O

1.2K 106 6
                                    

Shinyeong merasa tenaganya lenyap saat membaca kalimat yang ada di kartu. Kepalanya menoleh dan melihat keadaan sekitar. Jantungnya berdegup kencang bersamaan dengan sengatan nyeri yang muncul dari perut bagian bawahnya.

Reflek kepalanya menoleh ke bawah. Pupil matanya seolah bergetar saat pengelihatannya perlahan memudar dan menimbulkan ilusi. Darah segar yang mengalir dari bawah tubuhnya.

"Anni!" Shinyeong reflek berdiri dan menjatuhkan buket bunga yang dipegangnya. "Ini pasti cuman mimpi. Tenanglah, Yeong. Tenang. Tarik nafas." Shinyeong memejamkan mata sambil menampar kedua pipi bersamaan dengan menarik nafas dengan kuat.

"Sayang?"

Kelopak mata Shinyeong terbuka lebar saat suara yang tidak asing baginya menyusup ke indra pendengarannya. Tubuh Shinyeong berubah sekaku papan saat mendengar langkah kaki yang perlahan mendekat. Hingga sosok itu berdiri dihadapannya. Menatapnya dengan tatapan hangat dan lembut penuh kasih sayang.

"Kau kembali."

Seolah mengerti, tubuh Shinyeong langsung mundur hingga tercipta jarak diantara mereka, saat Kyuhyun sudah mengulurkan kedua tangan. Ingin memeluk Shinyeong. Tatapan kecewa terpancar dari kedua mata pria itu saat kedua tangannya terkulai kembali ke sisi tubuhnya.

"Bagaimana kabarmu? Sudah hampir satu tahun kau pergi. Aku——"

Shinyeong langsung memutar tubuhnya dan berlari keluar secepat yang dia bisa. Tidak mempedulikan Kyuhyun yang memanggil namanya dan ikut mengejarnya.

"Berhenti. Jangan mengikuti ku!" bisik Shinyeong. Tangannya menghentikan taksi kosong yang lewat. "Ahjussi, cepat jalan. Jangan pedulikan laki-laki itu!" Shinyeong berseru panik saat Kyuhyun memukul pintu taksi dengan keras.

"Maaf, aku belum siap untuk bertemu denganmu sekarang. Mianhae."

💍💍💍

Dua minggu mengurung diri dalam apartemen dengan keadaan jiwa yang kacau benar-benar mengerikan. Aku berdiri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhku dari ujung kepala hingga ujung jari kaki.

"Kau terlihat mengerikan. Sampai kapan terus menghindar? Hadapi, Yeong. Kau sudah dewasa. Kau kuat. Fighting!" aku mengangkat kepalan tangan dan menarik handuk bersih dari lemari. Ada tempat yang harus ku kunjungi setelah ini.

Aku berjalan menyusuri barisan batu nisan yang tertata rapi. Kaki jenjangku melangkah pasti menuju tujuan dan berhenti tepat disalah satu batu nisan yang dihias dengan ukiran yang indah. Aku berlutut dan membersihkan permukaan makam dari daun-daun kering.

Angin musim gugur yang berhembus membuat rambut panjangku berkibar dan kembali jatuh dengan pelan ke punggung.

"Annyeong, bagaimana kabarmu? Semua baik-baik saja kan disana? Ku harap para malaikat menjagamu dengan baik, dan—"

"Aku tidak tahu kau sejahat itu, Yeong."

Tubuhku membeku saat mendengar suara yang sangat ku kenal. Setiap sendiku seolah dipaku untuk diam sehingga tidak berani untuk menoleh sedikit pun.

"Kau memisahkan aku dengan anak kita. Anak kita, Yeong. Kau bahkan tidak memberitahuku bahwa dia telah tiada, terkubur disana dengan damai."

"Tidak ada yang harus ku beri tahu padamu, Kyu," aku menghela nafas dalam dan menghembuskannya. Perlahan aku bergerak pelan untuk berdiri dan memutar tubuhku ke belakang. "Tidak ada. Satupun."

"Kau masih marah?"

"Tidak. Aku hanya tidak ingin bertemu denganmu. Orang yang ku pikir bisa melindungiku tapi menjadi orang yang menghancurkan ku sampai tidak tersisa." aku mengusap lelehan air mata yang mengalir di pipi. "Aku bahkan tidak ingin bertemu denganmu lagi. Melihatmu saat ini sama seperti berjalan diatas pecahan kaca. Sakit. Perih."

Lonely ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang