Satu

1.5K 42 2
                                    

Matahari muncul dengan sinar terangnya, panasnya pun tak mau kalah. Aku, Ika, Azra, dan Aulia duduk di tepi lapangan, menunggu giliran melempar cakram, Pak David melakukan penilaian hari ini, karena minggu depan ia tak dapat hadir, padahal satupun dari kami belum latihan.

Aku dan ketiga sahabatku asik berbicara, bahkan tak memperhatikan temanku yang lain yang sedang melempar cakram.

"Andini awas!" teriak teman-temanku, sontak aku kaget dan langsung menoleh ke arah mereka, sebuah cakram dengan cepatnya menuju ke arahku.

"Aaaaaa!!" teriakku histeris. Cakram itu mengenai lututku, rasanya seperti ditimpa batu besar, sakit sekali.

"An, kamu gak pa-pa?" tanya Azra sambil memegang bahuku.

Aku menggenggam tangannya erat, sakit sekali, tanpa sadar air mataku mengalir. Semuanya berlarian menghampiriku.

"Hayo, Farhan, tanggung jawab lo," ucap Yuda keras, seperti orang emosi.

"An, maaf ya, aku gak sengaja," kata Farhan seperti orang ketakukan.

Aku hanya mengangguk.

"Bawa Andini ke ruang UKS sekarang!" suruh Pak David.

"Biar aku aja," ucap Farhan sambil melipat lengan bajunya.

Ia langsung membopongku, sontak aku kaget, rasa sakitku sudah tak terasa lagi, bumi seakan berhenti berputar, aku menatapnya lekat, seumur hidupku belum pernah digendong lelaki.

Ika, Azra, dan Aulia menyusul di belakang.

Farhan membaringkan tubuhku di kasur. "An, aku beneran gak sengaja," ucapnya sambil menyeka rambutku yang menutupi setengah mataku.

"Gak pa-pa, Far," ucapku mengulum senyum.

"Nanti kamu aku antar pulang ya," tawarnya.

"Gak usah, aku bisa pulang naik metro mini."
"Kalau gak nanti malam tidurku gak nyeyak, An."
"Yaudah, iya."

"An, maaf ya, aku gak sengaja, beneran deh." lagi lagi ia mengulang kalimat yang sama, wajahnya memelas, sebelumnya aku tak pernah melihat wajahnya sememelas ini, Fahran yang aku kenal adalah orang yang tak peduli apa-apa, egois, nakal, pokoknya kayak fake boy gitu deh, wkwk.

"Udah, Far, stop minta maafnya, udah aku maafin kok," ucapku pelan.

"Tapi An, aku gak enak sama kamu," ujar lelaki yang hidungnya bak artis bollywood.

"Udah, stop dramanya," tukas Ika yang sedari tadi hanya menyimak percakapan kami.

"Keluar sana!" cetus Aulia.

"Aku yang jagain Andini, kalian mendingan balik ke lapangan," jawab Farhan.

"Sok bertanggung jawab," gumam Azra.

"Udah sana balik," cetus Farhan sambil mendorong paksa mereka keluar ruangan.

*****

Farhan memasangkan helm di kepalaku, aku diperlakukan seperti ratu olehnya. "Bisa naik ga?" tanyanya.

"Bisa."

Dia membawa motor santai, biasanya dia ugal-ugalan di jalanan, tapi kali ini tidak, dia sangat hati-hati.

"Pegangan, biar gak jatuh," katanya sambil menarik tanganku, lalu diletakkan di pinggangnya. Setelah itu, dia menoleh kebelakang sambil tersenyum.

Aku membalas senyumnya, rasanya tak dapat dijelaskan dengan kata-kata, ada apa ini?

Tak hanya mengantarku pulang, ia juga menuntunku berjalan sampai ke depan pintu rumah. Sungguh, aku belum pernah diperlakukan seperti ini. Ternyata, sekeras apapun seseorang, ia pasti punya sisi lembutnya.

TEMAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang