Back to the pass : It's over.

969 49 2
                                    

Empat tahun yang lalu....

"Hina, sekali lagi lo senyum-senyum gue buang ke laut lo ya." Erin melihat Hina kesal. Daritadi Hina hanya tersenyum tak jelas. Bahkan saat ditanya Hina hanya menggeleng malu-malu.

"Kenapa sih Rin? Nggak seneng banget lihat gue senyum." Hina mencebik kesal. Erin menarik bibir Hina membuat Hina meringis. "Makanya dengerin gue kalau ngomong. Bikin kesel deh." Erin gemas dengan sahabatnya ini. Daritadi Hina hanya mengangguk-angguk mendengar curhatannya.

"Hina ini masalah hidup mati gue loh. Menurut lo gimana?" Tanya Erin serius. "Rin, kalau di lamar dan lo juga udah oke ya diterima aja. Cium aja bibir Mas Michael langsung nggak usah ragu-ragu." Erin melihat Hina horror. Bisa-bisanya Hina bercanda seperti ini.

"Apa? Gue nggak bercanda. Kalau lo emang nggak mau bilang, cium aja nanti juga Mas Michael ngerti." Lanjut Hina yang menyadari tatapan sahabatnya. "Maksud gue bukan ciuman yang kek gitu, lo mah mesum."

"Ciuman lembut yang nyalurin cinta itu jauh lebih romantis daripada apapun, walaupun kadang kata-kata juga penting sih." Erin sekarang mulai bingung, Hina bertingkah layaknya wanita berpengalaman.

"Lo jangan sok tahu deh Na. Berasa ngerti banget lo ya?" Hina tersadar dan memukul dahinya. Ia lupa kalau tak ada yang tahu tentang hubungannya dua tahun terakhir dan baru saja ia akan membocorkannya.

"Lo kan minta saran Rin, gue jawab marah. Salah gue dimana Ya Tuhan." Hina memutar bola matanya, akhirnya Erin mendengus kesal. Dalam hati Hina senang karena sikapnya tidak dicurigai.

Sudah seminggu sejak keperawanannya menghilang, entah kenapa, Keanu jadi lebih hangat padanya tapi terasa ada jarak yang memisahkan mereka. Hina menggeleng menghempaskan pikiran itu jauh-jauh. Hina teringat Keanu akan menyelesaikan study nya sebelum menikahi Hina. Hina sudah tidak sabar waktu itu datang.

Hina tak pernah menyesal melakukannya dengan Keanu. Ia merasa jika hubungannya akan lebih intens jika ia membiarkan Keanu memiliki semua yang ada didirinya. Anggap Hina bodoh, karena itu memang benar.

"Yaudah, gue cabut dulu deh. Gue ada acara nanti sore. Hati hati lo ya." Erin berdiri dari tempat duduknya. Kini mereka ada di sebuah kedai kopi kecil, tempat favorit Hina.

"Bilang aja mau pergi sama Mas Michael." Ucap Hina datar, kemudian melambaikan tangan kepada Erin yang sudah melenggang pergi sambil tertawa melihat ekspresi Hina yang kesal.

Hina mengambil ponselnya yang bergetar. Hina melihat layar, telefon dari nomor yang tidak diketahui. Hina mengangkatnya, mungkin penting.

"Siang, ini siapa ya?" Tanya Hina bingung. "Ini Tante, Mamanya Bian." Hina menyerngit, Tante? Bukannya waktu itu Reyhan, Papa Keanu, sendiri yang menyuruhnya memanggil orangtua Keanu sama seperti Keanu memanggilnya.

"Oh, Mama Bian ya? Ada apa Ma?" Tanya Hina, mungkin Lety hanya lupa dengannya. "Saya ingin bertemu denganmu sekarang, bisa kita bertemu?" Hina melihat pakaiannya, untung saja ia baru pulang setelah melamar kerja. Jadi pakaiannya cukup pantas untuk bertemu calon mertuanya.

"Baik, Ma. Kita ketemu dimana ya? Biar Hina segera ke sana." Ucap Hina sopan. Walaupun Hina gadis yang urakan, Hina mengerti dimana tempat ia berada. "Saya message ke kamu. Kita ketemu disana. Jangan bilang Bian dulu kita bertemu." Hina menyerngitkan dahinya. Sambungan diputus sepihak. Tanpa salam sekalipun.

Hina melihat alamat yang dikirim. Tanpa menunggu Hina menghabiskan minumannya dan langsung pergi ke tempat yang dimaksud.

---

Hina bingung melihat tempat yang dimaksud. Sebuah restoran mewah. Hina pernah kesini sebelumnya dengan Keanu saat ulang tahun mereka tahun lalu.

Hina masuk kedalam, kemudian dihadang oleh pelayan. "Sudah pesan tempat?" Hina mengangguk. "Atas nama Nyonya Lety." Ucap Hina pelan. Kemudian pelayan itu mengantarnya ke meja yang sudah ada Ibu Keanu disana. Hina tersenyum ramah.

The thing that i've done with that.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang