Usai menjalani tes, Dhaanel pulang ke rumah. Tapi dia merasa kosong, entah ada apa dan kenapa. Padahal ia sudah menjalani kehendaknya, ia menuruti keinginan kakaknya. Tapi seolah ia merasa bahwa ia sedang memasuki fase yang ini bukan dirinya yang sejati. Tapi Dhaanel berusaha mengalihkan fikiran itu dengan menghubungi beberapa temannya. Mengumumkan bahwa ia juga kini kuliah di jurusan akuntansi, meski bukan di kampus bergengsi.
Dhaanel, usianya yang masih menginjak 18 tahun membuat ia sangat labil mengambil keputusan. Keputusan yang diambilnya ini hanyalah berdasarkan gengsi dan ego supaya terlihat tidak terpuruk dan terbelakang. Setelah mengekspos beberapa kegiatannya kemarin, ia berharap ada beberapa temannya yang mengomen atau sekedar menanyakannya. Realitanya, mereka tidak begitu peduli. Jika tidak ia pancing, siapa peduli? Hal ini membuat Dhaanel mulai merasa kesepian dan kosong.
Waktu memang tidak bisa terulang, memang benar mahfuzhot yang diajarkan oleh seorang ustadku saat SMP dulu. Man Shabara Zhafira, siapa yang bersabar niscaya ia beruntung. Dhaanel kurang bersabar dalam mengambil keputusan. Menuruti gengsi dan ego supaya ingin terlihat bahwa ia juga bisa kuliah dan masuk jurusan populer, yang membedakan dia bukan di kampus top ataupun yang bergengsi. Hal itu membuat dia minder, mentalblock, kesepian, dan dia yang tadinya pendiam menjadi super pendiam. Banyak hal yang membuatnya demikian, mulai dari lingkungan, hubungan pertemanan, bahkan soal akademiknya di kampus.
YOU ARE READING
Santri Kampus
AçãoMenceritakan tentang seorang santri yang bimbang akan masa depannya. Mengalami banyak perubahan karakter dalam dirinya. terlebih ketika ia merasakan ketimpangan aturan dalam kampusnya. ia merasa ada perampasan ideologi yang tersistem dalam birokrasi...