanda. Sorot mata kristalnya itu menatap Setsu serius.

Suasana berubah dalam sekejap mata. Tadinya mereka dalam situasi yang cair, tapi kali ini terasa sangat berbeda. Entah bagaimana Akaza bisa tahu merubah situasi seperti ini, hanya dengan menengadahkan gadis itu.

Wajah mereka saling berdekatan. Semakin dekat, hingga saling menempelkan dahi. Jantung Setsu berdegup semakin kencang dan tak keruan, badannya terasa benar-benar lemas, seolah dia tidak pernah memiliki kekuatan apapun sejak awal. Rona merah di wajahnya terlihat semakin jelas.

Cup.

Bibir keduanya bersentuhan. Tidak, tapi tidak lama. Akaza melepasnya setelah sekitar lima detik. Mungkin laki-laki itu tidak memiliki cukup keberanian untuk memperdalam ciuman mereka. Manik kristalnya menatap Setsu diselimuti keraguan.

"Hei, cium aku lagi," kata-kata yang terlontar dari mulut Setsu itu benar-benar tidak diduga, cukup untuk membuat Akaza terkejut. Laki-laki itu tidak menjawabnya dengan kata-kata. Mungkin dia tak sanggup.

Akaza menarik dagu Setsu lagi, dan kali ini gadis itu sama sekali tidak mengelak. Akaza menggenggam erat tangan Setsu. Kemudian, laki-laki itu mencium si gadis sekali lagi. Salah satu tangannya menahan kepala Setsu, memperdalam ciuman.

Akaza melumat bibir Setsu, kemudian lidahnya masuk, mengabsen setiap deretan gigi si gadis. Setelah itu, Akaza mengakhiri ciumannya, masih dengan saliva nya, dan Setsu, yang menetes.

Setsu mengusap bibir, mengalihkan pandangan dengan rona merah yang sangat terlihat jelas. Jantungnya berdegup sangat kencang, tak keruan. Akaza juga sama, menutup bibir dengan tangannya dan memalingkan wajah.

Kemudian, laki-laki itu menarik Setsu ke dalam dekapannya. Akaza mengelus surai perak kebiruan Setsu yang mengilap di bawah cahaya rembulan dengan lembut. Gadis itu membenamkan kepalanya di dada bidang Akaza, juga dengan senyum tipis di bibir pucat nya.

Baru setelah malam yang sangat panjang itu, Akaza dan Setsu, menyadari bahwa mereka saling mencintai. Perasaan yang selama ini tertutup oleh kebencian.












saya mau nanya sekaligus agak spoiler, boleh gak saya tambahin oc saya di ff gajel ini:v?

Sweet Nightmare | AkazaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang