Meet him, again.

9K 254 8
                                    

Hina menghela nafas, akhirnya setelah berjuang keras menyelesaikan laporan pengeluaran bulan ini yang sangat-sangat melelahkan ia bisa beristirahat. Hina melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah menunjuk pukul 7 malam.

Hina segera mengambil dompet dan handphone nya untuk memasukannya kedalam tas. ia segera beranjak pergi dari kubikelnya dan pulang untuk beristirahat. Ia berjalan menuju parkiran, melihat sebuah motor matic berwarna putih miliknya.

Ia mengendarai motor nya pulang ke apartemen. umurnya sudah 25 tahun. Disaat wanita seumurnya sudah memiliki anak, dia bahkan tidak memiliki pacar.  Dia Ahina Kiara.

Anak yatim yang hanya memiliki seorang ibu. Diasuh oleh sang ibu sampai umur 17 tahun. Sampai akhirnya ibunya meninggal karena gagal ginjal. Yang membuatnya tinggal bersama keluarga bibinya.

Hina membelokkan motornya masuk ke area apartemennya. Mata Hina terhalangi oleh cahaya mobil dari arah berlawanan. karena tak fokus motor Hina oleng dan jatuh. Ia mengelus sikutnya yang terluka.

"Gimana sih, bawa motor kok nggak pakai mata." Hina membeku kaget mendengar suara lelaki yang keluar dari mobilnya. Hina meringis karena kenal dengan jelas suara itu. Hina mencoba menutupi wajahnya yang sepertinya berhasil mengingat keadaan gelap dengan minim pencahayaan.

Ia melihat Hina yang menunduk tapi mencuri pandang melihat tatapan dingin lelaki itu yang membuat Hina sedikit merasa atmosfer di sekelilingnya jadi lebih mencekam. "Itu bukan dia, tenang Hina." Gumam Hina meyakinkan dirinya, walaupun ia tahu itu tidak benar. Jantungnya berdegup kencang sekarang.

"Maaf, ini salah saya." Suaranya sangat pelan. Hina kemudian bangkit dari jatuhnya, ini memang salahnya yang tidak fokus. Hina kemudian membuka helm yang membungkus kepalanya dengan wajah yang tetap menunduk. "Kalau tadi saya nggak ngerem bisa-bisa anda tertabrak. Kalau bawa kendaraan itu fokus. Bukan anda saja nanti yang repot, saya juga." Jawabnya lagi.

"Iya maafkan saya." Suara Hina mengecil ia berusaha menyembunyikan dirinya, ia mendirikan motor Hina yang terjatuh. "Lain kali Hati-hati." Ia berlalu memasuki mobilnya.

Hina memukul kepalanya, kenapa ia bisa sebodoh itu. Melamun sambil membawa motor, tidak biasanya ia seperti ini. Ia mengambil kembali motornya dan memasang helmnya. Untuk saja usahanya berhasil, lelaki itu tak tahu itu dirinya. Tetapi Hina masih memikirkan kecelakaan tadi. Ia cepat-cepat naik ke unit nya untuk mengobati luka yang ada di kaki dan lengannya.

Hina dengan sigap mengambil kotak P3K yang ia taruh di dapur. Disaat ia mengobati lukanya, ia kembali mengingat lelaki tadi. Lelaki yang sangat ia hindari seumur hidupnya. Kenapa ia kembali lagi. Cobaan apa lagi ini. Hina memegang kepalanya, takdir memang begitu kejam.

Hina melirik ponselnya saat satu notifikasi masuk, ia mendapat satu pesan baru. Ia melihat nama pengirimnya. Erin. Sahabatnya.

"Lo dimana? Gue nggak nemu lo di Dine N katanya mau ketemu disini pas lo pulang kerja?"

Hina menepuk kepalanya. Ia kemudian Menelepon Erin.

"Sumpah sorry banget, gue nggak jadi makan malem bareng lo. Gue habis jatuh dari motor badan gue remuk semua."

"Hah! Ntrus lo bagaimana? Gue kesana sekarang, ya?"

"Nggak usah gue nggak papa kok. Senin aja ya! Sorry banget."

"Nggak apa. Take care Lo!"

Hina memutuskan panggilan itu. Kemudian berjalan kearah kamar mandi. Setidaknya ia harus mandi sekarang.

---

Suara alarm membangunkan Hina dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya. melihat ke jendela, menampilkan dunia yang masih gelap dan matahari belum muncul dari peraduannya. Hina berjalan kekamar mandi. Setelah itu membersihkan rumahnya yang sedikit berantakan.

The thing that i've done with that.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang